2017, Hacker Bakal Kirim 'Mimpi Buruk'
VIVA.co.id – Tahun ini memang cukup banyak isu dan permasalahan yang mewarnai industri telekomunikasi dan teknologi. Telekomunikasi pun menegaskan diri untuk menjadi bagian dari teknologi, seiring dengan pengguna seluler yang semakin candu dengan data dan digital.
Teknologi Internet of Things dipercaya akan menjadi hasil dari perpaduan telekomunikasi dan teknologi. Saat itu, jaringan telekomunikasi akan menjembatani semua perangkat yang ada, sehingga bisa saling terhubung dan memiliki koneksi internet. Di saat yang bersamaan, ancaman hacker pun semakin tak terbendung.
Peneliti dari Forrester Research menyebut, serangan distributed denial of service (DDoS) merupakan yang paling popular digunakan oleh hacker. Tahun depan, serangan ini akan semakin besar, bahkan bisa melumpuhkan jaringan selama berjam-jam. Padahal, dalam sejarahnya, serangan DDoS memiliki tingkatan yang kecil. Sebanyak 93 persen dari total serangan DDoS sampai tahun ini, ukurannya hanya mencapai 1 Gbps. Akhir tahun ini, ukuran serangan naik berlipat ganda.
Dilansir melalui The Independent UK, Kamis 22 Desember 2016, beberapa serangan besar juga terjadi tahun ini dengan menggunakan DDoS, seperti pada situs publikasi keamanan internet, Brian Krebs Krebsonsecurity, pada September lalu yang kekuatannya mencapai 620 Gbps.
Sampai-sampai, perusahaan jaringan internet Akamai menarik dukungannya pada Krebs. Atau, ada juga serangan dengan kekuatan sama menargetkan perusahaan penyedia DNS, Dyn. Akibatnya, situs ternama seperti Twitter, Amazon, AirBnB sampai Spotify pun lumpuh.
“Mega serangan ini, yang kekuatannya sampai 100 Gbps, semakin meningkat, baik dari jumlah maupun ukuran. Kami menemukan adanya peningkatan sampai 138 persen serangan akhir tahun ini,” tulis laporan Akamai.
Berikutnya, lumpuh berjam-jam>>>
***
Lumpuh Berjam-jam
Serangan DDoS, merupakan pola yang membanjiri suatu sistem, atau situs dengan trafik fiktif. Trafik tersebut, biasanya dilakukan melalui banyak komputer berbeda yang terlebih dahulu diinfeksi virus, sehingga bisa mengirimkan trafik bertubi-tubi. Ini menyebabkan server tidak dapat menampung, untuk kemudian down.
Seorang ahli keamanan dari LogRhythm, James Crader menyebut, jika biasanya DDoS mampu melumpuhkan situs selama satu atau dua jam, tidak demikian di tahun depan. Pada 2017 nanti, akan ada satu hari ketika internet akan lumpuh selama seharian.
“Jika hacker mampu membuat serangan masif yang melumpuhkan situs dalam beberapa jam, merusak jaringan selama 24 jam bukanlah hal yang sulit,” ujar Crader.
Forrester Research menyalahkan tren internet of things (IoT) sebagai yang bertanggung jawab atas semakin masih dan kuatnya serangan DDoS. Bahkan, tahun depan, sekitar 500 ribu perangkat berbasis IoT akan menjadi target serangan ini. Mengalahkan target serangan bug Heartbleed yang berlangsung 2014 lalu. Tidak hanya Forrester Research, perusahaan riset IDC pun memperingatkan adanya ancaman DDoS yang akan menghantui tren IoT di dunia.
