Di Balik Sukses Penyelenggaraan Haji 2017
- VIVA.co.id/Eko Priliawito
VIVA – Musim haji tahun 2017 atau 1438 hijriah telah usai. Berbagai peristiwa dan catatan mewarnai penyelenggaraan haji tahun ini. Maklum, haji tahun ini memang berbeda dari yang tahun-tahun sebelumnya. Dari sisi jumlah, jemaah haji tahun 2017 ini memang lebih banyak dari musim haji tahun 2015-2016, yakni 221.000 jemaah.
Pada musim haji 2015-2016, jumlah jemaah haji berjumlah 168.800 orang. Artinya, di tahun 2017 ini naik sebanyak 52.200 jemaah. Penambahan jumlah jemaah ini tak sebanding dengan jumlah petugas haji yang berjumlah 3.500 petugas. Petugas haji hanya naik sedikit dari tahun 2016, yakni 3.250 petugas.
Meskipun jumlah jemaah haji tahun ini yang terbanyak, tapi nyaris tak banyak temuan dan peristiwa yang terjadi selama penyelenggaraan ibadah haji tahun 2017. Bahkan terbilang minim insiden dan sukses dalam pelaksanaannya.
Badan Pusat Statistik (BPS) dalam survei Indeks Kepuasan Jemaah Haji Indonesia (IKJHI) di Arab Saudi pada tahun 1438 H/2017 M membeberkan angka kepuasan jemaah sebesar 84,85 persen, atau naik 1,02 poin dibanding tahun 2016. BPS memberikan penilaian penyelenggaraan haji tahun 2017 ini tergolong 'Memuaskan'.
Survei BPS ini mengambil sampel sebanyak 14.400 jemaah haji yang diambil secara acak, selama dua gelombang. Ada pula kuesioner khusus dengan menggunakan convenience sampling terhadap 4.100 jemaah, sehingga total respondennya sebanyak 18.500 jemaah.
Dalam survei ini memberikan gambaran untuk mengukur kepuasan jemaah haji, membuat kajian analisis, serta melakukan tindak lanjut perbaikan terhadap aspek-aspek pelayanan yang diberikan selama penyelenggaraan ibadah haji.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, berdasarkan jenis pelayanan, indeks tertinggi dicapai pada jenis pelayanan transportasi bus antar kota yang sebesar 88,23 persen. Disusul layanan Bus Sholawat sebesar 87,72 persen dan layanan petugas haji sebesar 87,38 persen.
Layanan transportasi bus antar kota menjadi yang tertinggi karena didukung oleh tampilan fisik bus yang naik 4,06 poin (dibanding tahun 2016), kerapian dan kebersihan bus naik 3,92 poin, dan juga kelengkapan fasilitas dalam bus yang meliputi kursi, pendingin udara dan lain-lain yang naik 3,37 poin.
"Sedangkan pelayanan tenda di Armina (Arafah-Muzdalifah-Mina) merupakan indeks kepuasan terendah, yaitu sebesar 75,55 persen atau turun 1,75 poin," kata Suhariyanto dalam konferensi pers Indeks Kepuasan Jemaah Haji Indonesia di kantor BPS, Rabu, 1 November 2017.
Pria yang akrab disapa Kecuk itu menuturkan, penurunan layanan tenda di Armina ini disebabkan oleh kesesuaian ukuran atau kapasitas tenda dengan jemaah haji per tenda yang turun 6,6 poin, cara pengaturan penempatan jemaah haji di tenda turun 4,44 poin dan kenyamanan dan kebersihan tenda yang ditempati turun 3,38 poin.
Kendati perbaikan pelayanan tenda di Arafah memperoleh apresiasi yang positif dari jemaah haji, namun sebaliknya, bertambahnya kuota jemaah haji reguler Indonesia belum diimbangi dengan pertambahan jumlah tenda yang memadai di Mina.
"Sehingga, secara keseluruhan jemaah haji merasa belum puas dengan pelayanan tenda di Armina," ujar Suhariyanto.
Sementara untuk indeks tertinggi hingga terendah berdasarkan Daerah Kerja (Daker) atau Satuan Operasi (Satop) berturut-turut adalah Daker Bandara 87,16 persen, Daker Mekkah 86,94 persen, Daker Madinah 85,79 persen, dan Satop Armina 81,20 persen.
Tertinggi Sejak 2010
Suhariyanto memaparkan, survei Indeks Kepuasan Jemaah Haji (IKJHI) tahun 2017/1438 Hijriah sebesar 84,85 persen merupakan indeks kepuasan tertinggi dalam 8 tahun terakhir. Ini merupakan survei kedelapan yang dilaksanakan BPS sejak tahun 2010. "Nilai IKJHI ini termasuk dalam kriteria 'memuaskan'," kata Suhariyanto.
Artinya, kata dia, pemerintah Indonesia melalui Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi dan semua unsur yang terlibat telah mampu mengakomodasi 84,85 persen harapan jemaah haji Indonesia terhadap layanan yang dibutuhkan selama pelaksanaan ibadah haji di Arab Saudi.
"Dengan kata lain, masih ada 15,15 persen dari harapan jemaah haji yang belum dapat dipenuhi oleh Pemerintah Indonesia," tegasnya.
