Di Balik Bersih-bersih YouTube

Layanan video streaming di YouTube.
Sumber :
  • REUTERS/Dado Ruvic

VIVA – YouTube kini sudah menjadi medium yang lazim pada era digital. Platform ini menyediakan fungsi dasarnya sebagai media hiburan dengan menampilkan beragam video.

Pengguna internet bisa mengunggah dan menciptakan video mereka sendiri. Asyik buat pengguna internet. 

Belakangan di tengah popularitas orang menonton video, membuka celah baru fungsi di YouTube, yakni untuk mendulang uang dari monetisasi konten video pada saluran YouTuber, sebutan pembuat konten YouTube. 

Bak ada gula ada semut, video di YouTube yang menarik akan menyedot warganet untuk melihat video. Saat warganet menyemut pada saluran video tertentu, maka video tersebut menciptakan penonton banyak.

Pada titik inilah kemudian iklan akan masuk ke saluran YouTube menarik itu, dan jadilah pundi-pundi uang mengalir ke YouTuber. 

Monetisasi di YouTube dimanfaatkan YouTuber, bermodal video unik dan menarik mereka berpotensi mendulang penonton dan jam tayang, uang pun datang. 

Tapi belakangan, YouTube mengubah kebijakan monetisasi pada platformnya. Platform video milik Google itu mengetatkan aturan untuk bisa memanen uang di YouTube. 

Dalam aturan barunya, untuk bisa memonetisasi, YouTuber wajib memiliki pelanggan di atas 1.000 pelanggan, dengan 4 ribu jam tayang pelanggan selama 12 bulan terakhir. 

Aturan baru ini mengganti aturan lama monetisasi YouTube, yang mana YouTuber setidaknya harus memiliki 10 ribu jam tayang sepanjang membuat kanal YouTube. Jika bisa memenuhi itu barulah YouTuber bisa bergabung dalam YouTube Partner Program dan memonetisasi konten. 

Dalam pengumuman di blog perusahaan, dikutip Jumat 19 Januari 2018, Chief Product Officer YouTube, Neal Mohan dan Chief Business Officer YouTube, Robert Kyncl menuliskan, standar baru memastikan konten sesuai dengan standar komunitas YouTube.

Selain itu, yang lebih penting, perubahan standar untuk mencari uang di YouTube ini, untuk melindungi pencipta konten di YouTube dari kreator konten penjiplak yang hanya bermodalkan mengunggah ulang video orang lain untuk mendapatkan uang. YouTube menyoroti para perusak standar komunitas itu dengan sebutan aktor atau pelaku buruk. 

"Perubahan ini untuk mencegah aktor buruk yang melecehkan pencipta konten yang mencari nafkah di YouTube. Untuk itu kami memperkuat persyaratan monetisasi sehingga spammer, penjiplak dan aktor buruk lainnya tidak bisa melukai ekosistem kami atau memanfaatkan Anda," ujar keduanya dalam pengumuman YouTube di blog.

Standar baru ini dinilai menohok para pemilik konten YouTube dengan pelanggan kecil yang sedang berjuang mendapatkan pelanggan dan jam tayang. Misalnya pencipta konten dengan nama akun @harrystechrevs.

Dia menyindir perubahan kebijakan standar mendulang uang di YouTube itu akan mematikan salurannya untuk mendapatkan pemasukan. 

"Bagi saya, perubahan ini berarti 2-3 bulan tanpa pendapatan. Biasanya saya mendapatkan sekitar £10 (Rp184 ribu) per bulan. Benar-benar frustrasi dan menduga itu akan berubah lagi," tulis akun tersebut. 

Suara protes lain mengkritik YouTube yang idealnya mencabut monetisasi YouTuber yang nakal bukan malah memperketat standar yang menyulitkan YouTuber yang berjuang meningkatkan trafik salurannya.

YouTube mengakui itu. Standar baru ini akan berdampak pada sejumlah saluran secara signifikan. YouTube menuliskan 99 persen dari saluran yang terdampak adalah saluran yang hanya menghasilkan kurang dari US$100 atau Rp1,3 juta per tahun berdasarkan data 2017.

Dari saluran yang terdampak itu, YouTube memperkirakan pendapatannya 90 persen kurang dari US$2,5 atau cuma Rp33 ribu pada bulan lalu. 

YouTube mengatakan, standar ukuran jumlah penonton dan waktu tonton bukan satu-satunya yang bisa menentukan apakah sebuah saluran cocok untuk dimonetisasi. YouTube menegaskan, meski mengetatkan standar, platform ini akan memegang teguh nilai inti perusahaan yakni memberi kesempatan kepada siapa pun untuk menghasilkan uang dari saluran YouTube. 

"Sementara, kebijakan kami akan berkembang seiring berjalannya waktu, komitmen kami terhadap nilai tersebut tetap ada," tulis Mogan dan Kyncl. 

