Mafia Reklame Kuasai Jembatan Jakarta
- ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya
VIVA.co.id – Hujan deras disertai angin kencang melanda seluruh kawasan Ibu Kota akhir pekan lalu. Hujan angin kali ini tak hanya melumat ranting pohon, tetapi menyapu atap mal dan juga merobohkan jembatan. Kondisi jembatan yang keropos ditambah ditempel papan iklan tak bisa menjadikan bangunan itu kokoh seperti sediakala. Dalam sekejap, pagar jembatan penyeberangan orang (JPO) Pasar Minggu itu roboh.
Peristiwa ini memakan korban jiwa. Tiga orang meninggal dunia dan tujuh lainnya alami luka-luka. Korban selamat sudah mendapat perawatan intensif di rumah sakit terdekat. Kasus jembatan roboh ini langsung menjadi sorotan pemimpin Jakarta.
Kepolisian Daerah Metro Jaya turut menyelidiki insiden robohnya jembatan tersebut. Hingga kini polisi masih belum tahu penyebab utama peristiwa itu.
"Puslabfor (pusat laboratorium forensik) yang akan meneliti apa penyebab robohnya JPO tersebut," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Fadil Imran kepada wartawan, di Mapolda Metro Jaya, Selasa, 27 September 2016.
Saat ini, Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta menyebutkan jembatan roboh diduga lantaran ada reklame yang dipasang Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta di pagar atas jembatan.
Berdasarkan hasil penelitian Puslabfor nanti, polisi baru akan menentukan siapa saja yang layak dipanggil. Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal M. Iriawan menambahkan, penyidik kepolisian turut mengusut kasus robohnya jembatan itu.
Penyelidikan tersebut akan dilakukan menyeluruh baik dari peristiwa hingga dugaan praktik korupsi. "Belum sampai ke sana (korupsi). Kami kan baru akan melakukan penyelidikan. Kan ada yang meninggal di sana. Berikan kami waktu penyelidikan. Kami akan libatkan laboratorium forensik. Dinas Perhubungan belum kami panggil kalau memang ada keterkaitan,” kata Iriawan.
Iriawan pun sudah memerintahkan agar Polres setempat dibantu oleh tim Polda Metro Jaya untuk mengusut kasus ini. “Kalau memang tidak ada maintenancenya, ya sudah, lain kali harus ada maintenance-nya," lanjut dia
Dia menegaskan, jika memang ada kelalaian dari pihak terkait yang mengabaikan perawatan jembatan, maka polisi akan meminta pertanggungjawaban.
"Kemarin sudah saya sampaikan. Jembatan kan dibuat dalam jangka panjang. Kalau yang itu kan ada maintenance-nya. Oleh karena itu saya akan melihat ini dilakukan atau tidak. Kita akan minta pertanggungjawaban," ujarnya.
'Mafia' jembatan penyeberangan
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama menuduh sekelompok perusahaan periklanan di Jakarta berkongsi menguasai pengelolaan fasilitas umum berupa Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di Jakarta sebagai titik yang dikomersialkan atau untuk iklan.
"Ini kan kayak ada mafia iklan yang menguasai JPO," ujar Ahok, sapaan akrab Basuki.
Ahok mengatakan, saat ini, hampir seluruh jembatan penyeberangan yang ada di Jakarta dibangun di masa pemerintahan sebelumnya. Pemerintah Provinsi DKI saat itu bekerjasama dengan perusahaan swasta untuk membangun jembatan. Perusahaan swasta memerlukannya sebagai media untuk dijual kepada pengiklan.
"Hampir semua JPO dulu itu (dibuat dengan) kerja sama dengan swasta," ujar Ahok.
Padahal, rancangan konstruksi jembatan penyeberangan dengan media iklan yang terlalu besar dinilai tidak tepat. Selain menghalangi laju angin, karena papan reklame terlalu besar, jembatan penyeberangan menjadi tertutup. Ini akan membuat jembatan penyeberangan rawan menjadi tempat terjadinya kejahatan seperti perampokan dan perkosaan.
"Jadi (konstruksi) JPO itu harus terbuka. Tidak boleh ada dinding yang menahan angin," ujar Ahok.
Ahok mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI yang ia pimpin saat ini tidak bisa serta merta menghancurkan jembatan penyeberangan yang dibangun swasta untuk membuat jembatan yang ideal.