Data BPS menunjukkan bahwa IKJHI tahun 2010 berada pada angka 81,45 persen, tahun 2011 naik menjadi 83,31 persen. Tahun 2012 turun di 81,32 persen, kemudian naik lagi 82,69 persen di tahun 2013. Tahun 2014 sempat turun di 81,52 persen dan naik lagi di tahun 2015 sebesar 82,67 persen.
Sedangkan untuk tahun 2016 berada pada angka 83,83 persen. Dan, IKJHI tahun 2017 kembali naik menjadi 84,85 persen. Indeks Kepuasan tahun 2017 naik 1,02 poin dari tahun 2016.
Foto: Indeks Kepuasan Jemaah Haji Indonesia 2017 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS).
"Kenaikan ini tidak lepas dari berbagai upaya pemerintah Indonesia dalam meningkatkan baik secara kualitas maupun kuantitas terhadap pelayanan, pembinaan, dan perlindungan kepada jemaah haji Indonesia," ujar Suhariyanto.
Merespons survei BPS ini, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan rasa syukurnya atas pencapaian ini. Sekali pun awalnya, Lukman merasa tak percaya diri dengan fakta jumlah jemaah haji tahun ini mengalami penambahan luar biasa dari 168.800 menjadi 221.000, atau bertambah 52.200 jemaah.
Di sisi lain, penambahan jumlah petugas haji tahun ini tidak signifikan, hanya bertambah 250 orang dari 3.250 petugas di tahun lalu menjadi hanya 3.500 petugas di tahun ini. Dengan rasio perbandingan 1 petugas melayani 63 jemaah. Menurut Menag, rasio perbandingan ini sangat tidak ideal.
"Karenanya kami merasa bersyukur hasil indeks kepuasan jemaah haji 2017 angkanya 84,85. Artinya sejak 2014, sejak pemerintahan Jokowi-JK ini mengalami tren yang terus naik," kata Lukman yang juga menghadiri hasil survei BPS tersebut.
Menag sangat bersyukur karena salah satu poin yang cukup baik peningkatannya adalah layanan petugas haji. "Ini akan sangat membesarkan hati kita karena akan menaikkan spirit, memotivasi kita untuk bekerja lebih baik lagi," ujar Lukman Hakim.
Masalah di Armina
Di tengah pencapaian itu, Lukman mengakui masih ada indeks pelayanan jemaah haji yang rendah. Diantaranya adalah masalah katering di Arafah-Mina, lalu layanan bus di Arafah-Mina, dan layanan tenda di Mina.
Lukman menyadari pemerintah tak punya kebebasan penuh dalam mengatur keperluan 221.000 WNI yang berhaji. Karena bagaimana pun penyelenggaraan ibadah berada di negara lain, yang punya budaya, iklim cuaca dan regulasi yang berbeda. "Tentu kami sebagai penyelenggara tidak punya keleluasaan penuh mengatur jemaah kita," kata Lukman.
Mantan Wakil Ketua MPR itu mengakui pelayanan di Arafah-Mina memang lebih minim dibanding Mekah-Madinah. Apalagi di Arafah-Mina, jemaah tinggal di tenda, tidak seperti di Mekah-Madinah yang tinggal di hotel. Hal itu menurutnya juga mempengaruhi kualitas katering.
"Kateringnya juga, dikelola oleh perusahaan katering yang di tengah cuaca yang panas, itu cepat sekali perubahan. Katering disuplai dari dapur di Arafah-Mina. Kualitasnya bisa dibandingkan dengan katering di sebuah perusahaan katering yang baik, dibanding dapur umum yang ada di Arafah-Mina," terang Lukman.
Di Arafah-Mina juga katanya, pemerintah tidak memiliki keleluasaan untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Berbeda dengan di Madinah dan Mekah, di mana pemerintah bisa menentukan hotel dan transportasinya.
"Di Arafah-Mina, bus yang digunakan itu sepenuhnya ditentukan oleh Organda (Arab Saudi). Jadi kita tidak bisa memilih bus-bus yang baik. Jadi ini bukan karena excuse, tapi kita sudah memprediksi bahwa pelayanan yang boleh jadi rendah dibanding yang lain itu adalah pelayanan di Arafah," paparnya.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR yang juga anggota Tim Pengawas Haji, Iskan Qolba Lubis, tak menampik memang ada peningkatan signifikan dalam penyelenggaraan haji 2017. Mulai dari pemondokan, katering hingga layanan transportasi dan mobilisasi jemaah haji diperhitungkan dengan baik.
"Kondisi di Arafah cukup bagus karena tenda-tenda tahun ini diupgrade atau ditingkatkan dengan tenda-tenda lama diganti plus kipas angin dengan AC," kata Iskan ketika dihubungi VIVA.co.id, Rabu 1 November 2017.
Namun menurut Iskan, masalah besar justru terjadi di Mina, karena ruang yang diberikan kepada jemaah haji terlalu kecil dan tidak nyaman. Penyebabnya kata dia, karena kemah jemaah Indonesia tercampur dengan jemaah haji furoda atau jemaah non kuota. "Berdempetan dan sulit untuk istirahat," ujar Iskan.
Sementara terkait minimnya petugas haji, politikus PKS ini mengatakan hal itu terjadi karena Kemenag menyewa pemondokan yang tidak terkonsentrasi pada satu tempat. "Tapi berserakan, membuat petugas tidak efesien dalam bertugas, dan banyak jemaah kesasar," tegasnya.
Foto: Indeks Kepuasan Jemaah Haji Indonesia 2017 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS).