Menanti 'Hasil Akhir' Infrastruktur Jokowi

Ilustrasi LRT.
Sumber :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

VIVA – Infrastruktur sepertinya sudah jadi kata kunci sejak pemerintahan Presiden Joko Widodo. Selama tiga tahun lebih pemerintahannya, mantan gubernur DKI Jakarta itu fokus pada pembangunan infrastruktur. 

Bukan tanpa alasan. Sebab, kesinambungan antarwilayah akan menggerakkan ekonomi. Setiap wilayah dengan potensi yang berbeda memerlukan sarana penghubung.

Pun terkait pergerakan barang dan manusia dari barat ke timur dan sebaliknya, perlu infrastruktur yang efisien.

Dikutip dari situs resmi Kantor Staf Presiden, ksp.go.id, disebutkan, pembangunan jalan dan jalan tol, pembukaan jalur baru kereta api, perluasan bandara lama maupun membangun bandara baru, hingga renovasi, serta mendirikan pelabuhan baru, dilakukan untuk memastikan lalu lintas orang dan barang memberi manfaat besar bagi warga. 

Bila antartitik dalam wilayah hingga antarpulau tersambung dalam jaringan insfrastruktur yang kokoh, maka akan menjadi menjadi pusat ekonomi. Ujung-ujungnya, pusat ekonomi baru bermunculan, sehingga kue ekonomi lebih merata.

Melalui Peraturan Presiden Nomor 58/2017, pemerintah menambah sembilan proyek strategis untuk kawasan luar Jawa. Proyek strategis nasional itu meliputi jalan, bandara, pelabuhan, dan bendungan.

Di sejumlah wilayah Tanah Air, Kalimantan terdapat 24 proyek senilai Rp564 triliun, Sulawesi (27 proyek, Rp155 triliun), serta Maluku dan Papua (13 proyek, Rp444 triliun). 

Proyek lainnya di Bali dan Nusa Tenggara sebanyak 15 proyek dengan nilai Rp11 triliun. Selanjutnya di Sumatera dengan 61 proyek senilai Rp638 triliun. 

Presiden Jokowi mengatakan, hingga 2018, pemerintah masih fokus pada pembangunan di sektor infrastruktur. "Karena itu, anggaran pun kita fokus di infrastruktur," ujar Jokowi, saat penyerahan sertifikat kompetensi pemagangan di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja, Bekasi, Jawa Barat, Rabu 27 Desember 2017.

Bahkan, sebelumnya di hadapan chief executive officer (CEO) se-Asia dalam Bloomberg The Year Ahead, awal Desember 2017, Jokowi menyebut telah melakukan pengembangan infrastruktur terbesar sepanjang sejarah Indonesia.

Jokowi saat itu menceritakan, awal kepemimpinannya pada 2014, situasi ekonomi domestik maupun global cukup sulit. Anggaran habis tersedot untuk subsidi salah satunya untuk bahan bakar minyak (BBM). 

Akhirnya diputuskan untuk mencabut 80 persen subsidi. Jokowi menjelaskan, pencabutan itu memberi ruang fiskal hingga US$20 miliar setiap tahunnya. Saat itu, menurut mantan wali kota Solo itu, fokus pada pembangunan infrastruktur dimulai. 

"Kita sudah di jalur yang benar untuk menyelesaikan berbagai proyek infrastruktur itu hanya dalam lima tahun pemerintahan," ujar Presiden Jokowi, Rabu 6 Desember 2017.

***
Tiga Reformasi Percepatan Infrastruktur

Seiring dengan keseriusan mempercepat pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah, pemerintah menerapkan tiga reformasi. Tiga reformasi itu di bidang fiskal, institusi, dan peraturan.

Tujuannya, seperti dikutip dari situs resmi Kantor Staf Presiden, ksp.go.id, reformasi itu untuk memudahkan proses pembiayaan hingga pengadaan tanah yang kerap jadi kendala utama.

Untuk reformasi fiskal, pemerintah melakukan viability gap funding, land revolving fund, panduan pembagian risiko, dan availability payment. Viability gap funding adalah fasilitas untuk meningkatkan kelayakan finansial proyek dengan memberikan kontribusi pada biaya konstruksi maksimum 49 persen.

Selanjutnya, untuk land revolving fund, sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 220 Tahun 2010, dana bergulir untuk pengadaan tanah jalan tol sebagai dana talangan untuk percepatan pengadaan tanah yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Sementara itu, terkait panduan pembagian risiko, PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia menerbitkan panduan alokasi risiko dan upaya mitigasi untuk proyek kerja sama pemerintah dengan badan usaha. 

Untuk availability payment, diatur melalui penerbitan PMK No. 190/2015 dan Permendagri No. 96/2016. Skema pembayaran ketersediaan layanan oleh pemerintah selama masa konsensi setelah aset selesai dikerjakan pihak swasta agar proyek memenuhi persyaratan bank.

Pada reformasi institusi, Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas berperan dalam percepatan penyediaan infrastruktur prioritas. Selain itu, potensi pengembangan mandat PT PII untuk memberikan penjaminan proyek di luar kerja sama pemerintah dan badan usaha.

Selanjutnya, Badan Layanan Umum- Lembaga Manajemen Aset Negara mendukung pendanaan pengadaan tanah untuk proyek strategis nasional. Selain ada unit kerja sama pemerintah dan swasta, penggabungan PT Sarana Multi Infrastruktur dan Pusat Investasi Pemerintah, perannya berkembang menjadi lembaga pembiayaan infrastruktur.

