Minahasa Merdeka, Haruskah?

Bendera lambang MInahasa Merdeka
Sumber :
  • VIVA.co.id/Facebook@Ancient of Minahasa

VIVA.co.id – Kata Minahasa Merdeka menggema di jejaring sosial. Sejumlah akun membumbuinya dengan beragam foto yang cukup mengejutkan. Salah satunya adalah judul tiras sebuah surat kabar harian lokal, Radar Manado, terpampang jelas dengan judul Tahan Ahok atau Minahasa Merdeka.

Meski sedikit membingungkan dengan judul yang terpampang. Namun tampilan muka tiras koran ini menjadi penambah ramai kicauan pengguna internet di media massa.

VIVA.co.id, mencoba menelusur ke laman resmi surat kabar ini. Namun sayangnya tak bisa ditemukan. Terlepas itu, Minahasa Merdeka, kini terlanjur menjadi perbincangan publik.

FOTO: Halaman depan Surat Kabar Harian Radar Manado yang menampilkan kabar soal Minahasa Merdeka/Facebook

Di jejaring sosial Facebook misalnya, sebuah akun bernama Ancient fo Minahasa, yang memiliki pengikut hingga lebih dari 17 ribu orang, sepertinya menjadi akun yang paling getol menyuarakan ini.

Di beranda akun ini, masif menautkan sejumlah konten yang berkaitan dengan Minahasa Merdeka. Beberapanya diambil dari sejumlah informasi di media yang menampilkan berita tentang harapan akun ini. Lalu sesunggunya seperti apa isu Minahasa Merdeka ini bisa meluas dan menggema?

Pekan lalu, tepatnya Rabu, 10 Mei 2017, atau sehari usai vonis terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, secara simultan di sejumlah daerah memunculkan reaksi.

Vonis dua tahun atas kasus penodaan agama untuk Ahok itu seperti menjadi muatan awal publik berpandangan bahwa ada ketidakadilan.

Di Papua, Bali, Yogyakarta, Jawa Barat, Sumatera hingga ke tanah Sulawesi pun ikut menyampaikan aspirasinya. Aksinya seragam yakni berupa menyalakan lilin. Semua berjalan tertib dan penuh dengan pesan kedamaian, seperti yang dijargonkan para peserta.

FOTO: Aksi pendukung Ahok saat menyalakan lilin serentak di sejumlah daerah

Namun memang ada sesuatu yang berbeda di Manado Sulawesi Utara. Dalam aksi Sejuta Lilin untuk Ahok yang digelar, Rabu, 10 Mei 2017, memang berseliweran isu soal Minahasa Merdeka.

Riak itu makin meluas, ketika Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah ketiban sial lantaran ditolak kedatangannya di Manado. Pria yang kini tak diakui lagi sebagai kader Partai keadilan Sejahtera (PKS) itu diadang oleh sejumlah warga yang menggunakan pakaian lengkap adat Minahasa di Bandara Samratulangi Manado pada Sabtu, 13 Mei 2017.

Lengkap dengan senjata tajam khas Minahasa, kehadiran Fahri pun sempat memicu ketegangan urat. Namun beruntung, Fahri tetap 'lolos' dan bisa melanjutkan kunjungannya di Manado.

FOTO: Aksi sejumlah warga Minahasa menggunakan pakaian adat saat menolak kehadiran Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di Manado, Sabtu (13/5/2017)

Sejalan itulah kemudian isu Minahasa Merdeka makin meluas dan menjadi perbincangan. Jejaring sosial Facebook dan Twitter menjadi wadah yang membuat gema ini makin meluas.

Aksi simpatik terhadap Ahok pun akhirnya terpelintir dan kemudian dianggap berkaitan dengan Minahasa Merdeka. Lengkap sudah, isu ini mendapat tempat dan dibumbui jargon perlawanan minoritas.

"Kami bangsa Minahasa Raya berhak eksis sebagai negara yang merdeka. Freedom. I yayat u santi," demikian salah satu tulisan di Facebook menggaungkan isu Minahasa Merdeka.

***

Pesan Peringatan

Di luar itu, isu bahwa Minahasa Merdeka, sejatinya memang bukan sesuatu yang baru. Diakui memang ada sejumlah orang yang menjadikan isu ini sebagai posisi tawar.

