Mengelak dari Jerat Investasi Bodong

ilustrasi investasi
Sumber :
  • Adri Prastowo

VIVA.co.id – Entitas, atau perusahaan keuangan tak berizin masih marak ditemukan saat ini. Buktinya, daftar perusahaan tak berizin, alias bodong yang dihentikan kegiatannya oleh Satuan Tugas Waspada Investasi, disingkat SWI, terus bertambah. 

Tercatat hingga September 2017, ada 48 entitas yang telah dibekukan kegiatannya oleh SWI. 11 lainnya telah menjalani proses hukum, karena tidak berizin dan diduga menyalahgunakan dana peserta untuk kepentingan pribadi, atau kelompok. 

Fenomena ini, sejatinya bermula pada masih rendahnya tingkat literasi, atau melek keuangan masyarakat. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tercatat baru 29,66 persen masyarakat Indonesia yang memahami investasi keuangan.

Celah rendahnya melek keuangan tersebut dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk menawarkan investasi dengan imbal hasil yang mengiurkan. Bahkan, keuntungan yang didapatkan di luar dari logika investasi pada umumnya. 

"Mudahnya masyarakat tergiur ingin cepat kaya itu dimanfaatkan pihak-pihak tertentu," kata Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam L. Tobing di Bogor, beberapa waktu lalu. 

Tongam menjelaskan, munculnya investasi memang sejalan dengan masih adanya permintaan dan penawaran. 

Senada dengan Tongam, Perencana Keuangan Andy Nugroho saat berbincang dengan VIVA.co.id mengungkapkan hal yang sama. Ada salah persepsi di masyarakat dalam berinvestasi, yaitu cenderung menginginkan risiko yang rendah dengan imbal hasil yang tinggi. 

"Ini pemahaman yang salah dan harus diubah. Kalau dijanjikan hasilnya bisa lebih besar, pasti risiko lebih besar. Tidak ada hasil besar, risiko kecil," kata Andy, Jakarta, Selasa 26 September 2017.

Rendahnya melek keuangan juga sering kali membuat para peserta terjebak oleh orang-orang dekatnya. Kepercayaan, harta pun diinvestasikan tanpa menelusuri terlebih dahulu entitas keuangan yang direkomendasikan tersebut. 

“Ada beberapa kasus seperti itu. Ditawarkan oleh atasan, karena dia merasa sudah percaya, maka dia ikut. Padahal, kita tidak tahu, apakah atasan yang bersangkutan itu ternyata juga tertipu. Untuk berjaga-jaga, harus dicek dulu jelas atau tidak,” katanya.

Berikutnya, awas investasi bodong>>>

***
 
Awas investasi bodong

Satgas Waspada Investasi (SWI) menerangkan, ada beberapa hal yang menjadi ciri-ciri kegiatan investasi bodong, atau ilegal. Yaitu, menjanjikan imbal hasil yang besar, jaminan minim risiko menjanjikan bonus dan cashbak apabila bisa merekrut anggota baru. 

Kemudian, sering kali penawaran investasi ilegal menyalahgunakan pernyataan pemuka agama, atau pejabat publik. Kemudian, berbadan hukum yang tidak jelas, serta berjanji, peserta dapat dengan mudah untuk mengambil kembali dana yang telah diinvestasikan. 

Menurut Perencana Keuangan Andy Nugroho, entitas investasi ilegal juga cenderung tidak bertahan lama di satu tempat. Sehingga, dapat terus beroperasi sebelum sempat ditindak oleh otoritas terkait. 

“Ciri khas investasi bodong itu hit and run. Mengambil uang sebanyak-banyaknya dari nasabah, setelah itu lari saja. Tidak perlu lama-lama, sehingga tidak perlu adanya izin,” ujarnya.

Sebagai contoh, entitas keuangan Dream For Freedom/Nesia yang telah dibekukan kegiatannya oleh SWI. Kegiatan usahanya adalah memperluas jaringan menjadi suatu komunitas yang saling bantu antar anggota dalam keuangan. 

Dengan pendaftaran Rp200 ribu, entitas keuangan ini membagi keanggotaan peserta awal menjadi tiga kategori. Silver dengan investasi Rp1 juta, Gold (Rp5 juta), dan Platinum (Rp10 juta. 

Setelah uang itu disetorkan, peserta pasif akan mendapatkan satu persen perhari dari total investasi dan dibagikan per 15 hari. Sementara itu, peserta aktif merekrut anggota baru mendapatkan berbagai bonus dan berkesempatan menjadi manajer investasi.

