Efek Ahok Mungkinkah Menyebar ke Tanah Jawa?
- ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
VIVA.co.id – Basuki Tjahaja Purnama, atau Ahok tumbang dalam pemungutan suara putaran dua Pilkada DKI 2017. Bersama pasangannya Djarot Saiful Hidayat, calon petahana ini gagal meraup suara lebih menyaingi Anies Baswedan dan Sandiaga Salahuddin Uno.
Di luar itu, gesekan politik yang sempat melimbungkan suasana politik nasional, kini perlahan mereda. Perdebatan melelahkan di beberapa jejaring sosial mulai tiarap perlahan.
Meski begitu, terlepas klaim bahwa Pilkada DKI berjalan lancar dan tertib, namun pilkada yang melibatkan lebih dari 7,2 juta pemilih di Jakarta itu, mau tak mau harus dicap buruk.
"Jujur saja ini buruk. Isu SARA bertebaran, kata-kata kotor, dan lainnya. Ini sungguh tak mendidik," kata pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti Zuhro, Sabtu lalu, 15 April 2017.
Jakarta yang seharusnya menjadi contoh, diakui justru menampilkan teladan buruk. Lebih dari 7,2 juta pemilih pun ikut terdampak, termasuk juga seluruh orang Indonesia yang mengamati langsung Pilkada DKI 2017.
FOTO: Euforia warga DKI Jakarta pasca pemungutan suara putaran dua Pilkada DKI 2017
Sentimen politik dan beragam ketidakbaikan itu tak mudah dihilangkan begitu saja. Karena itu, banyak yang kemudian khawatir dengan berjalannya pilkada serentak berikutnya di 2018 mendatang.
Dan, salah satu yang dicemaskan adalah mereka yang berada di tanah Jawa. Maklum, lebih dari 90 juta orang akan terlibat di pilkada serentak yang akan digelar di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Jelas ini jumlah pemilih terbesar. Setidaknya 50 persen suara pemilih dalam Pilpres terkumpul di sini. Lalu, bagaimana situasi pilkada di tanah Jawa?
Tahapan Pilkada 2018
Agustus 2017
1. Menyiapkan regulasi teknis
2. Sosialisasi
3. Menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT)
September 2017
Membentuk Badan Penyelenggara Pemilu hingga tingkat kelurahan
Oktober 2017
Pemutakhiran data Pilkada
Desember 2017
Penyerahan daftar dukungan
Januari 2018
Pendaftaran pasangan calon
Februari 2018
Penetapan pasangan calon
Maret 2017-Juni 2018
- Penetapan pasangan calon
- Kampanye
- Pengadaan logistik
27 Juni 2018
Pemungutan Suara
Berikutnya, siapa saja>>>
Siapa saja?
Pemilihan Kepala Daerah Serentak tahun 2018 kembali digelar dengan melibatkan 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten se-Indonesia. Meski masih setahun lagi, namun riak-riak politik sudah terasa di tanah Jawa.
Di Jawa Barat misalnya, sejauh ini memang telah muncul sejumlah nama yang mengaku ingin bertarung di pilkada. Siapa saja mereka?
1. Ridwan Kamil
Wali Kota Bandung yang piawai dalam dunia arsitektur ini, akan berakhir jabatannya pada tahun 2018. Setelah diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Gerindra pada tahun 2013.
Pria yang akrab disapa Kang Emil sudah menyatakan keinginannya untuk Pilkada Jawa Barat. Komunikasi politik dengan beragam parpol pun telah dilakoninya.
Salah satu yang sudah menyambut baik Emil adalah Partai Nasional Demokrat. Partai besutan Surya Paloh ini, bahkan sudah terus mensosialisasikan sosok Emil di daerah.
Karena itu juga, nampaknya perahu politik Emil ke depan dipastikan berubah. Sebab, Partai Gerindra yang dulu mengusung Emil di Pemilihan Wali Kota Bandung memilih menolak mengusung.
