Asa Damai di Aksi 212

Ribuan umat Muslim di Ciamis longmarch ke Jakarta untuk ikut Aksi 212
Sumber :
  • tvOne

VIVA.co.id – Aksi bertajuk Bela Islam III bagai magnet yang menarik umat muslim datang ke Jakarta. Mereka berbondong-bondong ke Ibukota untuk menghadiri aksi yang akan digelar di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, pada 2 Desember 2016. Para calon peserta datang dari berbagai daerah di Tanah Air.

Ratusan umat Islam dari Ciamis, Jawa Barat, misalnya. Mereka bergerak menuju Jakarta sejak Senin siang, 28 November 2016. Perjalanan dilakukan dengan berjalan kaki. Itu lantaran sejumlah perusahaan jasa transportasi kabarnya tidak mau membawa rombongan peserta aksi ke Jakarta.

Berbekal seadanya, mereka menyusuri jarak ratusan kilometer untuk sampai di Jakarta. Sejumlah daerah akan mereka lalui, seperti Tasikmalaya, Bandung, Cianjur. Aksi ini mendapatkan pengawalan dari aparat Kepolisian Resor Ciamis. 

Hingga Selasa siang, 29 November 2016, rombongan itu telah memasuki kawasan Ciawi, Tasikmalaya, Jawa Barat. Mereka pun terus bergerak ke Ibukota.

Pergerakan massa juga terjadi di daerah lain. Sekitar 10 ribu orang dari Front Pembela Islam (FPI) Sumatera Selatan disebut akan berangkat ke Jakarta. Mereka bakal ikut unjuk rasa yang dikenal dengan aksi 212, merujuk tanggal dan bulan pelaksanaan aksi. 

Aksi akan dilakukan secara damai. Seluruh peserta tidak akan membawa senjata apapun selama aksi berlangsung. "Senjata kami hanya sajadah, tidak ada yang lain. Ini murni aksi super damai," ujar Sekretaris Jenderal FPI Sumatera Selatan Mahdi, Senin, 28 November 2016.

Aksi pada 2 Desember 2016 itu disebut-sebut sebagai aksi Super Damai. Sebab, aksi akan diisi dengan sejumlah kegiatan keagamaan, antara lain doa bersama, zikir dan salat Jumat.

Awalnya, kegiatan itu akan dilakukan di Jalan Thamrin-Sudirman, Jakarta. Namun rencana berubah setelah penyelenggara aksi, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) bertemu dengan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian serta pimpinan MUI, di kantor MUI, Senin, 28 November 2016.

Dalam pertemuan itu, kepolisian  menyampaikan sejumlah argumen berdasarkan aturan hukum jika salat dilakukan di jalan.  Aturan tersebut berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Pada Pasal 6 undang-undang tersebut menyebutkan unjuk rasa tidak boleh mengganggu ketertiban umum dan hak orang lain. Kemudian, pada Pasal 15 undang-undang itu disebutkan bahwa jika pasal  6 dilanggar maka kegiatan unjuk rasa dapat dibubarkan.

Kepolisian lantas menawarkan beberapa alternatif lokasi seperti di Masjid Istiqlal dan Monas. Namun kemudian, lokasi di Masjid Istiqlal tidak dipilih lantaran berdasarkan pengalaman pada 4 November 2016 terjadi bottle neck ketika massa menuju gerbang dan saat turun tangga sehingga dinilai berbahaya. 

Akhirnya para pihak sepakat memilih Monas sebagai lokasi aksi. Kawasan itu memiliki daya tamping 600-700 ribu orang. Kegiatan digelar mulai pukul 08.00 WIB hingga 13.00 WIB. "Ini (kegiatan di Monas) tidak melanggar hukum karena tidak mengganggu ketertiban," ujar Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Senin, 28 November 2016.

Meski diisi dengan kegiatan keagamaan, aksi itu tetap menuntut aparat mengusut tuntas dan mengadili Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok atas kasus dugaan penistaan agama. "Aksi ibadah gelar sajadah, tanpa mengubah aksi sebelumnya, yaitu tegakkan hukum dan keadilan, dan (tersangka) penista agama ditahan," ujar Pembina GNPF-MUI Rizieq Shihab. 

Untuk teknis pelaksanaan, GNPF-MUI dan Polri sepakat membentuk tim terpadu. Tim akan mengatur sejumlah hal seperti penetapan kiblat, panggung, mimbar, saf salat.

Tim terpadu juga akan mengatur bagi peserta aksi dari nonmuslim. Hal itu, menurut Rizieq, berdasarkan pengalaman pada demo 4 November 2016 banyak dari lintas budaya dan agama turut dalam aksi. “Karena ini aksi ibadah. Kami punya tujuan sama, tegakan hukum dan keadilan, tidak boleh ada agama apa pun yang dinistakan,” kata Rizieq.

Aparat telah siap mengamankan aksi tersebut. Untuk itu, sejumlah 22 ribu personel gabungan disiagakan. Mereka bakal menjaga aksi yang diperkirakan dihadiri sekitar 50 ribu orang. "Kami siap untuk melayani pada saudara-saudara saya yang unjuk rasa menyampaikan pendapatnya di muka umum,” ujar Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto memastikan pemerintah tidak akan menghalangi aksi demonstrasi apapun. Namun, ia mengingatkan semua pihak tetap dalam koridor undang-undang. 
"Kebebasan itu punya tanggung jawab. Tanggung jawab apa? Tanggung jawab yaitu mematuhi hukum yang berlaku, mematuhi peraturan yang memang sudah diatur dalam undang-undang unjuk rasa itu," katanya.

Istigasah di Daerah

Sejumlah kalangan menyarankan agar masyarakat menggelar doa bersama di daerah masing-masing. Mereka pun diimbau tak ke Jakarta. 

Imbauan di antaranya datang dari Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Boy Rafli Amar. Warga diimbau melaksanakan zikir dan istigasah di daerah ketimbang harus ke Jakarta. Hal itu untuk mengurangi  risiko yang mungkin muncul dalam perjalanan jarak jauh. “Lebih baik semangat melakukan istigasah di daerah itu bagian yang dianjurkan,” katanya.

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo punya saran serupa. Menurut dia, jika masyarakat ingin melakukan aksi pada 2 Desember nanti, lebih baik  membuat istigasah yang bisa dilakukan di mana saja, tidak harus di Jakarta.
"Berdoa sama-sama, di daerah masing-masing. Kalau dari daerah jauh-jauh ke Jakarta nanti ada kecelakaan. Yang penting berdoa, mohon kepada Allah," kata Gatot.

Panglima Kodam III/Siliwangi Mayor Jenderal TNI Muhamad Herindra berpendapat sama. Dia meminta masyarakat tak berangkat ke Jakarta untuk berunjuk rasa pada 2 Desember 2016. "Kami imbau ke masyarakat, di sana (Jakarta) kan, sudah ditangani kepolisian (kasus dugaan penistaan agama)," kata Herindra di Kota Bandung, Selasa, 29 November 2016.

Setali tiga uang.  Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyarankan warganya tak pergi ke Jakarta. Pada Minggu lalu, warga Surabaya  sempat berdoa bersama terkait kasus dugaan penistaan agama. Kegiatan itu, menurut Risma, sudah cukup menjadi respons atas masalah ini.

Laporan Junjun Budiawan/tvOne Ciamis Jawa Barat