Bagai langit dan bumi, selain ada suara protes, standar baru itu itu dipandang positif bagi YouTuber. Setidaknya pengetatan standar monetisasi itu akan benar-benar menyaring YouTuber dengan karya orisinil dan membersihkan YouTuber yang beraksi nakal dan curang, mengunggah video YouTuber lain demi mendulang uang. 

Misalnya YouTuber dengan nama akun Twitter @SuzyLuGME. Dia menyambut standar baru itu sebagai kabar gembira. Sebab, dengan aturan anyar itu, YouTuber yang hanya menjiplak bakal tidak mendapat tempat lagi. 

"Berarti mereka yang membuat saluran untuk mencuri atau mengunggah konten yang sedang tren dengan cepat, mereka tidak bisa lagi. Sebab mereka ini sejatinya tidak memiliki pelanggan dan jam tayang," tulis akun tersebut.

Dari dalam negeri, salah satu YouTuber lokal yang memandang positif aturan baru ketat YouTube itu adalah Putu Reza. Dia menuliskan standar baru itu menunjukkan YouTube bukan medium untuk menjadikan pengguna kaya secara instan.

Dia menilai, mentalitas YouTuber itu ingin cepat mendulang uang tapi tak didasari dengan konten yang bagus dan konsisten.

***

Bersih-bersih demi iklan 

Perubahan standar monetisasi YouTube bila dilihat secara umum bisa dibaca sebagai langkah bersih-bersih dari platform berbagi video tersebut. Sepanjang 2016 dan 2017, YouTube mengakui dibuat repot oleh konten-konten negatif yang menyesaki platformnya, salah satunya adalah konten ekstremisme dan kekerasan. 

Demi memerangi dan bersih-bersih konten tersebut, YouTube sampai harus mengerahkan tim khusus untuk memoderasi konten pada platformnya. Selain itu, YouTube sampai harus mengembangkan sistem teknologi mesin pembelajaran baru untuk menyokong tim moderasi. 

Sukses memerangi konten ekstremisme dengan teknologi baru itu, YouTube memakai sistem tersebut untuk memerangi aktor buruk lainnya, sehingga penoda konten di YouTube ini bisa tidak masuk atau kembali muncul ke platform.

"Kami memperketat kebijakan kami tentang konten apa yang bisa muncul dan memeroleh pendapat kreator di platform kami. Kami juga meningkatkan penegakan aturan kami," tulis Chief Executive Officer YouTube, Susan Wojcicki dalam tulisannya di blog perusahaan Desember 2017.

Dengan sistem yang ketat, sejak Juni tahun lalu, YouTube sukses membabat habis lebih dari 150 ribu video ekstremis kekerasan. Dari jumlah tersebut, sistem mesin pembelajaran baru berkontribusi 98 persen memberantas video negatif tersebut. Mesin dengan algoritma mesin pembelajaran itu, 98 persen video ofensif berhasil ditandai. 

Algoritma itu juga cukup menjanjikan kinerjanya, sebab bisa menurunkan hampir 70 persen konten ekstremis kekerasan dalam waktu delapan jam, dan hampir setengah konten video itu dalam dua jam. Kecepatan performa algoritma mesin pembelajaran itu menangani konten negatif makin terakselerasi. 

"Karena melihat hasil yang positif, kami mulai melatih teknologi mesin pembelajaran ini untuk menangani konten lainnya misalnya keamanan anak-anak dan ujaran kebencian," tutur Wojcicki.

Langkah YouTube bersih-bersih konten pengganggu dan aktor buruk pada platformnya itu tak lepas dari urusan bisnis. Bagai peribahasa, ‘Karena nila setitik rusak susu sebelanga,’ YouTube mengatakan tindakan aktor buruk pada saluran YouTube bisa berdampak pada publik dan cara pengiklan melihat YouTube. 

Sementara itu, CEO YouTube, pada akhir tahun lalu sudah mencanangkan pendekatan baru untuk beriklan di YouTube. Visi YouTube yakni ingin pengiklan senang iklan mereka muncul pada konten yang sesuai dengan nilai merek mereka. 

Pendekatan baru ini mempertimbangkan saluran dan video mana yang layak untuk diiklankan. YouTube sudah ancang-ancang bakal menerapkan kriteria yang ketat, termasuk standar monetisasi. Selain itu, melakukan kurasi lebih manual serta meningkatkan tim peninjau iklan yang memastikan iklan hanya berjalan sesuai keinginan tim pengiklan. 

"Ini juga akan membantu pembuat konten yang diperiksa melihat lebih banyak stabilitas seputar pendapatan mereka. Penting untuk mendapatkan hak ini bagi pengiklan dan pembuat konten," ujar bos YouTube tersebut. (art)