Orang Pendek, Dibiarkan Jadi Misteri atau Diburu?

Potongan video yang menampilkan sosok Orang Pendek tak berbaju membawa kayu yang mengejutkan pengendara motor trail di hutan Aceh
Sumber :
  • VIVA.co.id/youtube

VIVA.co.id – Di Sumatera, mitos soal Orang Pendek atau kelompok manusia yang berdiam di hutan sesungguhnya bukan cerita baru. Cerita itu sudah mengalir turun temurun dan bertahan hingga kini.

Keberadaan Orang Pendek itu tak pernah terbuktikan lewat foto, video atau pun suara. Namun, banyak warga setempat tetap percaya.

Orang Pendek dianggap sebagai sosok imajiner sekaligus nyata dan menjadi salah satu alasan agar orang mau tidak semena-mena terhadap hutan dan alamnya, sebab ada kelompok lain yang juga menempatinya.

Atas itu, mahfum bila cukup sulit menelusuri kebenaran soal kelompok manusia di dalam hutan itu. Mereka cuma terekonstruksi dari cerita dan kesaksian warga yang umumnya juga karena ketidaksengajaan bertemu.

Selain itu, karena orang Indonesia selalu erat dengan hal takhayul, mistik dan mahkluk gaib, sehingga semakin membuat benar tidaknya Orang Pendek itu ada menjadi abu-abu.

Bukti Keberadaan

Meski begitu, terlepas dari mitos takhayul orang Sumatera, kesaksian tertulis yang pernah tercatat bahwa ada Orang Pendek ini pernah dilaporkan oleh ahli asal Belanda pada tahun 1923, Van Heerrwarden.

Dalam laporannya (1924), Reported Find of Missing Link Will Be Probed, menuliskan bahwa ia melihat sosok mahkluk aneh dengan tinggi badan 150 sentimeter, berdiri tegak di kedua kakinya, dan berbulu.

Dilaporkan Heerwarden, mahkluk itu memiliki persenjataan berbentuk tombak dan memiliki kemampuan lari yang cepat. Ketika itu, disebutkan juga bahwa Herrwarden sangat penasaran dengan mahkluk itu.

Pencarian pun dilakukan. Namun sia-sia. Mahkluk yang kemudian disebut warga sebagai Orang Pendek itu tak pernah terdokumentasikan. Termasuk juga oleh sejumlah kesaksian orang asing lain yang pernah hadir di Sumatera.

Hingga beberapa dekade kemudian, isu tentang Orang Pendek itu coba dibuktikan oleh peneliti Inggris Derby Martyr. Lewat ekspedisi Orang Pendek Project, perempuan ini mencoba menelusur hutan Sumatera di wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat, dimulai tahun 1993.

Dan hasilnya cukup mengejutkan. Meski tak memiliki objek foto nyata bagaimana sosok Orang Pendk itu, namun tim proyek berhasil mengumpulkan sejumlah bukti seperti jejak, bentuk permukiman, rambut hingga feses (kotoran).

FOTO: Jejak Orang Pendek yang pernah didokumentasikan oleh tim peneliti dari Orang Pendek Project pada tahun 2011/VIVA.co.id/Extreme Expedition Doc

Dipastikan bahwa memang ada Orang Pendek di Sumatera, ia berjalan tegak, berbulu kemerahan atau keemasan, dan tidak bergelantungan di pohon seperti kera atau orangutan.

"Awalnya saya beranggapan itu mitos. Namun setelah melihat, saya yakin ini bukan mitos," kata Debby.

Ya, Orang Pendek memang ada di Sumatera. Namun apakah ini manusia atau hewan hingga kini tak bisa definisikan. Sosoknya yang sangat sulit dideteksi, menjadi misteri tak terpecahkan hingga kini di hutan Sumatera.

Sekaligus menjadi cerita penunggu hutan yang ada di Sumatera. Meski dengan penyebutan berbeda seperti, Ughang Pandak, Gugu, Mante, Cigau, Bunian, Orang Letjo, Atoe Rimbo, atau Sedabo.

Faktanya Orang Pendek memang ada secara fisik dan memang hidup di hutan Sumatera. Yang jelas, meski penamaannya menggunakan kata Orang, belum tentu bahwa ia adalah manusia dan juga belum bisa dipastikan bahwa itu hewan. Lagian juga, penelitian soal ini juga kini meredup dan tak lagi dilakukan.

Selanjutnya...Biarkan Jadi Misteri

***

Biarkan Jadi Misteri
Lalu mengapa Orang Pendek kini kembali diperbincangkan? Ini merujuk pada sebuah video singkat yang baru-baru ini beredar di jejaring sosial.

Dalam video itu terlihat jelas sosok mahkluk yang tak berbaju dengan membawa benda menyerupai tongkat kayu membuat terkejut rombongan pengendara motor trail di hutan Aceh.

Seorang pengendara bahkan terjatuh. Sementara sosok mahkluk itu terlihat berlari kencang dan menembus semak belukar, meski sempat dikejar oleh pengendara motor.

Beredarnya video itu akhirnya mengungkit kembali tentang sosok Orang Pendek atau Suku Mante dalam dialek Aceh.

Sebab, jika asumsi itu benar, maka ini adalah kali pertamanya Orang Pendek terekam video dan terlihat jelas setelah beberapa abad namanya dikenal di Sumatera dan menjadi buah bibir.

Tentu ini hal mengejutkan dan mungkin saja bisa menjadi pendorong untuk kembali dimulainya penelitian lebih mendalam soal sosok manusia kerdil yang hidup dan bersembunyi di perut hutan Sumatera.

Lalu pentingkah ini? Secara praktik, riset pengungkapan manusia purba memang menjadi lajur pembuka untuk menguak asal usul manusia. Seperti halnya yang pernah dilakukan terhadap manusia pendek, Hobbit Flores atau Homo floresiensis, yang mencengangkan.

Sebab, penemuan rangka fosilnya pada tahun 2003 di dalam gua menguak fakta bahwa ada jenis lain sebelum Homo sapiens atau manusia modern.

Dan bagaimana dengan Orang Pendek? Hingga kini memang tidak ada lagi riset khusus yang mendalami soal mahluk yang ada di pulau Andalas tersebut.

Namun demikian, dengan kemunculan video yang diduga menampilkan Orang Pendek tersebut. Maka besar kemungkinan bisa memicu penasaran publik, entah itu peneliti atau bukan untuk mencari tahu Orang Pendek di Sumatera.

Maka ini bisa saja menjadi kabar baik sekaligus menjadi ancaman tentang Orang Pendek di hutan Sumatera.

FOTO: Replika sosok Homo floresiensis yang ditemukan di Flores

Yang jelas, dalam sebuah riset PloS Biology yang dipublikasikan pada tahun 2011, diakui bahwa memang ada 8,8 juta spesies di bumi. Dari jumlah itu baru 1,9 juta saja yang teridentifikasi.

Sehingga soal, apakah sosok di balik Orang Pendek, sangat mungkin merupakan bagian yang belum teridentifikasi. Tinggal lagi memastikan bahwa Orang Pendek saat ini perlu perlindungan.

Terutama dari ancaman habitat yang menipis dan juga bukan tidak mungkin dari perburuan orang yang penasaran akan sosok mereka.

"Jangan usik Suku Mante (Orang Pendek di Aceh). Mereka itu juga manusia biasa. Mereka punya hak memperoleh kehidupan yang layak juga," kata Arkeolog Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Husaini Ibrahim. (ren)