Jejak Darah di Barak Taruna

Sejumlah siswa Taruna Nusantara mengangkat peti mati milik taruna Krisna Wahyu Nurachmad yang tewas dibunuh sesama pelajar di dalam barak mereka.
Sumber :
  • VIVA.co.id/istimewa

VIVA.co.id – Jarum jam persis menunjukkan pukul 04.00 WIB, ketika Riyanto berkeliling di Barak 17 SMA Taruna Nusantara Magelang. Seperti biasa, ia memang bertugas membangunkan seluruh taruna untuk menunaikan salat subuh.

Setiap lorong kamar disambanginya hingga sejumlah taruna mulai beranjak dari kasurnya. Hingga di kamar 2B, Riyanto melihat ada seorang siswa kondisinya tertutup selimut dan sepertinya masih dalam kondisi lelap.

Petugas Pamong Graha 17 ini pun berinisiatif memeriksa. Betapa terkejutnya ia, taruna laki-laki yang diperiksanya itu sudah bersimbah darah. Sebuah luka sayatan dari benda tajam menganga di lehernya hingga sepanjang 10 sentimeter.

Dalam sekejap kepanikan melanda. Kematian mengejutkan yang baru pertama kalinya terjadi sepanjang sejarah SMA Taruna Nusantara Magelang itu pun dilaporkan ke polisi.

Hari itu menjadi kisah tragis bagi taruna Krisna Wahyu Nurachmad. Kematiannya yang mendadak di dalam barak meninggalkan parut tajam dalam sejarah SMA Taruna Nusantara.

Berikutnya, kematian menyita perhatian>>>

***

 

Kematian menyita perhatian

Kematian Krisna langsung menyita perhatian. Maklum, sekolah ini memang memiliki reputasi baik di mata publik. Sudah sejak didirikan 27 tahun lalu, tidak ada satu pun catatan hitam soal sekolah ini.

Putra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yakni Agus Harimurti Yudhoyono saja, bahkan disekolahkan di sini dan pernah meraih lulusan terbaik pada tahun 1997.

Di luar itu, kasus kematian taruna ini beruntung segera menemukan titik terang. Kepolisian pun mengamankan seorang taruna lelaki bernama AMR (16 tahun), yang tak lain rekan satu barak Krisna.

Remaja ini disangka kuat sebagai pelaku utama penyebab kematian Krisna. Barang bukti dan keterangan saksi menguatkan, jika AMR telah menggorok leher rekannya sendiri.

"Barang bukti mengarah ke pelaku, di antaranya sebilah pisau, satu celana yang ada percikan darah, dan satu kacamata milik pelaku yang ada bekas cakaran korban," kata Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Condro Kirono, Sabtu 1 April 2017.

FOTO: Proses rekonstruksi kasus pembunuhan terhadap siswa SMA Taruna Nusantara, Kresna Wahyu Nurachmad (15) di pusat perbelanjaan Armada Town Square (Artos), Magelang, Senin (3/4/2017)

Dari pemeriksaan terungkap, tindakan tega yang dilakukan AMR kepada Krisna, murni bermotif dendam, dan itu ditengarai oleh masalah sepele.

Yakni, telepon seluler milik AMR disita oleh Pamong Graha, lantaran ketahuan saat dipakai oleh Krisna. Tak cuma itu, korban rupanya juga pernah memergoki AMR mencuri.

"Korban mengetahui pelaku mencuri uang milik orang lain di barak, dan korban mengetahuinya," kata Condro.

Atas itu, AMR pun merencanakan kematian Krisna. Indikasi ini diperkuat keterangan saksi, yang sempat melihat AMR sebelum kematian Krisna membeli pisau di Pusat perbelanjaan Armada Town Square (Artos).

Dan, yang lebih mengejutkan lagi, AMR terkesan seperti terlihat tenang. Dari pengakuannya, usai membunuh Krisna, ia mengganti bajunya, dan menyembunyikan pisau, serta mengelap sisa darah korban dengan baju rekannya yang lain. "Pelaku berusaha menghilangkan jejak," kata Condro.

Atas itu, AMR pun disangkakan atas pembunuhan berencana. Remaja berusia 16 tahun ini dijerat dengan Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 340 KUHP.

Selanjutnya, evaluasi pendidikan>>>

***

 

Evaluasi pendidikan

Apapun itu, tindak pidana pembunuhan berencana yang terjadi di SMA Taruna Nusantara Magelang ini, kini telah menggores cacat buruk di sekolah itu.

Tindakan AMR yang seolah tenang menggorok leher rekan sebaraknya, menggerus konsentrasi sekolah tersebut. Dan, hal yang paling dikhawatirkan adalah kejadian itu akan berdampak tidak baik kepada taruna lainnya.

"Kepribadian bisa menjadi terpecah dan gangguan psikologi bagi anak-anak lainnya," kata Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam Sholeh.

Komisioner KPAI Erlinda menambahkan, belajar dari kasus kematian Krisna di Taruna Nusantara ini menyiratkan bahwa ada masalah besar di balik konsep pendidikan karakter yang selama ini dibangun di sekolah.

Sebabnya, fakta menunjukkan, kini anak justru kerap berbuat anarkistis dan seolah mudah merenggut nyawa orang lain. "Anak bangsa sangat mudah terprovokasi dengan hal buruk," katanya.

Di Taruna Nusantara misalnya, sambung Erlinda, sekolah ini sudah lama dikenal sebagai lingkungan pendidikan yang mengedepankan kedisiplinan, pengetahuan, dan karakter. Sehingga sangat aneh, ketika ada seorang tarunannya justru menjadi pembunuh.

Dan, itu dilakukan dengan sengaja, memanfaatkan kelengahan pengawasan saat orang tidur, dan seolah tidak ada ketakutan sedikit pun dari pelaku yang ditunjukkannya dengan kembali tidur usai membunuh dan berganti baju seolah tidak terjadi apa-apa.

"Artinya, ada niat. Ada kesalahan dalam berpikir dan konsep hidupnya pelaku," kata Erlinda.

Evnie Indranie, psikolog anak menyebutkan munculnya praktik kekerasan yang dilakukan oleh anak-anak ditengarai oleh masih belum matangnya proses self control anak.

Menurutnya, anak-anak itu umumnya mengadopsi setiap hal yang didapatnya dalam keseharian. Kekerasan misalnya, saat ini begitu mudah tersebar di mana pun seperti di televisi, game, buku bacaan, dan lainnya.

"Itu bisa bikin satu fantasi dan memori. Karena itu, peran orangtua di sini juga sangat penting, karena orangtua berperan dalam pembentukan karakter anak," kata Evnie.

FOTO: Aktivitas taruna di SMA Taruna Nusantara/FB@SMA.Taruna.Nusantara

Ya, pemulihan traumatik kepada keluarga korban dan rekan Krisna di SMA Taruna Nusantara memang perlu dilakukan. Namun, lebih penting lagi melibatkan orang tua dalam membangun karakter anak sebelum di sekolah.

Sebab, orangtua menjadi rumah pertama anak-anak menyerap pengetahuan dan ilmu sebelum kemudian diadaptasi, replikasi, dan kolaborasikan dengan pengetahuan yang didapatnya di sekolah.

"Anak harus lebih dikuatkan kembali untuk menciptakan karakter. Sekolah dan keluarga bisa menanamkannya melalui kegiatan dan pembelajaran," kata komisioner KPAI Erlinda. (asp)