Memaknai Hakikat Idul Fitri
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id – Idul Fitri merupakan kemenangan bagi umat muslim setelah sebulan penuh di bulan Ramadan menjalankan puasa, menahan haus dan lapar, pun hawa nafsu. Hakikat Idul Fitri sesuai artinya adalah kembali kepada fitrah kesucian. Setelah berpuasa, setiap muslim diibaratkan seperti seorang bayi yang baru lahir yang tak mempunyai dosa serta salah.
Momentum perayaan Idul Fitri 1 Syawal 1438 Hijriah, kembali dirasakan umat muslim, hari ini. Tak hanya Indonesia, umat muslim di beberapa negara lain juga akan merayakan Idul Fitri.
Di Indonesia, perayaan Idul Fitri memiliki kebiasaan yang menjadi rutinitas. Salah satunya ditandai dengan aktivitas mudik atau pulang ke kampung halaman untuk bersilaturahmi dengan sanak keluarga. Selain itu, tradisi ini juga digambarkan dengan kebiasaan memakai sesuatu yang baru.
Ada kekeliruan bila Idul Fitri menjadi tradisi serba baru dalam memenuhi keinginan duniawi. Pola pikir pemenuhan barang serba baru harus diubah dan menjadi momentum mengembalikan nurani kita sebagai manusia.
"Manusia adalah hamba Allah yang punya kesalahan. Mendapatkan kembali nilai-nilai Ramadan harus menjadi evaluasi ke depan," kata Ketua Lembaga Dakwa Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Maman Imanulhaq, kepada VIVA.co.id, Sabtu, 24 Juni 2017.
Hakikat Idul Fitri yang kembali ke fitrah harus dimulai dengan kerendahan hati sebagai manusia. Meningkatkan kepedulian sesama juga harus diterapkan karena peran manusia sebagai pemimpin di bumi.
Untuk Indonesia yang memiliki pluralisme harus menjadi perhatian. Sikap saling menghargai harus dikedepankan umat muslim di Indonesia untuk mencegah konflik yang berimbas perpecahan persatuan.
"Idul Fitri diharapkan jadi momentum mempersatukan umat dari persoalan yang terjadi sebelumnya," tutur Maman.
Sebulan penuh menjalankan ibadah puasa merupakan ujian penting bagi setiap muslim. Mengendalikan dan menempa diri dari godaan hawa nafsu bukan hal yang ringan. Ramadan menjadi latihan evaluasi agar ke depan menjadi pribadi yang baik dan bisa mengendalikan diri.
"Jadi ini sebuah momentum pelatihan Ramadan. Harapannya setelah kita memasuki Syawal dan bulan selanjutnya kita mampu melanjutkan apa yang selama ini menjadi latihan kita di bulan Ramadan," kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin, di kantornya, Sabtu, 24 Juni 2017.
Selanjutnya, Setop Kegaduhan
Setop Kegaduhan
Momentum Idul Fitri diharapkan memiliki pesan mendalam terutama untuk masyarakat Indonesia. Tensi politik sempat panas pasca pelaksanaan Pilkada DKI.
Isu SARA sempat menjadi polemik yang berujung ada istilah persekusi terhadap sejumlah orang tertentu. Dengan Ramadan, mestinya persoalan ini bisa menjadi evaluasi agar tak kembali terjadi. Momentum Ramadan harus menjadi keutuhan dalam kehidupan bermasyarakat.
Persatuan hampir dikorbankan hanya hasil pilkada. Hal ini diharapkan menjadi evaluasi ke depannya agar bisa menyetop kegaduhan.
"Kita dengan Ramadan harus bisa melatih diri, memaafkan. Kita utuh lagi sesudah Ramadan sebagai bangsa," tutur Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maruf Amin, Sabtu, 24 Juni 2017.
Sebagai bangsa, menurut dia, masyarakat Indonesia hanya sekilas memaknai Idul Fitri. Merayakannya usai Ramadan, namun ke depannya kembali ke tabiat lama, sehingga tak sesuai dengan hakikat Idul Fitri yaitu kembali ke kesucian.
Ramadan merupakan tahapan latihan agar bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi ke depannya. "Sebaiknya kesucian Ramadan dipertahankan dan ditingkatkan di luar Ramadan," ujar Maruf.
(Masyarakat merayakan malam takbiran Idul Fitri 1438 H)
Pesan lain yang disampaikan Idul Fitri tahun ini sebagai upaya untuk peduli terhadap sesama. Training ujian selama Ramadan harus diaplikasikan ke depan. Konsolidasi kepedulian juga harus dilihat dari maraknya penyakit sosial yang terjadi di masyarakat.
Ujian berat sesungguhnya ke depan adalah bisa mengamalkan kebaikan pasca Idul Fitri yang dimulai pada 1 Syawal. Bukan sekadar memaafkan dan berjabat tangan, namun hati ternyata masih dendam. Tapi, harus menyesuaikan dengan amalan realita dalam kehidupan dengan berbuat kebajikan.
Perayaan Idul Fitri harus menjadi tahapan merajut persaudaraan yang lebih erat untuk memperkuat silaturahmi antar umat. Ini pesan terbaik yang menjadi harapan dalam Idul Fitri.
"Harus menjadi kekuatan untuk mengamalkan hasil training dalam kehidupan non Ramadan yang lebih berat. Ini yang harus diaplikasikan dalam Idul Fitri tahun ini," tutur Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Sodik Mujahid, Sabtu, 24 Juni 2017.
Selain itu, ada makna lain dalam momentum lebaran. Dorongan pesan agar umat Islam menjaga kemaslahatan bagi sesama harus menjadi prioritas. Pengalaman yang sudah terjadi diharapkan menjadi pengalaman terbaik agar kehidupan berbangsa bisa lebih berkah.
"Hakikat Idul Fitri itu luas. Kembali kepada manusianya yang menjalankan. Setiap kejadian harus disertai evaluasi yang nyata dalam amalan hidup," tutur Sodik.