Kejayaan Mobil Bensin Mulai Rontok
- REUTERS/Toru Hanai
VIVA – Perlahan tapi pasti, era baru industri otomotif telah tiba. Peran mobil berbahan bakar fosil yang selama ini diandalkan banyak orang mulai digeser dengan kehadiran mobil bermesin hybrid dan listrik.
Tak sekadar isu belaka, karena sejak lama banyak pabrikan otomotif sudah mempersiapkannya secara masak-masak. Kini tampaknya era itu perlahan dimulai.
Setidaknya ini tergambar pada ajang otomotif, Tokyo Motor Show 2017, yang sedang berlangsung di Jepang. Pameran yang rutin digelar itu jadi ajang pamer mobil hybrid dan listrik dunia.
Seluruh pabrikan berlomba-lomba menciptakan mobil tanpa emisi. Alasannya jelas, gaya hidup dan ketatnya regulasi sejumlah negara membuat pabrikan terus dituntut mengembangkan mobil demikian.
Toyota merupakan salah satu perusahaan otomotif yang melakukan hal sama. Mereka telah lama berkecimpung pada teknologi hybrid dan terus mengembangkan ke arah teknologi sepenuhnya listrik.
Di Tokyo Motor Show, Toyota menampilkan mobil konsep enam tempat duduk Fine-Comfort Ride, dan Sora, bus fuel-cell yang akan diluncurkan tahun depan.
Begitu pun dengan Daihatsu, jenama yang berada dalam dekapan bisnis Toyota. Dari lima mobil konsep Daihatsu yang dipamerkan, tak ada satu pun yang murni bermesin bensin. Kelimanya menggunakan pilihan mesin hybrid atau listrik.
"Ke depan kami akan fokus ke mesin elektrik atau hybrid," kata Presiden Daihatsu Motor Company Koichiro Okudaira dalam kesempatan wawancara dengan beberapa jurnalis Indonesia, termasuk VIVA, di Tokyo, pekan ini.
Memang, saat ini pabrikan Jepang tengah dikejar membuat mobil hybrid dan listrik yang ekonomis, dengan harga masuk akal alias bisa diterima masyarakat. Alhasil mereka kini fokus mencari teknologi alternatif semurah bensin.
"Sejauh ini green car melaju, tapi powertrain tenaga listrik adalah suatu keharusan," kata Okudaira. "Mobil listrik sangat cocok dengan mobil kecil yang digunakan orang setiap hari untuk berbelanja atau aktivitas lain karena hemat biaya dan perawatan".
Honda Motor Co juga punya kendaraan ramah lingkungan yang akan dirilis ke publik. Di antaranya mobil listrik kompak di Jepang pada 2020, menyusul Nissan Motor Co yang sukses membuat Leaf sejak 2010.
Selanjutnya, Harga Bakal Sama
***
Harga Bakal Sama
Mesin hybrid dan listrik memang terus menunjukkan pesonanya. Keduanya jelas berbeda, karena hybrid masih menggunakan bahan bakar dan dikawinkan dengan sebuah motor listrik. Teknologi ini menjadi jembatan sebelum nantinya teknologi listrik benar-benar 'booming', atau mengubah kebiasaan manusia agar tak tergantung dengan bahan bakar.
Sementara itu, listrik, benar-benar tanpa penggunaan bahan bakar. Tenaga penggerak sepenuhnya mengandalkan teknologi baterai lithium-ion. Keduanya makin dilirik, seiring makin langkanya BBM. Efek pada lingkungan juga jauh lebih sedikit dibanding kendaraan berbahan bakar minyak bumi.
Penjualan mobil hybrid belakangan juga terus melesat. Pada data 2014 saja, sekira sembilan juta mobil hybrid sudah terjual di seluruh dunia.
Seperti dikutip News18, Presiden Eksekutif Nissan Daniele Schillaci memperkirakan, ke depan harga sebuah mobil hybrid dan listrik akan sama dengan mobil bensin. Ini sesuai dengan kemajuan teknologi baterai lithium-ion dengan waktu pengisian lebih cepat dan biaya produksi lebih rendah.
"Dan kemudian, jika Anda memiliki harga yang sama, mengapa Anda membeli teknologi tradisional?" katanya.
Mobil listrik dan hybrid juga memiliki diferensiasi lebih baik, karena dianggap memiliki keunggulan dibanding bahan bakar hidrogen dalam menghadapi persaingan industri mobil di masa depan.
Chief Executive Daimler, Dieter Zetsche mengatakan, teknologi baterai lebih menarik karena menunjukkan kemajuan dalam dua hal, yakni bisa melaju sejauh 500 kilometer dan proses pengisian yang cepat, cukup 20 menit.
