APBN Kritis, Pengeluaran Negara Terpaksa Dipangkas

Ilustrasi/Pembangunan di sektor infrastruktur.
Sumber :
  • REUTERS/Lucky R./Antara Foto

VIVA.co.id – Pemerintah mulai menghadapi masalah saat lagi semangat-semangatnya membangun banyak proyek infrastruktur maupun program kesejahteraan rakyat. Gara-gara penerimaan pajak – lewat tax amnesty – tak sesuai target, sumber dana pun jadi seret. Dompet Negara terancam kritis saat pembangunan masih butuh biaya banyak.

Maka, muncul dilema, antara mau tambah utang luar negeri atau berhemat. Pilihan terakhir lah yang lagi diutamakan pemerintah agar program-programnya tak berhenti di tengah jalan.

Itu sebabnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah mengungkapkan rencana pemerintah menghemat anggaran sebesar Rp34 triliun untuk tahun ini. Sebagian besar anggaran akan lebih terfokus untuk proyek-proyek strategis nasional.

Dan ada sejumlah konsekuensi yang harus siap-siap ditanggung banyak pihak – terutama aparat pemerintah. Menteri Keuangan sudah membeberkan, penghematan itu bisa diwujudkan dengan memangkas belanja non prioritas, termasuk perjalanan dinas kementerian dan lembaga, dan belanja barang.

"Presiden sampaikan (penghematan itu) untuk belanja-belanja yang tidak boleh ditunda. (Seperti) infrastruktur tidak boleh tertunda karena kekurangan dana, maupun tanah," kata Ani sapaan akrab Sri Mulyani saat di Nusa Dua, Bali, Selasa 11 April 2017.

Langkah penghematan tersebut sesuai dengan apa yang diinstruksikan Presiden Joko Widodo kepada mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu beberapa waktu yang lalu. Selain belanja barang yang lebih terkontrol, belanja modal pun harus terfokus pada pembangunan infrastruktur.

"Belanja barang 2017-18 harus tidak boleh lebih besar dari yang dibelanjakan 2016. Jadi sekarang kita akan bekerja sama dengan semua KL (Kementerian dan Lembaga) untuk jalankan instruksi itu," katanya.   Maka, Kemenkeu akan mengawal kebijakan ini dengan ketat. Sehingga, lanjut Sri, pengelolaan anggaran pemerintah bisa lebih efektif.

Terkait dengan rencana tersebut, Ani pun mengimbau kepada seluruh kementerian/lembaga agar mencermati setiap belanja barang yang saat ini dimiliki. Sebab, bendahara negara berencana untuk kembali melakukan penghematan anggaran dalam tahun anggaran 2017.

“Tolong Bapak/Ibu sekalian, lihat belanja barangnya. Kalau melebihi (belanja barang) tahun 2016, berarti siap-siap anggarannya dikurangi,” kata dia.

Dalam APBN 2017, belanja negara ditetapkan sebesar Rp2.080 triliun. Sementara pada 2018 mendatang, jumlahnya pun berpotensi bertambah menjadi Rp2.200 triliun. Maka dari itu, efektivitas penggunaan anggaran pun harus dikedepankan.

Dana-dana yang bisa dihemat, akan dipergunakan pemerintah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur. Pemborosan dalam perencanaan anggaran, tentu harus bisa diminimalisir. Sebab, pemerintah tidak bisa mengandalkan kas negara untuk membiayai pembangunan.

“PU kalau datang ke saya, nominal yang diminta bukan lagi miliar. Tapi [sudah] puluhan triliun. Jadi kami tidak bisa andalkan penerimaan pajak, karena dananya tidak turun dari langit,” ujar Ani.

Selain itu, realokasi dana itu bisa dipergunakan pemerintah untuk mengantisipasi adanya ketidakpastian yang terjadi. Misalnya, bencana alam yang baru-baru ini menimpa sejumlah wilayah di Indonesia. Maka dari itu, diharapkan tidak ada lagi pemborosan penggunaan kas negara.

Sebagai informasi, belanja barang yang dipatok dalam APBN 2017 sebesar Rp296,2 triliun. Sementara belanja modal yang disalurkan kepada setiap penyelenggara negara, hanya Rp194,3 triliun. Bendahara negara pun menemukan adanya pemborosan belanja barang sebesar Rp34 triliun.

Sementara dari sisi pendapatan, realisasi penerimaan pajak pada kuartal I-2017 mencapai Rp222 triliun, atau 16,8 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN 2017 sebesar Rp1.307,6 triliun. Realisasi tersebut, tercatat mengalami pertumbuhan sebeesar 18,2 persen secara year on year.

Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani menambahkan, meskipun pemerintah sudah menemukan adanya potensi penghematan, pihaknya tidak akan buru-buru untuk mengajukan Rancangan APBN Perubahan 2017. Bahkan, ada kemungkinan dokumen perubahan kas negara baru diserahkan kepada dewan parlemen pertengahan tahun.

“Mungkin Juni-Juli. Sekitar bulan itu,” kata dia.  Namun Askolani menegaskan, keputusan akan tetap bergantung pada Menkeu. Sebab, rencana untuk menghemat anggaran akan tetap lebih dulu dibahas bersama Presiden Jokowi dalam sidang kabinet di Istana Negara.

