Lembar Baru Mobil China

DFSK Glory 580.
Sumber :
  • VIVA/Jeffry Yanto

VIVA – Sebagai salah satu negara produsen produk otomotif, China tidak bisa dipandang sebelah mata. Jumlah kendaraan yang diproduksi dan juga dikonsumsi di negara tersebut sangat mencengangkan.

Pada awal 2000, China hanya menempati urutan kelima dalam hal produksi kendaraan. Posisinya perlahan-lahan naik, hingga akhirnya sukses menempati peringkat pertama sebagai negara pembuat mobil terbanyak.

Berdasarkan data dari Organisation Internationale des Constructeurs d'Automobiles atau OICA, jumlah kendaraan yang diproduksi di China pada 2009 mencapai 13,7 juta unit.

Angka tersebut jauh lebih tinggi ketimbang Jepang yang hanya 7,9 juta unit dan Amerika Serikat dengan 5,7 juta unit. Disusul oleh Jerman dengan 5,2 juta unit dan Korea Selatan 3,5 juta unit.

Prestasi itu masih dipegang oleh negara tersebut hingga saat ini. Tahun lalu, produksi mobil di Negeri Tirai Bambu itu menyentuh angka 28 juta unit, mengalahkan AS yang ada di posisi kedua dengan selisih 16 juta unit.

Jumlah tersebut tentu tidak semuanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri negara tersebut. Menurut berita yang dilansir dari Chinadaily, ekspor mobil dari China paling banyak yakni 1 juta unit.

Meski kelihatannya tidak banyak, namun angka tersebut sudah setara dengan jumlah produksi mobil yang dilakukan di Indonesia saat ini.

Selain produksi di dalam negeri, beberapa produsen mobil asal China juga mengembangkan sayap ke beberapa negara yang dianggap potensial. Salah satunya Indonesia.

Saat mengobrol dengan Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Yohannes Nangoi, beberapa waktu lalu, VIVA sempat menanyakan soal potensi masuknya produsen asing ke Tanah Air.

Menurutnya, pasar otomotif Indonesia masih bisa tumbuh besar. Hal ini didasarkan pada fakta jumlah kepemilikan kendaraan bermotor.

“Di Indonesia per 1.000 penduduk itu cuma ada 80 mobil. kalau kita jadi 100 mobil per 1.000 orang, berarti kita bisa jual lima juta mobil,” tuturnya kepada VIVA.

Menurutnya, Gaikindo juga siap menyambut para pemain baru dengan tangan terbuka. Hanya saja, setiap produsen baru harus mengikuti aturan yang ada.

“Indonesia begitu besar pasarnya, cuma memang harus dijaga. Bangun pabrik di Indonesia, mereka mempekerjakan pegawai orang Indonesia, bikin mobil di sini dan itu jadi basis ekspor,” tuturnya.

***

‘Serangan’ kedua

Mobil merek China bukan barang baru bagi masyarakat Indonesia. Sekitar delapan tahun lalu, beberapa produsen mobil asal China mencoba peruntungan di Tanah Air.

Ada dua merek yang cukup terkenal, Chery dan Geely. Keduanya menyasar segmen yang kala itu persaingannya tidak terlalu ketat, yakni mobil perkotaan atau city car dan sedan.

Malang, keduanya harus menelan pil pahit. Stigma akan produk China yang kualitasnya diragukan serta kurangnya penetrasi pasar membuat dua merek tersebut harus mengaku kalah dari para pemain asal Jepang.

Hal seperti ini sebelumnya juga pernah dialami oleh pabrikan Jepang di Indonesia. Usai 1945, kebanyakan pembeli mobil di Tanah Air memilih merek Amerika atau Eropa.

Hal itu tertuang dalam buku “Sejarah Mobil dan Kisah Kehadiran Mobil di Negeri Ini” karya pengamat otomotif James Luhulima. Dalam buku tersebut, ia menceritakan bagaimana dulu mobil Jepang mendapat citra yang buruk.

“Mereka menyebut bodi mobil Jepang yang tipis itu terbuat dari blek atau kaleng kerupuk yang menggunakan seng sebagai bahan dasar,” kata James dalam bukunya.

