Menanti Pledoi Ahok
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA.co.id – Setelah ditunda, akhirnya pembacaan tuntutan pidana terhadap terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dilakukan sesuai jadwal, Kamis, 20 April 2017. Pembacaan tuntutan yang ditunggu masyarakat luas ini dilakukan sehari setelah pelaksanaan putaran dua Pilkada DKI.
Dalam persidangan yang digelar di gedung Auditorium Kementerian Pertanian, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Gubernur DKI Jakarta itu dengan hukuman satu tahun penjara serta masa percobaan dua tahun. Terdakwa dituntut terbukti bersalah melakukan tindak pidana di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap satu golongan di Indonesia. Hal ini seperti diatur dalam Pasal 156 KUHP.
Jaksa hanya mengenakan satu pasal yaitu Pasal 156 KUHP. Sebelumnya, dalam berkas dakwaan, ada dua pasal yang dituliskan yakni pasal 156 KUHP dan Pasal 156a KUHP. Jaksa menyatakan terdakwa tak bisa dijerat dengan Pasal 156a. Pernyataan Ahok dalam pidato di Kepulauan Seribu tentang Surat Al Maidah ayat 51 tak memenuhi unsur niat menghina agama.
Menanggapi tuntutan jaksa, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara mempersilakan pihak terdakwa untuk mengajukan pembelaan atau pledoi di persidangan selanjutnya, Selasa, 25 April 2017. Baik terdakwa Ahok dan kuasa hukum menyatakan akan mengajukan pledoi masing-masing dalam persidangan nanti.
Pihak kuasa hukum Ahok yang tergabung dalam 'Tim Advokasi Bhinneka Tunggal Ika BTP' sebelumnya sudah menyiapkan pledoi. Namun, pasca pembacaan tuntutan, pledoi akan diperkuat lagi dengan tambahan beberapa poin baru demi harapan vonis untuk pembebasan Ahok.
Tim kuasa hukum akan menyiapkan poin bantahan terhadap tuntutan jaksa dalam pledoi. Dalam pledoi nanti, kuasa hukum tak akan meminta majelis hakim mengurangi masa hukuman percobaan.
"Kami sudah siapkan. Tapi, lagi disusun penambahannya. Ada yang perlu digaris bawahi dalam tuntutan tersebut. Bagaimana intinya pasal 156a tidak terbukti. Makanya, kami konsisten minta Ahok bebas. Jadi, bukan pengurangan masa percobaan," kata ketua Tim Bhineka Tunggal Ika-BTP, Trimoelja D Soerjadi saat dihubungi VIVA.co.id, Kamis, 20 April 2017.
Dari sudut pandang kuasa hukum Ahok, pihak jaksa penuntut umum dianggap tak mampu memunculkan fakta yang kuat selama persidangan. Bagi Trimoelja, hal ini menjadi penguatan dalam pledoi yang dibacakan nanti.
"Kami menggaris bawahi ini karena selama persidangan tak ada saksi kuat. Apalagi, tuntutan jaksa dinyatakan Ahok tak terbukti menghina agama. Pasal 156 a tak bisa kan," lanjut Trimoelja.
Terkait pledoi yang dibacakan Ahok, menurut dia, hal tersebut akan menjadi hak mantan Bupati Belitung Timur tersebut. Tim kuasa hukum sudah memberikan masukan agar Ahok mengeluarkan segala unek-uneknya selama menjalani proses persidangan.
Bagi dia, pledoi yang akan dibacakan Ahok nanti sebagai tumpahan suara hati calon Gubernur DKI tersebut.
"Itu hak beliau sebagai terdakwa. Tentu unek-unek, curahan hati akan dibacakan, ditumpahkan beliau di persidangan. Kami sudah beri masukan bagaimana, tunggu saja nanti," sebutnya.
Selanjutnya...Pertimbangan Pasal 156 KUHP
***
Pertimbangan Pasal 156 KUHP
Pihak JPU menjelaskan pertimbangan tuntutan terdakwa Ahok yang melanggar Pasal 156 KUHP di ruang persidangan, Kamis, kemarin. JPU yang diketuai Ali Mukartono menuntut majelis hakim agar menjatuhi pidana kepada terdakwa dengan pidana satu tahun penjara serta masa percobaan dua tahun.
Selama persidangan, diperoleh fakta-fakta kesalahan terdakwa, maka Ahok harus mempertanggungjawabkan dengan hukuman pidana. Jaksa menuntut Ahok menggunakan Pasal 156 KUHP dengan dakwaan alternatif kedua tentang menyebar kebencian terhadap golongan.
Ketua tim JPU, Ali Mukartono mengatakan, terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana menyebar perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap golongan tertentu.
"Menyatakan, terdakwa Ir Basuki Tjahaja Purnama, alias Ahok terbukti bersalah melakukan tindak pidana di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap satu golongan di Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 156 KUHP dalam dakwaan alternatif kedua," kata Ali, dalam persidangan, Kamis, 20 April 2017.
