Resah gara-gara Antraks
- NIH
VIVA.co.id - Kementerian Pertanian segera membuat pernyataan pers untuk menanggapi kabar tentang dugaan penyebaran penyakit antraks di Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada awal sampai pertengahan Januari 2017.
"Antraks ini penyakit yang sulit untuk diberantas, tapi mudah dikendalikan, karena penyebabnya bakteri, bukan virus. Bakteri ini bisa terkendali karena vaksin," kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dari Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita, di Jakarta pada Senin, 23 Januari 2017.
Maklumat Kementerian rada melegakan karena isu itu cukup meresahkan masyarakat. Apalagi tersebar foto surat mengatasnamakan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Sardjito di Yogyakarta kepada Dinas Kesehatan Sleman yang menyebut seorang pasien anak-anak meninggal dunia gara-gara terjangkit Bacillus anthracis, bakteri penyebab antraks. Informasi itu pun segera dikaitkan dengan kabar 16 warga Purwosari, Kecamatan Girimulyo, Kulon Progo, yang dirawat di rumah sakit akibat terserang antraks pada awal Januari.
RSUP Dr Sardjito menyangkal kebenaran surat yang beredar di media sosial itu. Memang ada pasien laki-laki berusia delapan tahun yang meninggal dunia pada 6 Januari 2017 setelah dirawat di rumah sakit itu. Namun Rumah Sakit belum memastikan pasien warga Sleman itu terjangkit antraks karena tim dokter masih meneliti penyebabnya.
Menurut Kepala Bidang Hukum dan Hubungan Masyarakat RSUP dr Sardjito, Trisno Heru Nugroho, pasien itu baru sebatas suspect atau diduga terjangkit antraks karena masih sebatas tanda-tanda. "Arahnya suspect tapi perlu investigasi lebih mendalam lagi," katanya kepada wartawan di Yogyakarta pada Jumat, 20 Januari 2017.
Rumah Sakit juga menepis kabar yang menyebutkan ada 15 orang warga Kulon Progo yang dirawat karena antraks. "Sama sekali tidak benar. Kami tidak merawat lima belas pasien suspect antraks. Jadi, informasi yang beredar di luar sama sekali tidak benar," ujar Heru.
Pemerintah Kabupaten Kulon Progo menyatakan, ada 16 warganya yang terserang antraks. Mereka dipastikan terinfeksi antraks setelah Dinas Kesehatan setempat menguji sampel daging yang disimpan di lemari pendingin milik warga dan luka yang diderita 16 orang warga Purwosari.
Keenam belas warga itu bermukim di tiga dusun di Desa Purwosari, Girimulyo, yakni Ngroto, Ngaglik dan Panggung. "Hasil tes laboratorium itu, ada indikasi antraks," kata Sekretaris Daerah Kabupaten Kulon Progo, Astungkara, pada Selasa, 17 Januari 2017.
Dinas Kesehatan sudah memeriksa dan mengobati 16 orang warga Purwosari itu. Kesehatan mereka berangsur membaik dan mulai ada kesembuhan. Mereka tidak diisolasi karena tidak mual-mual dan pusing melainkan hanya ada luka benjolan.
Penyebaran dan vaksin
Antraks adalah penyakit menular akut dan sangat mematikan yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis. Antraks paling sering menyerang herbivora-herbivora liar dan yang telah dijinakkan. Penyakit itu dapat ditularkan dari hewan ke manusia, namun tidak dapat ditularkan antara sesama manusia.
Bakteri antraks dapat menginfeksi tubuh manusia melalui tiga cara, yaitu melalui konsumsi daging hewan yang sudah terjangkit antraks (pencernaan), melalui kulit yang luka terbuka, melalui sistem pernapasan atas udara yang dihirup manusia.
Beberapa gejala-gejala antraks tipe pencernaan adalah mual, pusing, muntah, tidak nafsu makan, suhu badan meningkat, muntah berwarna coklat atau hitam, buang air besar berwarna hitam, sakit perut yang sangat hebat (melilit). Sedangkan gejala antraks tipe kulit ialah bisul merah kecil yang nyeri. Bisul itu membesar, memborok, pecah dan menjadi sebuah luka.
Seperti maklumat Kementerian Pertanian bahwa antraks sulit diberantas tetapi mudah dikendalikan karena penyebabnya bakteri, bukan virus. Pengendaliannya ialah dengan vaksinasi hewan ternak, terutama sapi dan domba, yang menjadi sumber daging utama yang dikonsumsi masyarakat Indonesia.