Namun pelan-pelan, pabrikan mobil Jepang mulai dipercaya. Bahkan, saat ini pasar mobil dan motor nasional dikuasai merek dari Negeri Matahari Terbit itu.

Hal itu pula yang tampaknya membuat produsen mobil merek China berani datang ke Indonesia. Tahun ini, dua merek baru hadir untuk meramaikan pasar kendaraan roda empat.

Kedatangan Wuling dan Sokon dari China diiringi dengan investasi yang total nilainya lebih dari Rp10 triliun. Wuling membawa Rp9 triliun, sisanya berasal dari Sokon.

Kedua merek mobil tenar di China ini langsung mendirikan pabrik berskala besar. Wuling menempati lokasi di Cikarang, Jawa Barat. Sementara, Sokon memilih area di Serang, Banten.

Baik Wuling maupun Sokon juga mengincar pasar yang sedang jadi tren di Indonesia. Produk perdana Wuling adalah Confero S, mobil keluarga dengan kapasitas tujuh penumpang.

Sokon awalnya juga membuat mobil keluarga, namun tiba-tiba rencana peluncurannya dibatalkan. Mobil tersebut digantikan oleh model lain yang masuk dalam segmen sport utility vehicle atau SUV, DFSK Glory 580.

"Dari awal sudah produksi MPV di sini. Tapi kelihatannya, dari hitung-hitungan pasarnya kami tahan dulu,” ungkap Chief Executive Officer PT Sokonindo Automobile, Alexander Barus.

***

‘Amunisi’ lengkap

Kehadiran Sokon disambut baik oleh Wuling Motors Indonesia. Hal ini seperti disampaikan oleh Brand Manager Wuling Motors Indonesia, Dian Asmahani.

"Melihat banyaknya produk baru, terus ada juga merek baru seperti kami ya intinya bagus buat konsumen di Indonesia. Konsumen jadi punya banyak pilihan di berbagai jenis dan kelas mobil," kata Dian saat dihubungi VIVA.

Untuk bisa dipercaya oleh konsumen, Wuling dan Sokon sama-sama tahu bahwa menjual produk yang bagus tidaklah cukup. Mereka perlu memperkokoh sisi purna jual.

Menurut hasil riset VIVA, saat ini Sokon telah memiliki 30 diler dan Wuling 45 diler. Keduanya juga ingin agar bisa membangun hingga ratusan diler dalam waktu beberapa tahun ke depan.

Wuling mengaku bahwa tidak mudah mendapatkan kepercayaan dari konsumen. Apalagi, Indonesia punya catatan buruk soal mobil merek China.

“Wuling menargetkan, 2-3 tahun bisa dipercaya sepenuhnya oleh konsumen di Indonesia,” ujar Vice President of Vehicle Sales, Service and Marketing Wuling Motors, Cindy Cai.

Harga menjadi faktor penentu berikutnya. Masuk segmen MPV kelas rendah, Confero dijual lebih murah dari kompetitornya, yakni mulai Rp128 jutaan.

DFSK Glory 580 juga digadang-gadang bakal lebih murah Rp100 jutaan dari Honda CR-V versi baru. Namun, fiturnya tidak kalah canggih.

Soal pengembangan ke depan, Sokon tampaknya sudah berpikir matang. Mereka mengaku siap memproduksi mobil listrik di Indonesia dan memasarkannya secara global.

"Saya juga baru pulang dari Santa Clara, AS. Ada 150 insinyur kami yang meneliti perkembangan mobil listrik. Kerja sama dengan salah satu pendiri Tesla, Martin Eberhard," ujar Alexander.

Saat awal peluncuran, Wuling sempat semringah. Penjualan Confero berhasil mengalahkan pendatang baru, Mitsubishi Xpander.

Meski kemudian keadaan berbalik, namun ini menunjukkan bahwa rakyat Indonesia mulai mempercayai produk otomotif asal China.

Hanya saja, perlu waktu lebih lama untuk mengetahui apakah Wuling dan Sokon bisa menjaga kepercayaan yang diberikan oleh konsumen mereka. (one)