Facebook Jangan Sekadar Buka Kantor
- VIVA/Mitra Angelia
VIVA.co.id – Facebook akhirnya resmi membuka kantor cabang di Indonesia, Senin, 14 Agustus 2017, tiga hari sebelum HUT Kemerdekaan Indonesia. Nantinya, seluruh kegiatan usaha Facebook yang dilakukan di Indonesia akan dikelola di perusahaan terbatas itu.
Pembukaan kantor operasional salah satu pemain Over The Top (OTT) asing di Indonesia itu akan memudahkan pemerintah mengawasi kewajiban pajak.
Selain itu, pengguna layanan menjadi lebih dekat, sehingga mudah melakukan pengaduan jika terjadi gangguan. OTT merupakan layanan dengan konten berupa data, informasi atau multimedia yang berjalan melalui jaringan internet.
OTT beroperasi dengan 'menumpang' pada jaringan internet operator telekomunikasi. Sebelumnya, niatan Facebook membuka kantor cabang di Tanah Air disampaikan oleh Javier Olivian, Head of International Growth Facebook, pada enam tahun lalu.
"Mungkin kami akan membuka kantor di Indonesia," kata Olivian saat itu. Pada 2014, perusahaan teknologi milik Mark Elliot Zuckerberg itu membuka kantor kecil di Pacific Place, Sudirman Central Business District, Jakarta Selatan.
Dikatakan kantor kecil lantaran hanya tim marketing yang bertugas. Memasuki 2017, Facebook telah memperoleh izin prinsip pendirian badan usaha tetap (BUT) berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) lama, tepatnya pada Maret.
Berselang setelahnya, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menerbitkan KBLI baru dua bulan kemudian, sehingga perlu diubah untuk melakukan penyesuaian.
Logo Facebook Indonesia (VIVA.co.id/Mitra Angelia)
Namun, sisi lain, Indonesia tengah marak aksi persekusi atau hujatan berujung ancaman di media sosial. Salah satu media favorit aksi tersebut adalah Facebook.
Kondisi ini membuat pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi bertindak cepat, salah satunya, mendesak Facebook agar memiliki kantor cabang di Indonesia. Selain itu, pemerintah meminta agar Facebook memiliki tim khusus untuk mengawasi konten negatif yang menyebar dengan mudah di Tanah Air.
Selanjutnya, Tak Lantas Puas
Di mata Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, pemerintah Indonesia tak mabuk dan puas hanya melihat perusahaan teknologi mendirikan kantor mereka di Indonesia.
"Jadi, mereka itu jangan hanya jadikan Indonesia sebagai ‘konstituen’, pengguna rasakan manfaat mereka, tapi secara finansial dan value, mereka yang rasakan," kata Heru kepada VIVA.co.id.
Terkuat pengaturan OTT, ia juga menilai meski tergolong telat, tapi hal itu lebih baik dibanding tak melakukan penguatan aturan OTT.
Pengaturan dalam bentuk peraturan menteri, menurut dia, juga lebih kuat. Sebab, selama ini OTT di Tanah Air baru diatur dalam bentuk surat edaran menteri yang secara posisi hukum kurang kuat.
Ia menilai, saat ini pemain OTT sudah makin menikmati bisnisnya dari pasar iklan dan produk OTT di dalam negeri.
"Dan saya pikir pembahasan ini juga dikawal dan diawasi, jangan sampai masuk angin. Sebab, saya yakin OTT asing akan melobi habis-habisan dan bahkan memberikan gratifikasi jalan-jalan ke pusat kantor mereka gratis," tuturnya.
Menkominfo Rudiantara (kiri).
Hal penting saat ini yakni perlu ada kejelasan dalam aturan OTT tersebut. Di antaranya soal apakah permen OTT itu nanti akan mengatur layanan aplikasi atau platform saja atau sekaligus untuk mengatur layanan konten.
"Nah, layanan konten dan luas, apakah jika kita mengisi konten di media sosial dianggap sebagai OTT atau seperti apa," ujarnya.
Poin selanjutnya yang menjadi catatan Heru yakni persoalan sanksi. Menurutnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika perlu menjelaskan bagaimana metode pemberian sanksi dan penegasan manajemen bandwidth.
Catatan lainnya soal kewajiban pemain OTT untuk menempatkan pusat data. Heru berharap pemain OTT bukan hanya sebatas komitmen untuk mendirikan kantor, membayar pajak, dan membersihkan konten negatif.
Sebab, soal pusat data merupakan ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik.
"Membuka kantor itu bagus. Tapi ini (penempatan pusat data) agar data pengguna aman, dan pemerintah memiliki kemampuan untuk mengawasi," ujarnya.
Sebagai tambahan, dia juga ingin melihat bagaimana nanti tugas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam aturan OTT. Sebab, peran PPNS sudah masuk dalam revisi UU ITE.
Salah satu fitur Facebook (REUTERS.com).
Selanjutnya, Bangun Komunitas
Pada kesempatan terpisah, Country Director Facebook Indonesia, Sri Widowati, mengatakan, dengan jumlah pengguna mencapai 115 juta orang, Facebook tentu menambah kapasitas kantor dan sumber daya manusia (SDM) untuk menjalankan bisnisnya di Indonesia.
Dari 115 juta pengguna, sebanyak 97 persen atau 111,5 juta pengguna, lebih suka mengakses Facebook melalui perangkat mobile.
"Pangsa pasar yang besar dan pengguna (user) aktif yang banyak. Itu alasan kami investasi (buka kantor baru) di Indonesia," ujar Sri, Senin, 14 Agustus 2017.
Selain sumber daya manusia (SDM), Facebook akan berkonsentrasi membangun komunitas, bisnis besar dan kecil, serta ekosistem. Menurutnya, ekosistem di sini termasuk agency dan media publisher.
Sri menuturkan, Facebook juga akan menggerakkan program Blue Print, yang didesain untuk membantu pemakai supaya tahu cara beriklan di Facebook.
"Seperti difasilitasi modul yang bisa dipelajari sesuai dengan bisnis masing-masing. Lalu, bagaimana pengguna lain tertarik dengan iklan si pelaku bisnis. Sebab, 42 persen pelaku bisnis di Indonesia terhubung langsung dengan bisnis di luar negeri," paparnya. (art)