Ketika sudah mencapai level manajer, pengkategorian kembali dilakukan. Untuk Level Ruby akan mendapat insentif tambahan Rp5 juta per bulan, Emerald (Rp30 juta), dan Diamond (Rp100 juta). Asalkan uang yang didapatkan dari investasi yang dilakukan sejak menjadi anggota, diendapkan dengan jumlah tertentu. 

Uang para peserta yang di investasikan di  bisnis multi level marketing (MLM) ini juga tidak jelas juntrungannya. Sehingga, ada dugaan imbal hasil yang didapatkan peserta berasal dari para anggota-anggota baru yang berhasil dikelabuhi. 

Selain itu ada pula Koperasi Simpan Pinjam Pandawa Mandiri Group. Peserta investasi ini tergiur dengan imbal hasil yang diberikan, yaitu 10 persen setiap bulannya, melebihi bunga deposito yang kini ada di kisaran 4,25 -6,5 persen per tahun. 

Pandawa diketahui mendapatkan keuntungannya dari bunga yang dibebankan oleh krediturnya yang sebesar 12.5 persen, dan untuk non anggota dan 15 persen per tiga bulan untuk anggota. Dana anggota yang ditanamkan juga tidak bisa di tarik dalam periode tertentu sesuai kesepakatan. 

Dengan beberapa gakta ini, Tongam mengimbau kepada masyarakat, agar sebelum melakukan investasi untuk lebih berhati-hati. Dan, memastikan pihak yang menawarkan investasi tersebut memiliki perizinan dari otoritas yang berwenang sesuai dengan kegiatan usaha yang dijalankan.

Pihak yang menawarkan investasi juga harus dipastikan memiliki izin dalam menawarkan produk investasi atau tercatat sebagai mitra pemasaran. Dan, memastikan, jika terdapat pencantuman logo instansi atau lembaga pemerintah dalam media penawarannya telah dilakukan sesuai dengan ketentuan undang-undang. 

Dia pun menegaskan, SWI akan terus melakukan tindakan preventif untuk mencegah dan memberantas investasi ilegal di Indonesia. Antara lain, berupa sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, dan tindakan represif berupa penghentian kegiatan usaha entitas yang diduga melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan. 

Sebagai informasi, SWI merupakan satuan kerja gabungan yang terdiri dari OJK, Kepolisian, Kejaksaan, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Serta Kementerian Komunikasi dan Informatika. 

Selanjutnya, investasi aman>>>

***

Investasi aman

Dengan investasi, ada harapan suatu saat mendapat keuntungan yang sesuai dengan harapan. Tapi perlu digaris bawahi, sejatinya untung yang didapatkan itu tergantung pada risiko dari investasi tersebut, semakin besar risikonya, semakin banyak untung yang didapat. 

Perencana Keuangan Andy Nugroho mengatakan, ada berbagai macam instrumen investasi yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, ketimbang harus menggunakan fasilitas yang disediakan lembaga yang jelas asal usulnya. Dia pun sepakat bahwa tidak ada investasi yang memberikan imbal hasil tinggi tanpa risiko yang tinggi.

“Investasi itu sebenarnya tidak perlu uang banyak. Di ritel itu sudah bisa setor Rp100 ribu, bisa di reksa dana. Penanam modal juga harus jeli dan bisa memastikan profil risiko,” ujarnya.

Sementara itu, Chief Financial Planner Zap Finance, Prita Hapsari Ghozie mencatat, ada tiga komponen yang perlu diperhatikan masyarakat sebelum memulai investasi. Hal ini diharapkan, mampu meminimalisir keinginan masyarakat berinvestasi di lembaga yang tidak berizin.

“Pertama, bandingkan return investasi yang ditawarkan dengan investasi lain yang memiliki potensi serupa," ujarnya Prita kepada VIVA.co.id, Selasa 26 September 2017.

Kedua, periksa izin dan lisensi perusahaan investasi, dan ketiga evaluasi apa bisnis yang dijalankan hingga bisa memberikan return sebesar itu.

Tongam menambahkan, masyarakat juga diminta untuk mengkonsultasikan terlebih dahulu ke OJK, jika mendapatkan tawaran investasi yang mencurigakan. Peran masyarakat untuk bisa bisa memberantas dan mencegah tumbuhnya investasi ilegal juga sangat penting. (asp)