Selanjutnya...Pangkas Prioritas

***

Pangkas Prioritas

Pemerintah dalam Rencana Kerja Pemerintah 2018 memutuskan untuk memangkas kebijakan prioritas nasional, dari yang sebelumnya sebanyak 23 prioritas, menjadi 10. Ini sebagai salah satu upaya pemerintah untuk mempertajam penggunaan anggaran.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, mengungkapkan pemangkasan sejumlah prioritas memang harus dilakukan demi mempertajam prioritas-prioritas yang saat ini disebut Presiden Jokowi bersama para jajarannya.

"Tahun 2017, prioritas nasional 23. Bagi perencanaan yang selama ini saya pelajari, 23 itu kebanyakan. Itu sama saja kita tidak punya prioritas," kata Bambang, Jakarta, Selasa 11 April 2017.

APBN, kata Bambang, tidak bisa diandalkan terus untuk menggenjot prioritas nasional. Dengan adanya keterbatasan tersebut, maka tentu penajaman prioritas nasional menjadi hal yang diprioritaskan pemerintah pada tahun depan. "Sehingga, APBN yang Rp2.000 triliun lebih itu tidak hanya sekadar untuk operasional administrasi pemerintah," katanya.

Ia juga menegaskan, penajaman tersebut perlu dilakukan demi meminimalisasi adanya kesalahan ketika diajukan menjadi Rancangan APBN. Bila salah, justru kredibilitas pemerintah yang akan kembali jadi taruhannya. "Ini momentum terbaik, agar ke depan tidak mewariskan proyek-proyek yang tadi. Proyek tidak mangkrak, tapi fungsional. Ini cara kami perbaiki perencanaan," ujarnya.

Adapun 10 prioritas nasional yang ditetapkan dalam RKP 2018 adalah pendidikan, kesehatan, perumahan dan pemukiman, pengembangan dunia usaha dan pariwisata, ketahanan energi, ketahanan pangan, penanggulangan kemiskinan, infrastruktur, konektivitas dan Kemaritiman, pembangunan wilayah, dan politik, hukum, dan pertahanan keamanan.

Pemangkasan APBN-P telah dilakukan pada 2016 silam sebesar Rp133,8 triliun. Dalam pemangkasan anggaran APBN-P 2016 tersebut, pemerintah akan memangkas anggaran kementerian/lembaga (K/L) mencapai sebesar Rp65 triliun dan transfer daerah Rp68,8 triliun.

Sebagai informasi, pemerintah telah memangkas anggaran untuk yang kedua kalinya, demi efisiensi anggaran. Tahap pertama, pemangkasan anggaran dilakukan sebesar Rp50 triliun dalam APBN-P 2016.

Selanjutnya...Dua Pengaruh

***

Dua Pengaruh

Direktur Center for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo, menilai, meskipun pertumbuhan penerimaan pajak mengalami kenaikan, tetap kenaikan tersebut sama sekali tidak cukup membantu pendapatan negara. Menurutnya, masih ada beberapa risiko yang patut diwaspadai.

“Risiko umum, defisit melebar. Dan jika belanja tidak disesuaikan, khawatir ekspektasi kepada penerimaan pada akhirnya akan diisi dengan pembiayaan dari utang,” tutur Prastowo saat berbincang dengan VIVA.co.id.

Meskipun deklarasi harta di akhir amnesti pajak tercatat mencapai Rp4 ribu triliun, tetap saja angka tersebut tidak dapat berkontribusi terhadap penerimaan negara. Apalagi, jika pemangkasan yang dilakukan pemerintah lebih besar dari estimasi sebelumnya. “Menurut saya, revisi target penerimaan jika pertumbuhan penerimaan pajak April - Mei belum signifikan,” ujarnya.

Sementara itu peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira Adhinegara, menjelaskan pemangkasan anggaran belanja pemerintah punya dua dampak.

"Dampak positifnya APBN atau fiskal kita lebih kredibel. Artinya, defisit bisa ditekan. Ujungnya, kepercayaan investor menguat karena manajemen anggaran tidak sembrono atau over estimate," kata Bhima saat dihubungi VIVA.co.id, Selasa 11 April 2017.

Namun, sambungnya, di sisi lain ada negatifnya yaitu apabila anggaran belanja pemerintah pusat dipotong terlalu besar maka kontribusi konsumsi pemerintah terhadap perekonomian menjadi turun.

"Kita lihat 2016 kemarin akibat pemotongan belanja pemerintah. Pertumbuhan konsumsi pemerintah menurun cukup signifikan. Karena konsumsi punya multiplier effect ke ekonomi yg besar ini pengaruh ke pertumbuhan ekonomi. Maka kalau dipotongnya berlebihan pertumbuhan ekonomi 2017 bisa di bawah 5,1 persen atau meleset dari target," tuturnya.

Oleh karena itu, menurut Bhima untuk menekan defisit anggaran ada opsi lain termasuk meningkatkan objek pajak baru. "Ini bisa menambah penerimaan. Cuma pertimbangannya nanti sektor usaha yang kena dampak," ujarnya.

Solusi lain adalah efektivitas anggaran, terutama di dana transfer daerah yang pada  2017 jumlahnya lebih besar dari belanja pemerintah pusat. (ren)