Dalam pertimbangan tuntutannya, pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu memantik keresahan di masyarakat. Imbas ucapan terdakwa, terjadi kesalahpahaman dalam masyarakat luas tak hanya di Jakarta namun daerah lain.
"Perbuatan terdakwa dapat menimbulkan kesalahpahaman antar golongan rakyat Indonesia," ujar Ali.
Ahok dinyatakan jaksa tak bisa dikenakan pasal 156a huruf a KUHP yang berbunyi tentang yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
Dari keterangan fakta di persidangan, jaksa memutuskan pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu tentang Surat Al Maidah ayat 51 tak memenuhi unsur menistakan agama. Pembuktian pasal ini dimentahkan jaksa. Padahal, dalam berkas dakwaan, ada dua pasal yaitu 156 KUHP dan 156a KUHP.
"Mengingat kesengajaan Pasal 156a huruf a KUHP dengan maksud untuk memusuhi dan menghina agama, maka pembuktian Pasal 156a huruf a KUHP tidak tepat diterapkan dalam kasus a quo," ujar anggota JPU, Andri Wiranova.
Terkait unsur yang memberatkan, pernyataan terdakwa berpotensi menimbulkan keresahan
masyarakat. Selain itu, akibat ucapan Ahok dinyatakan menimbulkan kesalahpahaman antar golongan masyarakat Indonesia.
Namun, untuk hal meringankan, Ahok dianggap telah mengikuti proses hukum perkara ini dengan baik. Perilaku sopan serta peran terdakwa sebagai Gubernur DKI yang turut andil dalam proses pembangunan untuk memajukan Kota Jakarta. Ahok juga disebut bisa mengevaluasi diri untuk merubah sikapnya agar lebih humanis.
Terdakwa Ahok bersama politikus Ruhut Sitompul usai persidangan ke-16, Maret 2017
Selanjutnya...Pro-kontra tuntutan Ahok
***
Pro-kontra tuntutan Ahok
Tuntutan jaksa terhadap Ahok menuai respon masyarakat luas. Pro dan kontra mewarnai pasca tuntutan dibacakan. Salah satunya yang mencibir tuntutan jaksa adalah Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI).
Tuntutan satu tahun penjara dengan dua tahun masa percobaan dianggap ringan. Tuntutan ini dinilai tak independen karena intervensi pihak lain.
"Kami sangat kecewa tuntutan jaksa di mana jaksa hanya tuntut satu tahun penjara dan masa percobaaan dua tahun. Artinya, jaksa diduga keras diintervensi. Jaksa tidak independen," kata perwakilan GNPF MUI, Pedri Kasman usai persidangan, di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis, 20 April 2017.
Pedri menilai pihak tim jaksa cenderung membela dan meringankan Ahok dalam persidangan ini. Terkait tuntutan, ia menganggap sidang yang sudah digelar 19 kali ini terkesan mubazir.
"Dan jaksa ini seolah-olah pembela Ahok. Persidangan 19 kali menjadi mubazir," kata Pedri.
Ia mengimbau masyarakat ikut menyoroti tuntutan kasus penodaan agama ini. Pedri mendesak pihak kejaksaan agar mengoreksi tuntutannya.
"Agar segera siapkan diri tuntut keadilan di negeri ini. Allahu Akbar!" ujarnya.
Namun, dari pihak yang mendukung Ahok tak puas dengan tuntutan ini. Pihak kuasa hukum Ahok ingin kliennya dibebaskan karena jaksa tak bisa membuktikan kesalahan Ahok dalam dugaan penistaan agama.
Tim kuasa hukum, Wayan Sudirta menyebut pihak jaksa seperti ragu-ragu dalam merumuskan tuntutan. Keraguan ini terlihat dalam pembacaan tuntutan yang menyinggung nama Buni Yani sebagai pihak yang menyebabkan munculnya keresahan di masyarakat atas video yang diunggahnya.
"Jaksa kami lihat kebingungan, di satu pihak mereka bebankan Buni Yani, di pihak lain mereka mau menuntut Pak Ahok. Apalagi Tuntutannya percobaan, itu menunjukkan keragu raguan," ujar Wayan usai persidangan, Kamis, 20 April 2017.
Dalam pembacaan tuntutannya, jaksa menggunakan pasal dakwaan alternatif kedua, yakni Pasal 156 KUHP. Sementara Pasal 156a KUHP tak diterapkan karena dinyatakan tak bisa menjerat terdakwa.
Sementara, juru bicara Tim Pemenangan Ahok di Pilkada DKI 2017, Ruhut Sitompul menekankan tuntutan jaksa terbukti sebagai kebenaran yang terungkap. Ia menilai sidang dugaan penistaan agama yang menyeret Ahok hanya lebih terkait muatan politik.
Ia berharap pihak majelis hakim bisa bersikap jernih dalam memberikan vonis terhadap Ahok. Ruhut yakin pledoi yang dibacakan Ahok akan menjadi pertimbangan positif majelis hakim.
"Aku yakin majelis hakim punya suara hati kebenaran dalam memutuskan vonis kepada Ahok," kata Ruhut saat dihubungi, Kamis 20 April 2017. (adi)