Kembalinya Setya Novanto Jadi Ketua DPR
- Istimewa
VIVA.co.id – Kembalinya Setya Novanto menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat menjadi sejarah baru legislatif di Indonesia. Novanto menggeser posisi koleganya di Parrtai Golkar, Ade Komarudin, yang selama berbulan-bulan sempat menggantikan posisinya.
Sidang Paripurna DPR pada Rabu, 30 November 2016, resmi menerima Setya Novanto sebagai Ketua DPR lagi. Pimpinan sidang Fadli Zon menyampaikan bahwa pimpinan DPR telah menerima surat dari Fraksi Partai Golkar tertanggal 22 November 2016, tentang pergantian ini.
Dalam persidangan yang dihadiri 402 anggota dari seluruh Fraksi, Fadli memberikan kesempatan bagi para perwakilan fraksi untuk menyampaikan pandangannya. Dari semua fraksi tidak ada yang menolak pencalonan Novanto sebagai Ketua DPR.
Fadli kemudian menanyakan apakah para peserta sidang paripurna menerima Novanto sebagai Ketua DPR. Dan mereka pun secara serempak menyatakan setuju.
Novanto kemudian menjalani pelantikan dan mengucapkan sumpah jabatan dengan dipimpin hakim dari Mahkamah Agung. Tak ada masalah dalam proses ini, Ketua Umum Partai Golkar itu pun sah menduduki posisi yang pernah dia tinggalkan dahulu menyusul kasus ‘Papa minta saham”. Inilah sumpah yang diucapkannya.
"Demi Allah saya bersumpah, bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya, sebagai Ketua DPR dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dengan berpedoman pada Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-sungguh, dengan kehidupan demojrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang dan golongan. Bahwa saya akan perjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili, untuk mewujudkan kepentingan nasional, demi kepentingan bangsa dan NKRI”.
Usai pembacaan sumpah, Novanto kemudian menandatangani berita acara dan sah menjadi ketua DPR kembali. Para anggota DPR pun secara bergantian memberikan selamat padanya.
Sempat mundur
Novanto yang terpilih sebagai ketua parlemen pada 2014 lalu sempat mengundurkan diri karena tersandung kasus dugaan pelanggaran kode etik yang disidangkan secara terbuka oleh Mahkamah Kehormatan DPR.
Seiring perjalanan waktu, sejumlah tuduhan yang diarahkan kepada Setya Novanto mentah. Sudirman Said yang mengadukannya ke MKD DPR dengan tuduhan mencatut nama Presiden Joko Widodo justru terdepak dari kursi kabinet. Presiden Jokowi memberhentikannya dari jabatan Menteri Energi Sumber Daya Mineral.
Setya Novanto yang sempat diperiksa Kejaksaan Agung kini terbebas dari segala tuduhan setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan atas tafsir undang-undang terkait kasus yang dituduhkan Sudirman kepadanya. Setelah putusan MK, Setnov mendapatkan rehabilitasi nama baik dari DPR.
Ade Komarudin yang menjadi ketua DPR menggantikan Setya Novanto harus melepaskan jabatan itu. Terhitung sejak Rabu 30 November 2016, pria yang akrab disapa Akom itu diberhentikan dari jabatannya sebagai ketua parlemen. Bukan hanya karena penarikan dari Fraksi Partai Golkar, tapi juga karena terkena sanksi dari Mahkamah Kehormatan DPR.
MKD DPR menjatuhkan vonis bahwa Akom bersalah melanggar kode etik dalam sejumlah kasus. Dari sejumlah laporan yang masuk, ada dua kasus yang berujung sanksi.
Akom kena sanksi
MKD memutuskan sejumlah perkara yang melibatkan Ketua DPR Ade Komarudin sebagai terlapor. Dalam perkara register nomor 62, mengenai pemindahan BUMN dari mitra kerja Komisi VI, menjadi ke Komisi XI, Akom, sapaan akrabnya, mendapat sanksi ringan.
"Diputuskan bahwa terdapat pelanggaran ringan. Sehingga diberi sanksi berupa peringatan tertulis. Dan menetapkan mitra kerja Komisi XI itu dikembalikan ke Komisi VI. Termasuk pembahasan PMN. Berlaku sejak hari ini, final and bonding," kata Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad di ruang persidangan, Senayan, Jakarta, 30 November 2016.
Akom ternyata mendapat sanksi lain. Sanksi ini terkait dugaan pelanggaran etik karena menahan-nahan RUU Pertembakauan dari Badan Legislasi, sehingga belum diparipurnakan juga.
Karena Akom sudah mendapat sanksi ringan, maka sanksi untuk perkara register 66 ini diputuskan sedang. Yakni dipindahkan dari Alat Kelengkapan Dewan, atau dalam hal ini sebagai Ketua DPR.
