Pelanggaran Falcon Pictures di Film Benyamin Biang Kerok
- dok.ist
VIVA – Dalam sidang lanjutan polemik hak cipta antara Syamsul Fuad dengan rumah produksi Falcon dan Max Pictures, agenda sidang hari ini adalah pembacaan replik dari pihak penggugat.
Bakhtiar Yusuf selaku pengacara Syamsul Fuad menjelaskan, replik dari pihaknya itu menegaskan bahwa perjanjian di film 'Benyamin Biang Kerok' yang telah dibeli oleh Falcon Pictures dari PT. Layar Cipta Karya Mas, diminta batal demi hukum.
"Jadi isinya itu kita mengatakan bahwa perjanjian yang mereka buat dengan PT. Layar Cipta Karya Mas Film itu batal demi hukum. Dianggap tidak pernah ada," kata Bakhtiar saat ditemui usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis 26 April 2018.
Dia menjelaskan, PT. Layar Cipta Karya Mas Film adalah rumah produksi yang membeli film 'Benyamin Biang Kerok' (1972), dan membuat perjanjian dengan Falcon Pictures pada tahun 2010. Hingga kemudian, pihak Falcon pun membelinya kembali termasuk master filmnya.
"Mereka menganggap dengan membeli itu mereka bisa memodifikasi dan mengubah segala macam hak cipta yang ada di dalam film," kata Bakhtiar.
Bakhtiar menegaskan, di dalam replik ini perjanjian antara Falcon Pictures dan PT. Layar Cipta Karya Mas Film dianggap tidak ada. Sebab, menurutnya syarat objektif dari perjanjian antar kedua belah pihak itu sama sekali tidak terpenuhi.
"Jadi ada pertentangan dengan UU Hak Cipta, dimana dikatakan bahwa perjanjian lisensi tidak boleh menjadi sarana untuk mengambil alih dan/atau menghilangkan hak pencipta atas ciptaannya. Itu ada di UU Nomor 28 tahun 2014," kata Bakhtiar.
Oleh karenanya, Bakhtiar berharap agar pihak majelis hakim bisa menerima hal tersebut, karena dasar undang-undangnya dirasa sudah sangat jelas.
"Jadi kita bicara UU lagi lah, enggak usah bicara perjanjian mereka. Harapannya apa yang kita sampaikan itu diterima oleh hakim. Jadi ini kan masalah hak cipta, dan mereka mengklaim hak cipta itu sudah bukan milik Pak Fuad. Mestinya hak cipta itu dari awal enggak pernah beralih pada siapapun," ujarnya.
Syamsuk Fuad, penulis Benyamin Biang Kerok (1972)