"Kami kan, misinya mendukung Pak Prabowo sebagai Presiden dan Nasdem mengusung Jokowi (Joko Widodo). Itu sudah nadi kata kunci berseberangan dengan visi dan misi kami. Jadi, sudah selesai," kata Ketua DPD Gerindra Jawa Barat, Mulyadi, Kamis 27 April 2017.
FOTO: Ridwan Kamil
Di luar itu, elektabilitas Emil diakui memang mumpuni. Sehingga, sangat dimungkinkan akan ada partai lain yang meminangnya.
Dan, salah satunya yang kini tengah meliriknya adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Partai besutan Megawati Soekarnoputri ini, sepertinya ingin menutup kekalahan mereka di Pilkada DKI dan Banten yang membuat PDIP terpuruk.
"Ada beberapa yang sudah dipertimbangkan merapat ke PDI Perjuangan. Salah satunya Pak Ridwan Kamil," ujar politikus PDIP Masinton Pasaribu.
2. Desy Ratnasari
Sosok berikutnya yang menarik adalah Desy Ratnasari. Aktris cantik yang kini duduk DPR RI dengan perahu Partai Amanat Nasional (PAN) ini, bahkan sudah menerima instruksi, agar ikut Pilgub Jabar 2018.
"Alhamdulillah mendapat kepercayaan menjadi salah satu nama yang dipersiapkan partai (untuk Pilgub Jabar)," kata Desy.
Dalam pernyataannya, PAN sepertinya memang memprioritaskan kader mereka. Meski masih bersifat dinamis. Sebab, ada nama Bima Arya, Wali Kota Bogor yang juga memiliki kans untuk dipasang.
3. Deddy Mizwar
Aktor senior yang kini duduk sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat ini juga sudah menyampaikan kepastiannya untuk ikut bertarung lagi di Pilgub Jabar 2018.
Komunikasi politik pun sudah digencarkan pemeran Naga Bonar ini. Meski hingga kini, konsolidasi terus berjalan, Deddy optimistis bahwa ia akan kembali merebut kursi Jawa Barat.
Sejauh ini, baru Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang merespons positif naiknya lagi Deddy ke kancah Pilgub Jabar. "Dia punya kans besar," kata pengurus DPP PKS Tate Qomarudin.
4. Dedi Mulyadi
Bupati Purwakarta asal Partai Golkar ini diketahui memang sudah menyiapkan kesiapannya untuk Pilgub Jabar 2018. Sejumlah komunikasi politik dilakukannya ke berbagai partai.
Sejauh ini, Dedi yang juga menjabat sebagai Ketua DPD Golkar Jawa Barat ini, sepertinya sudah mendapat angin dari Partai Hanura. Dengan 17 kursi tersedia di DPRD Jawa Barat dari Golkar dan tiga kursi dari Hanura, kedua partai ini optimistis akan memberikan nuansa baru di Pilgub Jabar.
Dedi Mulyadi pun menamai koalisi mereka sebagai Poros Jabar. "PAN dan Hanura sudah bergabung dengan Golkar, sementara PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) dalam proses," katanya.
5. Khofifah Indar Parawansa
Secara terbuka, Khofifah memang belum menyebutkan keinginannya untuk ikut di Pilgub Jawa Timur 2018. Namun, Menteri Sosial di Kabinet kerja Presiden Jokowi ini tak membantah dan menampik, jika namanya memiliki kans di sebagai gubernur di Jawa Timur.
"Aku masih check sound. Kita melihat suasana suaranya. Yang muda gimana, pengusaha gimana, pesantren gimana, segmen perempuan bagaimana, laki-laki bagaimana," kata Khofifah, Selasa 25 April 2017.
Ya, Khofifah memang masih sayup-sayup menampakkan dirinya. Khofifah sepertinya cukup hati-hati kali ini. Maklum di pilkada 2009 dan 2013, tokoh muslimat Nahdlatul Ulama ini sempat terpuruk.
