Menelisik Vonis 1,5 Tahun Penjara untuk Buni Yani

Buni Yani di persidangan.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Agus Bebeng

VIVA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas 1A Bandung akhirnya menjatuhkan vonis kepada Buni Yani dalam kasus pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Satu tahun enam bulan penjara atau 1,5 tahun menjadi putusan untuknya.

Hakim M Saptono yang memimpin jalannya persidangan menyatakan pria kelahiran Lombok, 16 Mei 1969, itu terbukti bersalah telah mengubah dan mengunduh video pidato mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Buni melanggar pasal 32 ayat 1 junto Pasal 28 ayat 1 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

"Mengadili terdakwa dengan hukuman satu tahun enam bulan penjara. Dan diperintahkan untuk segera ditahan," ujar Saptono di ruang sidang Bapusipda Kota Bandung Jawa Barat, Selasa, 14 November 2017.

Dibandingkan dengan tuntutan jaksa, vonis tersebut lebih ringan. Pada persidangan 3 Oktober 2017 lalu, jaksa meminta majelis hakim menjatuhkan pidana hukuman dua tahun penjara dan membayar denda sebesar Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan. [Baca: Buni Yani Berharap Hakim Dilaknat Allah]

Saptono menegaskan Buni terbukti telah mengubah isi dokumen elektronik dan mengunduh tanpa hak video Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat pidato di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 yang lalu. Sejumlah unsur pidana dalam UU ITE pun terpenuhi.

"Dengan tambahan caption, telah dapat disimpulkan unsur menambah, unsur cara apapun, telah terpenuhi. Menimbang unsur pasal 32 ayat 1 jo pasal 28 UU ITE telah terpenuhi, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan sebagai dalam dakwaan," tegasnya.

"Berdasarkan fakta hukum terdakwa telah mengunduh tanpa izin melalui akun Facebook. Unsur tanpa hak telah terpenuhi. Unsur merusak, menghilangkan, menambah, mengurangi, terdakwa telah memenuhi unsur alternatif tersebut," tambah Saptono.

Dalam mengambil keputusan Saptono dan para anggota majelis hakim juga mendasarkan pada dua pertimbangan yaitu meringankan dan memberatkan. Untuk pertimbangannya meringankan, mereka menilai Buni memiliki tanggungjawab keluarga dan belum pernah dihukum. Sedangkan yang memberatkan, lulusan Fakultas Sastra Inggris Universitas Udayana, Bali, itu dianggap tidak memberikan contoh yang baik kepada masyarakat selaku seorang akademisi.

Meskipun demikian, Saptono mengingatkan bahwa keputusan itu masih belum berkekuatan hukum tetap. Karena masih ada proses sidang berikutnya.

Setelah vonis dibacakan, Buni pun menyatakan sikapnya. Awalnya dia belum mengambil langkah apakah akan mengajukan banding atau tidak. "Kami pikir-pikir selama tujuh hari," kata Buni di hadapan majelis hakim.

Setelah itu, Ketua tim penasihat hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian, menyatakan lain. Dia dan kliennya akan melanjutkan proses persidangan ke ranah Pengadilan Tinggi alias melakukan perlawanan.

"Kami akan banding karena fakta-fakta persidangan tidak sesuai karena tadi ribut. Tinggal kami sampaikan minggu depan," ujar Aldwin kepada majelis hakim di ruang sidang.

Pada putusan tersebut, Aldwin juga mengatakan tidak ada instruksi penahanan untuk Buni. Lelaki yang juga pernah menjadi wartawan itu seusai menjalani sidang langsung berorasi dan pulang ke Depok Jawa Barat. "Saya tidak mendengar perintah soal eksekusi," kata Aldwin.

Tak cukup sampai di situ, mereka bahkan berencana melaporkan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas 1A Bandung M Saptono beserta empat anggota majelis lainnya ke Komisi Yudisial dalam waktu dekat ini. Alasannya, mereka menilai majelis hakim menjatuhkan putusan tanpa memperhatikan fakta-fakta persidangan.

***

Kronologi Kasus Buni Yani

Kasus Buni Yani tersebut berawal pada 6 Oktober 2016. Ketika itu, Buni mengunggah potongan video pernyataan Ahok selaku Gubernur DKI Jakarta di Kepulauan Seribu yang mencomot salah satu isi Alquran, Surat Al-Maidah ayat 51, di akun Facebooknya, SBY alias Si Buni Yani. Pada postingan itu, pria yang pernah menjadi dosen di London School of Public Relations (LSPR) itu juga menuliskan transkrip pidato Ahok tapi tidak menuliskan kata "pakai".

"Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu enggak bisa pilih saya. Dibohongi pakai surah Al-Maidah 51, macam-macam itu," kata Ahok.

Postingan itu segera menjadi viral di media sosial. Banyak kalangan muslim menilai Ahok sudah menistakan Alquran. Akibatnya terjadi gelombang aksi yang diikuti jutaan orang di Jakarta yang antara lain pada 14 Oktober 2016, 4 November 2016, dan 2 Desember 2016.

Ahok sendiri kemudian menjadi tersangka dan terdakwa. Dia dijerat dengan Pasal 156 a atau Pasal 156 KUHP tentang penistaan agama, dengan ancaman penjara paling lama lima tahun. Pada prosesnya, Pengadilan Negeri Jakarta Utara kemudian menjatuhkan hukuman dua tahun penjara.

Buni mengakui sudah mengupload video berdurasi sekitar 31 detik tersebut. Tapi dia membantah sudah memotong, mengedit, atau mengubah video itu. Dia mengaku mendapatkannya dari media NKRI yang dia sebut menampilkannya lebih dahulu.

Satu hari setelahnya, Komunitas Advokat Ahok-Djarot atau Kotak Adja melaporkan Buni ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan melanggar UU ITE. Mereka menilai tindakan yang bersangkutan itu menimbulkan kebencian berdasarkan suku, ras, dan agama atau SARA.

Pada 10 Oktober 2016, Buni bersama kuasa hukumnya melaporkan balik Kotak Adja ke Polda Metro Jaya terkait pencemaran nama baik. Lalu pada 7 November 2016, Buni membantah telah menyunting video Ahok.

Kemudian pada 23 November 2016, Polda Metro Jaya memeriksa Buni sebagai terlapor atas tudingan penyuntingan video Ahok tersebut. Setelah 8 jam memeriksa, penyidik lantas menetapkan Buni sebagai tersangka kasus penghasutan berbau SARA dengan ancaman pidana enam tahun penjara seperti diatur dalam pasal 28 ayat 2 dan pasal 45 ayat 2 UU ITE.

Sebagai bentuk perlawanan, pada 5 Desember 2016, Buni mengajukan gugatan praperadilan. Namun langkah ini kemudian kandas.

Pada 13 Juni 2017, sidang perdana kasus Buni Yani digelar di Pengadilan Negeri Bandung. Dan 3 Oktober, jaksa membacakan tuntutan padanya yaitu pidana penjara selama 2 tahun dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan. Akhirnya, Selasa, 14 November 2017, majelis hakim menjatuhkan hukuman 1,5 tahun penjara. (umi)