"MKD putuskan terdapat pelanggaran etik kriteria sedang, sehingga diputuskan sejak Rabu ini yang terhormat Ade Komarudin dari Fraksi Partai Golkar dinyatakan berhenti dari jabatan Ketua DPR RI," ujar Dasco.
Wakil Ketua MKD Syarifuddin Sudding mengatakan putusan pemberhentian ini tidak ada kaitannya dengan pergantian dari Fraksi Golkar. Secara bersamaan, Fraksi Golkar memang mengajukan pergantian Ketua DPR. "Kami hanya bekerja sesuai aturan MKD," kata Sudding.
Sudding mengungkapkan, Akom telah beberapa kali dipanggil untuk dimintai keterangan. Namun yang bersangkutan tidak pernah hadir sehingga sidang diputuskan secara in absentia. "Sesuai hukum acara, ketika dia dipanggil secara layak, maka MKD bisa ambil keputusan," kata Sudding.
Respons Akom
Di hari pemberhentiannya sebaga Akom tak datang ke gedung parlemen. Sehari sebelumnya, dia mengaku tak bisa hadir karena harus pergi berobat ke Singapura.
Akom menegaskan diri sebagai orang yang taat peraturan, termasuk aturan di organisasinya bernaung, tak akan melakukan perlawanan
"Sejak dulu sebelum partai, masih Golongan Karya. Sebagai kader saya ingin menempatkan keutuhan partai, saya tempatkan di atas kepentingan pribadi saya dan keluarga saya," kata Akom di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin, 28 November 2016.
Akom berharap apa yang dilakukannya selama ini sebagai Ketua DPR, juga bersama pimpinan lainnya, bisa terus memberikan manfaat bagi rakyat sehingga tidak dilupakan.
"Tentu dengan segala kekurangan, terutama institusi ini agar sesuai dengan keinginan rakyat," ujar Akom.
Mantan Ketua Fraksi Golkar ini, dan juga pimpinan yang lain, bertekad memproses pergantian ini sesuai aturan yang berlaku. Akom pun menjamin proses itu tak menyimpang dan akan berjalan sesuai koridor. "Saya jamin tidak akan menyimpang dari aturan yang berlaku," kata Akom.
Akom menegaskan, sejak hari pertama dia memilih menjadi politikus, dia sudah siap menghadapi segala goncangan. Termasuk yang mesti dia hadapi saat ini, menyangkut pergantian Ketua DPR.
"Kami sudah membaca dan mempelajari (surat pergantian). Saya sendiri, bahkan sudah konsul dengan senior partai, sejumlah tokoh senior bangsa, tokoh agama, dan rekan-rekan saya sesama aktivis parpol," ujar Akom.
Mengenai pergantian ini, Akom mengaku berpegang pada prinsip bahwa jabatan adalah amanah yang datang dari Tuhan. Akom mengaku ikhlas jika diberikan jabatan, atau diambil kembali saat Tuhan kehendaki.
"Tuhan dalam agama saya, Allah SWT akan memberikan amanah itu, atau mengambil amanah itu setiap saat, saya siap dan ikhlas, saya tawakaallah. Tawakal kepada Allah. Bahasa selorohnya, aku rapopo," kata Akom sembari tertawa.
Kemana Akom?
Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham, memastikan akan memperjuangkan jabatan yang tak kalah terhormatnya dari ketua DPR untuk Akom. Kebijakan Partai Golkar yang diterima Akom dengan lapang dada – dengan siap meninggalkan posisi Ketua DPR – menjadi pertimbangan tersendiri.
"Saya secara pribadi teman Akom dan saya tahu Akom. Dengan sikap penerimaan Akom terhadap kebijakan partai dan sikap legowo, itu menjadi modal politik saudara Akom yang harus dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh oleh Golkar tentang proyeksi posisi yang akan kita perjuangan dan ditempatkan ke depan," kata Idrus di gedung DPR, Jakarta, Selasa 29 November 2016.
Menurutnya, banyak posisi yang tidak kalah terhormatnya dengan ketua DPR. Apalagi Akom selama ini menunjukkan dedikasi, kemampuan, dan sikap kenegarawanannya.
"Kan banyak proyeksi. Banyak, nanti semua itu akan diputuskan di DPP Partai Golkar. Tidak etis kalau saya mengatakan jadi ini, jadi ini, jadi ini. Tapi yang pasti, selaku sekjen saya akan habis-habisaan memperjuangkan Akom," kata Idrus.
Ia mengatakan DPP Golkar juga akan tetap melakukan pembicaraan dengan Akom. Misalnya ketika ada posisi yang dipertimbangkan, tapi Akom tidak merasa nyaman maka akan dicari hingga ditemukan kesepakatan yang bersama. "Itu janji saya secara pribadi. Dan tentu ini menjadi keputusan DPP Partai Golkar," kata Idrus.