John Wick 3: Cecep Arif Rahman dan Yayan Ruhian Angkat Silat Indonesia
- bbc
John Wick 3, film laga dengan bintang utama Keanu Reeves mengangkat dua pesilat Indonesia, Cecep Arif Rahman dan Yayan Ruhian. Keanu Reeves menyebut kedua sosok tersebut, "luar biasa."
Dalam film laga ini, karakter John Wick berhadapan "dua lawan satu" melawan Cecep dan Yayan yang menggunakan sejumlah jurus silat.
Melalui trailer film yang telah diputar perdana di New York tanggal 9 Mei lalu, dua bintang silat Indonesia ini menggunakan senjata tradisional karambit, tak seperti lawan lainnya yang lebih banyak menggunakan senjata api.
Dalam pembuatan film ini, Cecep mengatakan sutradara Chad Stahelski "ingin menunjukkan (bela diri) khas Indonesia" dan mempersilahkan merubah gerakan" sesuai dengan jurus-jurus silat.
"Dia (Keanu) bilang silat punya keunikan sendiri, makanya Keanu dan Chad mau juga menampilkan kekhasan indonesia. Jurus disesuaikan (dengan koreografi yang telah ditetapkan), ada berapa gerakan, dari awal sampai akhir fighting ...Mungkin ada beberapa bagian yang diadopsi," kata Cecep kepada BBC News Indonesia.
"Walau ada masukan dari kita, yang John Wick lakukan tetap John Wick, ada teknik yang kita masukkan, namun tidak merubah (koreografi laga) John, Wick. Dia menyerap, mengadopsi gerakan dari kita dan diselaraskan dengan jurus dia," tambahnya.
Film ini merupakan lanjutan dari John Wick 2, yang pada penghujung cerita menceritakan dimulainya perburuan para pembunuh bayaran dunia terhadap karakter John Wick dengan bayaran US$14 juta.
Yayan mengatakan tampilnya mereka dalam film-film Hollywood seperti John Wick Chapter 3- Parabellum ini merupakan momentum untuk mengangkat budaya Indonesia.
"Kami bangga masyarakat pencak silat, punya kesempatan berkolaborasi dalam film besar Hollywood. Ini juga kami dapat memperkenalkan budaya...bukan hanya kebanggaan saya dan kang cecep dan untuk bangsa Indonesia," kata Yayan kepada Endang Nurdin, wartawan BBC News Indonesia.
Keanu: "Mereka pesilat luar biasa"
Ia menyebut keunikan silat ada empat hal atas apa yang ia sebut gabungan "bela diri, olahraga, seni, dan spiritual."
"Kalau salah satu dari empat unsur ini tidak ada itu bukan pencak silat. Setiap daerah punya aliran sendiri, dan para pencinta silat akan dapat dengan mudah melihat dari daerah mana (silat berasal)," kata Yayan.
"Orang yang datang dari Eropa, Amerika yang belajar (pencak silat) dengan background bela diri yang cukup tinggi. Mereka selalu mengatakan pencak silat adalah bela diri yang lengkap, unik dan mendapatkan sesuatu dari bela diri yang mereka pelajari sebelumnya," tambahnya.
Keanu Reeves sendiri dalam wawancara dengan media online film, Collider Maret lalu menyebut Yayan dan Cecep sebagai pesilat luar biasa yang dilihatnya lewat film The Raid.
"Saya tahu Yayan dan Cecep dari seri The Raid dan mereka luar biasa. Saya berlatih dengan mereka. Mereka pesilat sangat luar biasa," kata Keanu Reeves saat ditanya apakah "lawan baru dari Indonesia membuat John Wick takut."
Bukan kali pertama pesilat Indonesia masuk dalam film-film Hollywood. Sebelumnya Yayan dan Cecep juga tampil di Star Wars: The Force Awakens sementara pesilat lain Joe Taslim tampil dalam Fast & Furious 6 sementara Iko Iwais dalam Mile 22 .