“Saking banyaknya perangkat, mempermudah hacker untuk mendapatkan akses menyerang, baik melalui default password yang tidak diganti, atau firmware yang kerap usang dan tidak diperbaharui. Bahkan, masalahnya akan semakin buruk ketika koneksi ditambahkan ke perangkat tradisional seperti alat rumah tangga, atau mobil dan lainnya, yang dibuat oleh vendor yang tak ahli dan tak berpengalaman mengenai source code komputer,” ujar Kevin Lonergan, direktur riset dari IDC Kanada.
Selanjutnya, ancaman juga untuk Indonesia>>>
***
Ancaman juga untuk Indonesia
Tren IoT tidak hanya ada di negara-negara maju. IoT akan menjadi Next Big Thing di Indonesia. Dari data IDC, secara bisnis potensi IoT di kawasan Asia Pasifik (tidak termasuk Jepang) lumayan menjanjikan. Indonesia diprediksi akan menempati urutan keempat sebagai negara dengan belanja perangkat IoT terbesar setelah Tiongkok, Korea Selatan, India, diikuti oleh Australia.
Founder Indonesia IoT Forum, Teguh Prasetya sangat yakin IoT akan menjamah Indonesia mulai tahun depan. Apalagi, saat ini penetrasi internet sudah melebihi 51 persen dari populasi penduduknya. Dengan jumlah sekitar 137 juta pengguna, diprediksikan jumlah perangkat IoT akan mencapai 1,2 kali populasi penduduk Indonesia pada 2020.
Sejatinya, menurut pengamat dari ICT Institute, Heru Sutadi, sejak 2016, terlihat adanya pertumbuhan dan perkembangan Internet of Things walaupun masih kecil. Hal ini, seiring dengan penggunaan data yang semakin meningkat, tidak hanya untuk media sosial, atau layanan streaming. Ini yang menyebabkan kebutuhan untuk meng-upgrade jaringan dari 2G ke 3G, atau 3G ke 4G sampai 4,5G pun semakin meningkat.
“Memang (IoT) belum mature, tetapi akan mulai banyak yang memanfaatkan. Tahun depan akan ramai pemanfaatannya untuk smart city,” tutur Heru kepada VIVA.co.id, Kamis 22 Desember 2016.
Ungkapan Heru ada benarnya. Ketika semua perangkat terhubung, maka wilayah yang menerapkannya akan otomatis menjadi kota pintar. Sebab, tak hanya perangkat rumah tangga, perkantoran, korporasi, birokrasi pemerintah dan transportasi adalah sektor yang paling banyak menerapkan teknologi IoT.
Dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal seperti smart city, smart public transportation system, digital payment, manufaktur, dan ritel, logistik, atau semacamnya. Di berbagai industri juga telah merasuk, seperti e-health, pendidikan, keuangan sampai aplikasi untuk bisnis.
Beberapa vendor yang sudah mulai masuk untuk memasarkan perangkat IoT adalah Samsung dengan Smart Things, TP-Link, atau aplikasi lokal yang mengadopsi iBeacon besutan Apple, Cubeacon. Bahkan, operator macam Telkomsel sampai XL Axiata pun sudah menyiapkan jaringannya menghadapi membludaknya IoT.
"Starter Pack Smart Things di Amerika, kami jual seharga US$250. Terdiri dari Startet Kit, Hub, Motion Sensor, Multisensor, dan Power Outlet. Mudah-mudahan, tidak lama lagi kami bisa membawanya. Kami harap tahun depan," ujar Corporate Marketing Director Samsung, Jo Semidang.
Yang tak kalah besar, yang muncul tahun depan, adalah teknologi penyedot data seperti Live Streaming macam Facebook Live, Bigo Live, Cliponyou; atau Virtual Reality yang perangkatnya sudah hadir seperti Samsung Gear 360, kacamata VR Lenovo, Oculus Rift besutan Facebook, sampai Google Cardboard.
Dengan kemunculan teknologi baru dan makin bertambahnya teknologi lama di Indonesia, bukan tidak mungkin jika Indonesia juga akan kebagian menjadi target dan bulan-bulanan hacker di tahun depan. (asp)