Terkait reformasi peraturan, terdapat direct lending melalui penerbitan Perpres No.82/2015. Diatur pemberian jaminan untuk pinjaman langsung ke BUMN, sehingga mempercepat proses penyediaan pendanaan proyek.

Untuk pengadaan tanahnya diatur dengan Perpres No.148/2015. Mengatur upaya untuk percepatan pengadaan tanah sesuai UU No.2/2012.

Selain itu, pada reformasi ini, pemerintah meluncurkan paket kebijakan ekonomi. Pemerintah melakukan deregulasi kebijakan dan peraturan yang menghambat infrastruktur.

Selain itu, dibentuk satuan kerja di Kementerian Perekonomian untuk memastikan efektivitas dan implementasi kebijakan tersebut.

***

Anggaran Infrastruktur

Untuk menggenjot infrastruktur yang menjadi fokus pada 2018, pemerintah mengalokasikan anggaran hingga Rp410,4 triliun. Jumlah anggaran itu berasal dari total Anggaran belanja negara yang mencapai Rp2.220,7 triliun.

Meski meningkat 5,2 persen dibandingkan outlook 2017, anggaran tersebut dinilai masih belum ideal, yakni 5 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Dikutip dari ringkasan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2018, pada Jumat 8 Desember 2017, disebutkan dana infrastruktur 2018 tersebut nantinya akan tersebar di kementerian/lembaga dan daerah .

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mendapat Rp104,7 triliun, Kementerian Perhubungan Rp44,2 triliun, Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp33,9 triliun dan investasi pemerintah (PMN dan LMAN) Rp41,5 triliun.

Penggunaannya memiliki sasaran seperti membangun jalan baru 832 kilometer, pembangunan jalan tol 33 kilometer, pembangunan jembatan 15.373 meter, dan prasarana kereta api sepanjang 639 kilometer.
 
Selain itu, pada 2018 pemerintah menargetkan membangun bandara baru di delapan lokasi, peningkatan internet desa di 110 lokasi, dan pembangunan BTS di daerah terisolasi di 380 lokasi.

Sementara itu, untuk penyediaan dan kualitas perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di 2018 pemerintah menargetkan membangun 13.405 unit rumah susun dan memberikan bantuan stimulan untuk 174.300 ribu unit rumah.

Guru Besar Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia, Bambang Laksmono, mengatakan, ada tiga aspek yang dinilai bisa memengaruhi percepatan pembangunan infrastruktur yaitu konektivitas, komoditas, dan sumber daya.

Dalam diskusi dan pameran foto 'Pembangunan Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal', di kampus Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, awal pekan ini, Bambang mengatakan, percepatan infrastruktur telah menjadi prioritas program pemerintahan Joko Widodo. 

Proyek pembangunan tol, akses jalan hingga renovasi bandara terus dikebut di era Presiden Jokowi di berbagai daerah termasuk luar Jawa. Akses transportasi pun mendapat dampak positif dari kebijakan ini.

Bagi dia, konektivitas, komoditas, dan sumber daya memang saling terkait. Tiga aspek ini tak bisa dipisahkan. Kajian sosial ini diperlukan agar infrastruktur yang menunjang transportasi bisa mewujudkan rasa berkeadilan. Persoalan akses transportasi seperti daerah Indonesia bagian timur dinilainya akan terjawab.

"Ketiganya harus saling menunjang dalam infrastruktur. Komoditas, konektivitas, dan optimalisasi sumber daya lokal jadi aspek kunci pembangunan," kata Bambang dikutip VIVA, dalam keterangannya, Senin, 25 Desember 2017.

***

Sasaran Empuk Korupsi

Megaproyek di sektor infrastruktur Tanah Air memang makin menggeliat. Namun, situasi itu bisa rawan, karena berpotensi dimanfaatkan secara tak benar.

Setidaknya, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut, infrastruktur di era Presiden Joko Widodo sangat empuk menjadi sumber korupsi. Sektor itu disebut rawan korupsi, karena anggaran berlimpah, sedangkan pengawasan lemah.

"Makanya kemudian, syarat agar program Jokowi sukses, program pembangunan infrastruktur ya dimulai dengan pemberantasan korupsi," kata Koordinator ICW, Ade Irawan di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 27 Desember 2017.

Upaya itu, menurut Ade, untuk memastikan agar program infrastruktur ini tidak diselewengkan. Dia menyebut, titik rawan korupsi infrastruktur itu dimulai dari proses perencanaan anggaran, adanya proses 'bagi-bagi', pengaturan spesifikasi barang dan lain sebagainya.

ICW meminta kepada Presiden Jokowi agar memperhatikan proses-proses yang bebas korupsi. Langkah itu agar pemerintahan saat ini tidak terlena dengan berbagai kebijakan pembangunannya.

"Ini harus jadi perhatian Jokowi. Bukan cuma bangun-bangun saja. Anggaran besar, kalau dikorupsi konsekuensinya banyak. Soal kualitas infrastruktur, ketahanannya, ini bisa jadi masalah,” tutur Ade.

Sementara itu, meski masih fokus pada infrastruktur, Jokowi bukan berarti melupakan sektor sumber daya manusia dilupakan. Sebab, selesai pemerintah fokus pada infrastruktur, Presiden menginginkan langsung tancap gas fokus pada pengembangan SDM. 

"Infrastruktur nanti mulai berkurang. Kita masuk ke pembangunan SDM secara besar-besaran," kata Jokowi.