Kementerian memerintahkan seluruh Dinas Pertanian dan Peternakan di Daerah Istimewa Yogyakarta, terutama di Kulon Progo, menggalakkan vaksinasi pada hewan ternak. Vaksinasi menjadi penting dan mendesak karena bakteri antraks lebih mudah berkembang biak di iklim yang lembab, kurang sinar Matahari, seperti pada musim hujan sekarang.
Kementerian telah mengirimkan vaksin sebanyak 17.600 dosis untuk Kulon Progo. Tetapi Pemerintah Kabupaten perlu lebih dulu menyelesaikan fase penyuntikan antibiotik dan penyemprotan kepada ternak-ternak di wilayahnya. Penyuntikan vaksin setelah dua pekan dari pemberian antibotik dan penyemprotan itu.
Pemerintah Kabupaten juga sedang menginvestigasi asal penyebaran antraks di Girimulyo, termasuk melacak asal sapi milik warga yang terjangkit bakteri Bacillus anthracis. Soalnya tidak pernah ditemukan kasus antraks di daerah itu selama ini.
Menurut data Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Kulon Progo, ada 18 ekor sapi yang terserang antraks sejak Desember 2016. Sebanyak 14 ekor sapi di antaranya mati sebelum Desember 2016 dan sisanya mati pada Januari 2017.
Dinas Kesehatan juga mengimbau warga setempat agar segera memeriksakan kesehatannya ke puskesmas terdekat jika, misal, mengalami demam, flu, atau gatal-gatal. Warga diminta tak menganggap remeh penyakit semacam itu karena diharapkan secepatnya mendapatkan perawatan medis jika terindikasi terjangkit antraks. Penanganan yang cepat dapat mencegah risiko yang lebih buruk, yaitu kematian.
Diklaim sudah aman
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, memastikan kasus antraks di Kulon Progo itu akibat sapi sakit. Namun sapi-sapi yang terjangkit bakteri antraks itu telah dimusnahkan. "(sapi-sapi itu) sudah dimusnahkan, bukan akan, tapi sudah," katanya di sela kunjungannya di Semarang pada Senin, 23 Januari 2017.
Tim khusus Kementerian Pertanian, kata Menteri, sejak beberapa hari lalu sudah turun tangan. Tim dikerahkan khusus di dua lokasi yang dicurigai terdapat sapi terjangkit antraks. Lokasi itu kini masih disiagakan Posko Penanganan Antraks.
Menteri memastikan telah melakukan upaya isolasi agar bakteri antraks tidak menyebar. Isolasi pun dilakukan dengan pemusnahan sapi-sapi yang ditengarai diserang penyakit.
Menurutnya, kasus yang sama pernah ditemukan juga di Kalimantan beberapa tahun lalu. Namun tak berlangsung lama hingga mewabah karena tim Kementerian Pertanian langsung menanganinya.
Amran mengimbau masyarakat tidak khawatir dengan penyebaran penyakit itu. Soalnya dua daerah yang kini diisolasi telah dinyatakan aman. Masyarakat juga diminta tak risau untuk mengonsumsi daging karena daging sapi yang diolah dengan suhu tertentu dipastikan bebas bakteri antraks.
Meski demikian, masyarakat tetap diminta waspada jika ada temuan penyakit yang sama. "Pada intinya kita mewaspadai, mengantisipasi sejak dini, karena langkah paling bagus adalah upaya preventif dan kuratif," katanya.
Diawali Sapi Sempoyongan
Dusun Ngaglik adalah satu di antara tiga daerah di Kulon Progo yang ditemukan kasus warga terserang antraks. Dinas Kesehatan telah menelusuri asal penyebaran antraks itu, dan ternyata bermula dari sapi milik seorang warga setempat.
Sapi itu dilaporkan sempoyongan pada 12 November 2016. Pemilik dan warga setempat kemudian menyembelih sapi itu lalu membagi-bagikan dagingnya kepada masyarakat. Sebagian daging telah dikonsumsi dan sisanya disimpan di lemari pendingin.
Sampel daging yang diambil dari lemari pedingin milik warga itu sedang diuji di laboratorium Balai Besar Veteriner Wates. Hasil uji laboratorium akan diverifikasi Kementerian Kesehatan. Tim investigasi memastikan tidak ada kasus tambahan pada manusia.
Pemerintah Kabupaten Kulon Progo sudah memerintahkan para camat, kepala desa, dan kepala dukuh agar segera melapor jika ada hewan ternak yang sempoyongan seperti dalam kasus 12 November 2016 itu. Langkah berikutnya adalah menyembelih ternak itu lalu dikubur sedalam minimal dua meter.