Memburu Penyebar Isu Rush Money 

Proses penghitungan uang rupiah.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Sekelompok orang tak bertanggung jawab kembali menebar teror di masyarakat melalui sejumlah media sosial, kali ini berselubung rush money atau penarikan uang besar-besaran di perbankan pada 25 November 2016 mendatang yang diperuntukkan bagi umat islam di Tanah Air. 

Aksi teror yang sudah bertebaran ini, disangkutpautkan dengan aksi demo besar-besaran membela Islam jilid III atas dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan para pelindungnya yaitu pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kabar yang sangat bombastis ini tentu langsung menuai berbagai komentar dari berbagai kepentingan dan pelaku bisnis di Indonesia. Bahkan, hampir semua pendapat menyatakan isu ini hanyalah 'gertak sambal' orang tak bertanggung jawab yang miliki maksud jahat politik dan ingin mengacaukan perekonomian negara.

Adapun isu yang bertebaran di media sosial saat ini yaitu 

Rush Money. Dengan cara tarik semua dana di Bank mulai tanggal 251116

Bayangkan kalau ada 5jt umat muslim yg berpartisipasi demo, dan rush money sebesar 2jt/orang, maka akan ada 5.000.000 x 2.000.000 = 10.000.000.000.000, itu kalau 5jt orang dan masing2 2jt, gimana kalau lebih? Bisa mencapai 100trilyun uang yg rush dari dunia perekonomian kapitalis

Banyak lho dokter2 spesialis dan pengusaha muslim yg bisa melakukan ini dan bikin bu sri mulyani marah besar ke jokowi

Rush Money:

Just Info, bank hanya mencadangkan 5 s.d 10% dana Cash dari total dana pihak ketiga yaitu dana nasabahnya. Akan menjadi tekanan yg luar biasa bagi pemerintah kalau kaum Muslimin menyambut seruan utk tarik tunai dananya di bank.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan agar masyarakat tidak terhasut oleh adanya gerakan penarikan dana secara besar-besaran dari perbankan nasional. Sebab, upaya ini bersifat merusak institusi, yang sebenarnya juga merupakan tanggung jawab kita bersama sebagai bangsa.

Sri menjamin, keamanan dari uang masyarakat yang ditempatkan di sistem perbankan nasional dipastikan terjaga oleh pemerintah. Namun, upaya penjagaan tersebut tidak hanya datang dari peran pemerintah semata, melainkan juga seluruh elemen masyarakat.

Lagi pula, lanjut mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut, apabila kabar itu merusak pondasi perekonomian yang dibangun pemerintah, kaum kelas menengah ke bawah, yang justru akan paling pertama dan terasa dampaknya. Hal ini yang tidak diinginkan oleh semua pihak termasuk oleh pemerintah.

"Karena, mereka kelompok vulnerable (rentan), dan kami sangat-sangat peduli dengan kerentanan masyarakat kecil, bila tidak ada kestabilan," katanya.

Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Muliaman D Hadad, mengungkapkan secara fundamental industri keuangan nasional dalam keadaan yang sehat. Sehingga kondisi penarikan dana besar-besaran sulit terjadi bila persoalan tersebut tidak menyangkut kinerja keuangan negara.

Untuk itu, Muliaman sangat meyakini isu gerakan penarikan uang secara besar-besaran atau yang dikenal dengan istilah rush money pada 25 November 2016 mendatang tidak akan terjadi.

Senada dengan pemerintah, Ekonom CReco Research Institute, Raden Pardede mengungkapkan upaya rush money yang hembuskan di media sosial saat ini jelas tindakan tidak bertanggung jawab, yang bisa membuat chaos (rusuh) ekonomi Indonesia yang seterusnya memiliki maksud jahat dalam politik.

Dia menilai, dengan kondisi saat ini di sistem perekonomian Indonesia, sebenarnya tak ada alasan sedikit pun rush money bisa terjadi dalam waktu dekat. "Tak ada data dan alasan apa pun secara ekonomi yang mendukung rush money ini terjadi," tegas Raden kepada VIVA.co.id.

Janji Pelaku Usaha

Sementara itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Rosan Perkasa Roeslani menyangsikan upaya rush money itu terjadi di Indonesia pada 25 November 2016 mendatang. Sebab, Kadin telah mengimbau para para pengusaha anggotanya untuk tidak melakukan hal yang merugikan pribadi maupun negara. 

Selain itu, Kadin juga telah meminta kepada para investor dari dalam dan luar negeri untuk tetap berinvestasi dan melakukan ekspansi bisnis di Tanah Air, terlebih saat ini Indonesia memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di dunia.

"Karena, saya pun terus aktif bicara dengan investor asing yang sudah investasi di sini. Saya sudah datangi satu-satu dan mereka saya undang. Kepada para pengusaha nasional yang sudah investasi besar, mereka rencana tetap ekspansi, karena demo kan di Jakarta, pabriknya bukan di Jakarta," tuturnya.

Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi sepanjang kuartal III 2016 mencapai Rp155,3 triliun. Angka tersebut meningkat sebesar 10,7 persen dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu sebesar Rp140,3 triliun. Angka tersebut menunjukan bahwa investor masih percaya terhadap ekonomi Indonesia.

Kacaukan Perbankan

Isu rush money kemudian juga ditindak lanjuti pihak berwajib, yaitu Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi Agung Setya yang menyatakan aksi tersebut sengaja dibuat agar sistem perbankan dalam negeri kacau dan tidak karuan.

Menurut dia, dengan adanya isu rush money aksi kriminal di dalam negeri seperti pencurian dan perampokan bisa meningkat, terlebih uang cash (tunai) bisa sangat mudah hilang dan dicuri atau dirampok. Beda halnya, bila uang tersebut tetap di sistem perbankan tentu akan terjaga dengan baik.

"Hasil analisis kami ada masyarakat yang memprovokasi. Memang ada pihak-pihak yang ingin mengacaukan sistem perbankan di Indonesia. Aksi provokasi," ujar Agung di Kantor Bareskrim, Gambir, Jakarta Pusat, Senin, 21 November 2016.

Agung menambahkan, pihaknya juga saat ini telah mengidentifikasi 70 akun media sosial di Twitter dan Facebook yang diduga menyebarkan informasi bohong atau hoax soal rush money ini.

Pihak kepolisian mengakui, 70 akun media sosial yang menyebarkan isu ini masih perlu di identifikasi keberadaan dan posisinya. Penyebaran informasi ini, lanjut Agung bukan berkelompok, melainkan sendiri-sendiri sehingga harus disikapi masyarakat dengan baik agar tidak keliru.