Izin Ekspor Freeport, Oleh-oleh Jokowi untuk Wapres Pence?
- REUTERS/Darren Whiteside
VIVA.co.id – Surat Persetujuan Ekspor atau SPE yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan untuk kegiatan ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia telah resmi dikeluarkan pada 21 April lalu. Surat itu keluar setelah Perusahaan itu mengantongi Izin Usaha Pertambangan Khusus Sementara dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Dalam SPE tersebut, Freeport diberikan izin ekspor hingga 16 Februari 2018, atau satu tahun sejak rekomendasi ekspor dikeluarkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tanggal 17 Februari 2017 lalu.
"PT Freeport Indonesia telah mengajukan permohonan izin ekspor melalui executive vice president tanggal 20 April 2017 dan diterima kelengkapan dokumen secara online tanggal 21 april 2017," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Oke Nurwan, kepada VIVA.co.id Selasa 25 April 2017.
Berdasarkan catatan Kemendag, PTFI selama 2016, telah mendapatkan SPE untuk konsentrat sebanyak dua kali. Pertama, yaitu SPE tanggal 9 Februari 2016 sebesar 1.033.758 MT berlaku sampai dengan 8 Agustus 2016, dan yang kedua adalah SPE tanggal 9 Agustus 2016 sebesar 1.429.098 MT berlaku sampai 11 Januari 2017.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan pemberian izin usaha pertambangan khusus sementara, merupakan kesepakatan yang telah diambil pemerintah Indonesia dalam masa perundingan. Sebagai solusi sementara dari perselisihan antara PTFI dan Pemerintah Indonesia terkait operasional tambang emas tersebut.
Seperti diketahui, Freeport dan pemerintah RI sama-sama bersikukuh dengan dasar hukum yang dimiliki. Di satu sisi Freeport tetap bersikukuh dengan Kontrak Karya Pertambangan, di sisi lainnya pemerintah mengharuskan perusahaan itu untuk mengubah status bisnisnya menjadi IUPK dan mengikuti aturan Minerba yang diberlakukan pemerintah.
Buntut dari perseteruan tersebut, disepakati kedua pihak akan bernegosiasi selama enam bulan. Dan jika tidak menemui titik temu, masalah ini akan dibawa ke pengadilan arbitrase Internasional.
Selanjutnya... Dapat Keistimewaan?
Dapat Keistimewaan?
Sebagai syarat untuk bisa kembali melakukan ekspor konsentrat, Freeport diharuskan mengubah status kerja sama bisnisnya dengan pemerintah Indonesia. Hal tersebut yang kini terjadi, IUPK pun dikeluarkan pemerintah walaupun sifatnya masih sementara.
Lantas apa saja aturan yang harus diikuti Freeport dalam IUPK sementara itu untuk dapat melakukan ekspor? Jawabannya, Freeport hanya diharuskan memperbaharui SPE dari Kemendag.
Selain itu, aturan-aturan lain yang ada di dalam IUPK sementara itu secara garis besar sama dengan Kontrak Karya pertambangan yang dikantongi Freeport sebelumnya. Hal ini di tegaskan dalam Memorandum of Understanding yang telah ditandatangani oleh Freeport dan Kementerian ESDM pertengahan bulan ini.
Yang menjadi sorotan menurut Direktur Indonesia Resource Studies (IRESS), Marwan Batubara, adalah kewajiban bea keluar yang harus dibayarkan Freeport untuk melakukan ekspor konsentrat. Jika merujuk pada IUPK, Freeport harus membayar kewajiban tersebut sesuai dengan PMK Nomor 13/PMK.010/2017 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
Dalam PMK tersebut Freeport diharuskan untuk membayar bea keluar sebesar 7,5 persen, karena proses pembangunan smelter yang diharuskan berdasarkan UU Minerba, masih kurang dari 30 persen pengerjaan. Namun pada kenyataan dalam MoU dengan Kementerian ESDM, Freeport hanya diharuskan membayar tarif sesuai aturan kontrak karya yaitu lima persen.
Terlebih lagi secara kebetulan, penandatanganan MoU dan keluarnya SPE ekspor Freeport terjadi bertepatan dengan kedatangan Wakil Presiden Amerika Serikat, Mike Pence, pada 19-22 April lalu. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar.
"Untuk Pence, lima persen (bea keluar) aja cukup. Ini kan bermasalah," ungkap Marwan ketika diwawancarai tvOne, Selasa 25 April 2017.
Konsistensi pemerintah dalam menegakkan aturan yang dibuatnya sendiri pun dipertanyakan. Alih-alih masih dalam masa negosiasi, pemerintah dinilai lunak menjalankan aturan yang dibuatnya.
"Jadi peraturan yang ada justru dilanggar oleh pemerintah sendiri," tambahnya.
Dalam kesempatan yang berbeda, Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar, mengatakan, pihaknya belum bisa memastikan bahwa negosiasi yang dilakukan dengan Freeport bisa berujung manis untuk Indonesia dan tidak berujung di pengadilan arbitrase internasional.
Kemungkinannya, lanjut dia, jika perundingan selesai, PTFI bakal resmi berubah jadi IUPK. Namun, jika tidak ada kesepakatan, kemungkinan PTFI masih berstatus kontrak karya sampai 2021.
Jika merujuk pada hal tersebut, Freeport hanya memiliki waktu hingga Februari tahun depan untuk ekspor konsentrat apabila tetap bersikukuh tidak mau mengikuti aturan pemerintah.
"(Saat ini) Karena sudah mendapatkan izin (IUPK sementara), mereka (Freeport) bisa ekspor," ujarnya di UGM, Selasa 25 April 2017.
Selain itu, merujuk aturan dalam kontrak karya yang dikantongi PTFI saat ini, juga diatur opsi perpanjangan kontrak dua kali 10 tahun, sehingga masih ada kemungkinan diperpanjang sampai 2041. Namun, merujuk aturan, usaha penambangan termasuk PTFI diharuskan berubah menjadi IUPK.
"Sudah saya bilang ini sedang dirundingkan, tunggu enam bulan lagi," ucapnya.
Selanjutnya... Wapres AS puas
Wapres AS puas
Dalam rangkaian kunjungan Pence ke Indonesia, kisruh mengenai Freeport menjadi salah satu topik yang dibahas dengan Presiden Joko Widodo.
Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan, Pence puas dengan penjelasan Jokowi mengenai kisruh tersebut dan apa yang diinginkan oleh Indonesia.
"Pence sangat puas dengan penjelasan Presiden," kata Luhut, di Istana Negara, Jakarta, Kamis 20 April 2017.
Luhut juga menjelaskan, selain masalah IUPK perubahan kontrak karya menjadi IUPK, keinginan untuk pemerintah untuk membeli divestasi 51 persen saham Freeport juga dijelaskan oleh Jokowi ke Pence.
"Masa, rakyat kita minta saham lebih banyak enggak boleh," kata dia. (one)