Sheila Timothy, produser film Wiro Sableng, yang diproduksi bekerja sama dengan produser film Hollywood, 20th Century Fox, mengatakan tantangan untuk membuat silat semakin menarik di panggung film besar Hollywood adalah mengangkat keunikan Indonesia dan juga dalam pengemasannya.
Supaya tak hanya sebagai sampiran
Keanu Reeves dan sutradara Chad Stahelski (kanan) dalam pemutaran perdana global John Wick 3 di New York tanggal 9 Mei lalu. - Getty Images
"Proyek yang kita buat yaitu Wiro Sableng, memang membutuhkan keunikan Indonesia di actionnya. Action martial art -nya itu mengacu ke silat Indonesia... Ketika kita approach 20th Century Fox, dan ketika kita bilang ini sangat Indonesia, dan kita menggunakan martial art asli indonesia yaitu pencak silat, mereka jadi makin tertarik lagi," kata Sheila kepada Eric Sasono untuk BBC News Indonesia.
"Untuk mengemasnya yang buat saya menjadi satu challenge (tantangan) gitu. Pencak silat itu sudah cantik, sudah bagus, sudah menarik, tapi tentunya ketika menyodorkannya dalam bentuk film, visual, dan action, yang terpaku kepada framing, scene-scene dan potongan-potongan gambar, teknik film making yang memperkaya atau meng-upscale pencak silat itu sendiri bisa menjadi challenge buat kita," tambahnya.
Tetapi pengamat film Ekky Imanjaya mengatakan film-film yang mengangkat silat perlu masuk ke bioskop luar negeri dan bukan hanya sekedar di festival agar pesilat seperti Yayan Ruhian dan Cecep Arif Rahman tampil lebih menonjol.
"Yang kita butuhkan adalah seperti The Raid atau Marlina yang masuk ke dalam bioskop komersil di luar negeri. Tidak hanya di film festival dan setelah itu diketahui," kata Ekky.
"Nah setelah dikenal, lebih besar kemungkinan bagi produser-produser luar negeri untuk menggarap silat, atau menggarap seperti Iko Uwais atau Yayan atau Cecep tak cuma jadi sampiran aja tapi memang jadi pemain, jadi pemain utama, dan temanya silat. Selama itu belum ada, cuma jadi itu aja, penghias."
"Jadi silat ngga bisa dibiarkan sendirian berjuang gitu ya. Tapi juga harus diramu dengan ya misalnya production value nya harus internasional standard, terus ceritanya, terus juga spesial effect-nya, semuanya harus diramu jadi satu. Tapi silat yang jadi jiwanya, gitu," tambahnya.
Yayan sendiri menyatakan harapannya justru pencak silat akan semakin diminati di dalam negeri.
"Harapan saya tidak muluk-muluk, namun dari perjalanan kami ini perjalanan luar biasa bahwa silat boleh berbangga bahwa diminati oleh banyak orang dan diterima dari bagian dari unsur yang mewarnai perfilman dunia. Ini kebanggaan buat saya, sebagai bagian dari masyarakat pencak silat," kata Yayan.
"Saya berharap pencak silat bisa diminati oleh warga negara yang punya pencak silat sendiri," tambahnya.
Cecep berpendapat sama dan menyatakan ingin lebih banyak menggali berbagai unsur daerah.
"Saya menggali ke belakang mengembangkan ke depan. Sampai sekarang belajar bertemu dengan tokoh tokoh silat untuk mempelajari yang belum kita kembangkan dan kenalkan ke luar. Dengan begitu silat kaya, ada dari Sumatra, Bugis dan lain-lain," kata Cecep.
"Harapan kita dengan mengenalkan lebih baik, mudah-mudahan orang lebih mengenal silat dan mempelajari silat. Ke dalam juga sama. Banyak guru yang kalau kita tak tanya tak keluar. Harapannya supaya ada penerus," katanya lagi. (mar)