Namun ini bukan untuk dalam definisi akan memerdekakan secara utuh. "Jangan coba-coba mengubah ideologi negara. Negara harus tegas. Jika tidak referendum Minahasa Merdeka siap kami kobarkan," kata seorang aktivis Referendum Minahasa, Rocky Oroh, Selasa, 16 Mei 2017.

Rocky mengisyaratkan bahwa secara prinsip orang Minahasa begitu mencintai Indonesia dengan segala keberagamannya. Ia pun tak menampik jika isu pemikiran negara baru dalam negara, bukan target mereka.

"Bentuk negara masih terlalu dini untuk dibahas. Yang pasti kami tidak main-main (soal sikap perlawanan terhadap perusak NKRI)" katanya.

Sikap para aktivis Referendum Minahasa ini juga diakui oleh kepolisian. Kabar bahwa Minahasa Merdeka, hanyalah sebagai peringatan keras.

Ia lahir dari sebuah perlawanan terhadap mereka yang merusak atau mengganggu keutuhan Indonesia. "Enggak ada makar, enggak ada satu pun," kata Kapolda Sulawesi Utara Irjen Pol Bambang Waskito.

FOTO: Aksi warga meminta terduga pelaku makar di Jakarta dibebaskan beberapa waktu lalu

Kapolresta Manado Kombes Pol Hisar Siallagan juga membenarkan hal itu. Dari pengamatan di lapangan, ia juga memastikan bahwa apa yang digunjingkan publik soal Minahasa Merdeka, faktanya jauh berbeda.

"Mereka menguatkan pemerintah agar lebih tegas dalam menindak kelompok radikal yang intoleran maupun antipancasila. Jadi tidak ada warga Sulut yang ingin memisahkan diri,” kata Hilsar.

Sementara itu, Wakil ketua Komisi I DPR Hanafi Rais berpandangan bahwa sentilan soal Minahasa Merdeka, haruslah dipandang serius. Apalagi desas-desus itu dikaitkan dengan kasus yang membelit Ahok yang nun jauh di Jakarta.

"Mesti ditelusuri oleh aparat penegak hukum maupun intelijen. Siapa aktor di balik ini," kata Hanafi.

Atas itu, politikus Partai Amanat Nasional itu mengingatkan bahwa isu hendak memerdekakan diri janganlah dianggap remeh. Karena menurutnya hal ini bisa memicu gerakan di daerah lain.

"Jangan dianggap angin lalu. Karena potensi separatisme muncul dari yang kecil-kecil semacam itu," katanya.

FOTO: Aksi pengunjuk rasa di Bandara Samratulangi Manado menolak kedatangan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, Sabtu (13/5/2017)

Sejauh ini, respons kepolisian diakui cukup dingin menghadapi isu yang beraroma makar ini. Kapolri Jenderal Tito Karnavian bahkan menganggap bahwa kabar Minahasa Merdeka sebagai sebuah ekspresi kekecewaan publik atas kesenjangan sosial di daerah.

Tito pun meyakini bahwa isu akan bisa diredam dan diselesaikan. Sebab, saat ini pemerintah telah berupaya menyamaratakan kesejahteraan di setiap daerah.

"Kita akan lakukan tindakan persuasif dulu kepada saudara-saudara di sana (Minahasa)" kata Tito.

***

Lalu bagaimana dengan sikap Presiden Joko Widodo? Di Istana Kepresidenan, gesekan yang meninggi di tingkat lokal itu ikut direspons oleh Jokowi.

Lewat pertemuan dengan tokoh lintas agama, Jokowi menyerukan agar tidak ada lagi segala bentuk tindakan yang mengganggu keutuhan NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.

Mantan Wali Kota Surakarta ini juga memastikan agar kepolisian dan TNI untuk bersikap tegas terhadap segala macam upaya yang bisa menimbulkan gesekan antar masyarakat.

"Jangan saling hujat karena kita adalah saudara. Jangan saling menjelekkan karena kita ini adalah saudara. Jangan saling fitnah karena kita ini adalah saudara. Jangan saling menolak karena kita ini adalah saudara," ujar Jokowi.