FOTO: Khofifah Indar Parawansa
6. Ganjar Pranowo
Di Jawa Tengah, sejauh ini belum terlihat kentara riak-riak menyambut Pilkada 2018. Cukup mengherankan sebenarnya. Namun, sejauh ini kans terbesar yang memungkinkan memang hanya nama Ganjar Pranowo.
Politikus PDIP ini diakui berpeluang kuat menjabat kembali di kursi pertama Jawa Tengah.
Lalu, adakah calon lain? Sejauh ini baru Partai Golkar yang sudah menyebutkan keinginannya. Partai berlambang Beringin ini disebut akan mengusung Wisnu Suhardono yang kini menjabat Ketua DPD I Golkar Jawa Tengah.
Nama berikutnya yang juga disebut-sebut adalah Marwan Djafar. Mantan Menteri Desa, pembangunan daerah tertinggal dan Transmigrasi itu katanya akan diusung oleh warga Nahdliyin dan Partai kebangkitan Bangsa.
Selanjutnya, antisipasi Ahok efek>>>
Antisipasi Ahok efek
Apapun itu, pilkada serentak 2018, memang mesti menjadi perhatian. Terutama, untuk mengantisipasi, agar 'Ahok Efek' tak merambat ke tiga daerah pemilih terbesar di Indonesia ini pada 27 Juni 2018.
Sesuai garisnya, pilkada haruslah berjalan tertib dan demokratis. Tidak ada tekanan dan tindakan yang bisa memicu gesekan tak perlu.
Apalagi, menyangkut soal SARA, bisa dipastikan ini sangat membahayakan bagi kualitas demokrasi. Pilkada DKI Jakarta yang beraroma penuh SARA tak patut menjadi contoh.
FOTO: Ilustrasi/aksi massa yang memprotest Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat Pilkada DKI 2017
"Minimal jangan membicarakan SARA, hoax apalagi menumbuhkan kebencian-kebencian. Mudah-mudahan masyarakat Jateng jauh lebih bisa," kata Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Ya, Ahok Efek di Pilkada DKI memang mengkhawatirkan akan merembet. Sentimen negatif itu memang tak mudah dihilangkan. Bahkan, dalam sebuah riset yang dirilis oleh Fitch Agency, disebutkan bahwa ketegangan pasca pilkada DKI akan berlangsung hingga Pilpres 2019.
"Hasil awal pemilihan presiden yang tegang, tampaknya menunjukkan bahwa faktor agama dapat memainkan peran yang semakin penting dalam pemilihan Indonesia di masa depan," kata Fitch dalam sebuah pernyataan melalui surat elektronik yang diterima kantor berita Reuters, Kamis 20 April 2017.
Ridwan Kamil, yang juga telah menyatakan diri hendak maju Pilgub Jabar 2018, pun berharap, agar karut marut Pilkada DKI, khususnya dalam merebaknya sentimen soal SARA tidak merembet ke Pilgub Jabar.
Atas itu, pria yang kini sedang mencari perahu parpol itu pun berharap, agar parpol-parpol dapat mengedepankan pendidikan politik yang baik ke publik.
"Bisalah berkampanye dengan cara baik tanpa ribut-ribut seperti Jakarta," kata Kamil.
Ya, Ahok Efek jangan sampai merembet ke luar Jakarta. Sentimentil soal agama tak pantas disangkutkan dalam urusan politik. Jika pun ingin dikaitkan, itu cuma menjadi sikap pribadi bukan secara keseluruhan.
"Masyarakat harus kembali kepada bagaimana menentukan pilihan secara dewasa rasional. Kalau pun menggunakan agama, adalah dalam konteks sumber legitimasi secara individual," kata Pengamat politik Universitas Indonesia Reza Hariyadi. (asp)