Ahok menyebut, jembatan yang dibangun PT. MRT Jakarta di depan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat adalah jembatan penyeberangan yang ideal. Jembatan itu tetap bisa menjadi media iklan, namun fungsi jembatan penyeberangannya lebih diutamakan.
"Model yang paling jelas itu kayak (yang dibangun) MRT di Bundaran HI," ujar Ahok.
Menurut Ahok, sejumlah proses harus ditempuh supaya hal itu terjadi. Proses itu antara lain mengakhiri kerja sama dengan swasta, melelang pekerjaan penghancuran jembatan, hingga melelang pekerjaan pembangunan jembatan penyeberangan baru. Namun, perusahaan swasta pemilik titik iklan di jembatan terus berusaha memperbarui kontrak media iklan mereka.
"Beberapa swasta ngajuin, 'gimana kalau kita rapiin, (tapi) pasangin iklan' (supaya hak pengelolaan JPO tetap ada pada swasta), saya tolak," ujar Ahok.
Maka dari itu, Ahok mengatakan, di bawah pemerintahannya, DKI mengeluarkan peraturan yang melarang jembatan penyeberangan digunakan secara berlebihan untuk media iklan seperti di Pasar Minggu. Bila seluruh kontrak iklan di seluruh jembatan di Jakarta telah usai, jembatan penyeberangan itu akan dirobohkan dan akan dibangun kembali menjadi jembatan penyeberangan yang ideal seperti yang dibangun PT. MRT Jakarta di Bundaran HI.
"(Pembangunan) semua JPO mau saya serahkan ke Dinas Perhubungan atau TransJakarta kalau nyambung ke halte.”
Tak dirawat
Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko, mengatakan, masalah utama robohnya Jembatan di Pasar Minggu adalah karena pemasangan reklame di tempat yang tak semestinya.
Menurutnya, reklame di jembatan dipasang di bagian pagar atas. "Kami tidak pernah memberikan rekomendasi teknis untuk pemasangan reklame di bagian tersebut," kata Sigit ketika dihubungi.
Sebab, Sigit mengatakan, pemasangan reklame di JPO hanya disarankan di bagian gelagar saja, atau di bawah. Pemasangan di pagar bagian atas tak disarankan, karena JPO tak pernah diuji menahan terpaan angin dalam kondisi ekstrem dengan sesuatu yang menempel di pagar.
Sedangkan dari analisa pihak Dishub DKI, Sigit menuturkan, robohnya JPO disebabkan angin yang terhambat di bagian reklame, sehingga kemudian JPO jadi roboh karena tak mampu menahan dorongan angin yang terhambat itu. Soal reklame di pagar atas jembatan, pihaknya mengklaim sudah berulang kali memberikan rekomendasi pencabutan reklame ke Ketua Tim Penertiban Reklame di Satuan Polisi Pamong Praja.
"Tapi tak pernah digubris, pihak Dishub DKI tak bisa berbuat apa-apa. Sebab kewenangan mencabut reklame ada di tim penertiban reklame," ucapnya.
Apalagi reklame di JPO Pasar Minggu itu, kata Sigit, terakhir membayar retribusi reklame pada tahun 2010 ke Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta setelah diberi izin Bidang Pemanfaatan Aset BPKAD Jakarta.
Sigit mengatakan, pihak Bidang Pemanfaatan Aset BPKAD DKI Jakarta tak pernah meminta rekomendasi dari pihak Dishub terkait pemasangan reklame tersebut. "Jadi kami tak pernah mengeluarkan rekomendasi teknis terkait pemasangan reklame di JPO Pasar Minggu," ujar Sigit.
Selain itu, umur jembatan juga diduga menjadi penyebab robohnya jembatan di Pasar Minggu. Ia menuturkan, umur JPO di Pasar Minggu sudah 14 tahun dan perawatan terakhir dilakukan oleh Sudinhub Jakarta Selatan pada tahun 2012. Padahal usia maksimal JPO adalah 10 tahun.
"Kami sebenarnya sudah mengirim surat untuk merekomendasikan penggantian dan pembuatan JPO baru di Pasar Minggu itu," kata Sigit.
Permohonan sudah dilakukan sejak Januari 2016 lalu. Tapi sampai JPO itu roboh, belum juga ada persetujuan.