Harga baterai juga akan semakin murah nantinya. Dengan begitu, harga mobil listrik akan murah dan bakal terjadi di banyak negara. Saat ini, setengah dari biaya produksi mobil listrik memang dialokasikan untuk pembelian baterai. Jadi ketika harga baterai turun, harga mobil listrik akan turun sebesar 77 persen.
"Sebagai permulaan, hal ini akan menjadi lebih murah, dan orang-orang akan mulai menggunakan mobil listrik karena harga semakin dekat," kata Colin McKerracher, periset yang berbasis di London, seperti dikutip Autonews.
Sementara itu, menurut Gilles Normand, Wakil Presiden Senior Renault untuk pengembangan mobil listrik, total kepemilikan mobil listrik pada awal 2020-an, akan terus naik mengejar kepemilikan mobil konvensional. "Kami memiliki dua kurva. Salah satunya adalah pengurangan biaya teknologi mobil listrik, karena ada lebih banyak terobosan dalam biaya dan volume yang lebih banyak, sehingga biaya produksi mobil listrik turun," tuturnya.
Hal itu justru berbalik dengan biaya mobil ICE (internal combustion engine). Harganya diperkirakan naik akibat peraturan yang lebih ketat, terutama soal polusi udara.
Selanjutnya, Bagaimana Indonesia?
***
Bagaimana Indonesia?
Merebaknya tren mobil ramah lingkungan yang terus digaung-gaungkan produsen otomotif dunia sudah ditangkap pemerintah. Tak mau gagap dengan serbuan mobil masa depan, Kementerian Perindustrian ternyata sudah menyusun peta jalan atau roadmap bagi pengembangan industri otomotif nasional.
Salah satu langkah yang hingga kini masih digenjot adalah fokus mendorong produksi kendaraan beremisi karbon rendah atau low carbon emission vehicle (LCEV) sebagai penyempurnaan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 59 Tahun 2010.
Contohnya, mobil hybrid yang menggunakan dua sumber energi, bahan bakar minyak dan listrik serta mobil bertenaga listrik penuh.
Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, mengatakan, hingga saat ini ia sedang melakukan harmonisasi pada pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), agar nantinya insentif kendaraan berbasis LCEV lebih besar dari kendaraan konvensional.
"Kami sudah berbicara dengan Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia). Menargetkan pada tahun 2025, 20 persen atau 400 ribu kendaraan rendah emisi sudah bisa memasuki pasar di Indonesia," ujarnya saat ditemui di BSD, Tangerang Selatan, beberapa waktu lalu.
Dalam pembicaraan itu, Gaikindo memberi respons positif, serta saling bertukar masukan. “Produsennya mengaku sudah siap, begitu kebijakan yang kami buat ini diimplementasikan,” ujarnya.
Sementara itu, untuk pengembangan mobil listrik, telah tercakup dalam roadmap yang sedang digodok oleh Kemenperin. Bahkan, dalam waktu dekat, Kemenperin bersama pemangku kepentingan bakal melakukan uji coba terhadap 10 prototipe mobil listrik yang bisa dikategorikan laik jalan.
Dalam pengembangan mobil listrik ini, kata Airlangga, diperlukan infrastruktur dan teknologi yang memadai karena jumlah pemasok atau industri penunjangnya masih cukup sedikit dibanding produsen kendaraan yang ada saat ini.
Maka itu, guna mempercepat komersialisasi dan pengembangan produksi kendaraan hybrid dan listrik di dalam negeri, yang juga menjadi faktor terpenting, adalah pemberian insentif kepada produsen, baik itu insentif fiskal maupun nonfiskal. Dengan begitu, diyakini mampu memacu daya saing produksi lokal di kancah internasional.
“Mereka yang bisa memproduksi mobil hybrid atau listrik di Indonesia dalam waktu tertentu akan diberikan bea masuk yang rendah. Untuk harga, tergantung dengan tipe dan tipe berdasarkan kilowatt,” paparnya.
Sementara itu, dari kaca mata Gaikindo, tentu menyambut baik rencana tersebut. Namun, semua tergantung komitmen pemerintah seputar insentif yang diberikan kepada pelaku industri.
"Kalau perkembangan hybrid itu tergantung insentif dari pemerintah, karena kan harganya mahal sekali," kata Ketua Umum Gaikindo periode 2016-2019, Yohannes Nangoi.
Hingga saat ini, pria yang juga menjabat sebagai presiden direktur PT Isuzu Astra Motor Indonesia tersebut mengaku masih melihat secara keseluruhan kesiapan pemerintah.
"Saya juga harus melihat secara overall. Karena kesiapan pemerintah juga berpengaruh pada Euro4 dan segala macamnya. Saya juga belum menjajaki semuanya, sehingga masih terus mendalami ke arah sana. Saya akan lihat terus," kata Yohannes. (art)