Ahok Dalam Pusaran Skenario PDIP
- VIVA.co.id/M Ali Wafa
VIVA.co.id – Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta 2017, sejumlah partai politik (parpol) telah menyatakan dukungan terhadap bakal calon tertentu. Ada partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang mengusung Sandiaga Uno sebagai calon gubernur. Ada juga gabungan tiga partai politik, yaitu Nasdem, Hanura dan Golkar yang mendukung Basuki Tjahaja Purnama, calon gubernur petahana.
Namun, tak semua parpol telah bersikap. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) misalnya. Mereka belum menentukan pasangan bakal calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub) Jakarta yang bakal diusung pada pemilihan tahun depan.
Partai berlambang banteng moncong putih itu masih mengutak-atik nama-nama calon. Sejumlah nama dikabarkan masuk dalam radar PDIP. Di antaranya ada Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) PDIP Djarot Saiful Hidayat, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso. Bahkan, nama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dikabarkan juga masuk pemantauan PDIP.
Sinyal itu diakui Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan di DPD PDIP Djarot Saiful Hidayat. Djarot menyebutkan, ada indikasi kuat PDIP kembali mendukung Ahok. Indikasi tersebut muncul setelah Ahok menyambangi kantor DPP PDIP. Ahok diisukan akan didukung untuk kembali berpasangan dengan Djarot.
Namun, hal itu belum menjadi keputusan final. Sebab, hingga saat ini mekanisme partai tersebut masih berlangsung. "Sampai keluar rekomendasi, belum fix," kata Djarot yang juga wakil gubernur DKI Jakarta itu, di Balai Kota, Jakarta, Kamis, 18 Agustus 2016.
Saat ini, PDIP tengah mempersiapkan beberapa skenario politik, termasuk mempertimbangkan opsi mengusung Ahok-Djarot. "Kami melihat mana aspirasi yang seperti sebuah hasil rekayasa, mana aspirasi murni untuk Jakarta yang lebih baik. Semua kami pertimbangkan dengan seksama," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Hasto Kristiyanto, Jumat, 12 Agustus 2016.
Simulasi mengusung sejumlah pasangan calon pun dilakukan. Misalnya, memasangkan Djarot dengan Ahok, Tri Rismaharini-Ahok dan FX Rudi-Ahok. Namun, Ahok disimulasikan untuk menjadi cawagub.
"Kalau kami berkoalisi dengan tiga partai yang sudah menyatakan mendukung Ahok, perolehan kursinya lebih kecil. Maka formasinya akan kami kembalikan seperti Pilkada DKI 2012, Ahok cawagubnya," kata politikus PDIP Masinton Pasaribu, Selasa, 23 Agustus 2016.
Tiga partai yang mendukung Ahok pada Pilkada 2017 memiliki jumlah kursi lebih sedikit dibandingkan PDIP, di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta. Nasdem memiliki lima kursi, Hanura memiliki 10 kursi, dan Golkar memiliki sembilan kursi. Total kursi ketiga parpol, yaitu 24 kursi. Sedangkan PDIP memiliki 28 kursi.
Sementara pada Pilkada 2012, Ahok diusung oleh Gerindra. Saat itu, partai yang dipimpin Prabowo Subianto tersebut memiliki enam kursi di DPRD DKI Jakarta hasil Pemilu 2009. Sementara dari Pemilu yang sama, PDIP memiliki 11 kursi.
"Pilkada 2012 perolehan kursi Gerindra saat itu jumlahnya di bawah PDIP. Komposisi PDIP mengusung calon gubernur Pak Jokowi, Gerindra mengusung Ahok sebagai calon wakil gubernur," kata Masinton.
Jika Ahok tak mau jadi cawagub, menurut Masinton, PDIP masih memiliki banyak pilihan. "Jika opsi ini Pak Ahok belum berkenan sebagai cawagub, ya monggo. Kami punya opsi lain,” ujarnya.
Kemungkinan Ahok mencalonkan diri sebagai cawagub ditampik Taufik Basari, juru bicara tim Ahok. "Tidak mungkinlah Pak Ahok jadi wakil, secara politik juga sangat aneh," kata Taufik dalam perbincangan dengan tvOne, Rabu, 24 Agustus 2016.
Menurut Taufik, wacana Ahok hanya maju jadi cawagub patut dipertimbangkan. Namun, bukan di ranah politik, melainkan di dalam acara lawakan atau obrolan di warung-warung kopi saja. "Wacana Ahok cawagub, patut dipertimbangkan untuk bahan stand up comedy, untuk bahan lucu-lucuan," kata Taufik.
Ahok sendiri tak mempermasalahkan adanya simulasi yang menjadikan dia sebagai kandidat cawagub. Saat ini, menurut dia, jabatannya tak lebih dari pelaksana tugas (Plt) gubernur DKI. Gubernur DKI yang asli, tengah menjadi Presiden RI dan berkantor di Istana Negara. "Gubernur asli itu kan masih Joko Widodo," ujar Ahok.
Ahok menganggap simulasi yang dilakukan PDI Perjuangan tak salah. "Gue memang cocoknya jadi wagub kok," ujarnya.
Selanjutnya…Penjaringan Kandidat PDIP…
PDIP telah melakukan penjaringan dan penyaringan para kandidat cagub dan cawagub yang bakal diusung dalam Pilkada 2017. Dari puluhan nama yang mendaftar, tim PDIP telah menyaring menjadi 27 nama. Kemudian, partai pemenang pemilihan umum di DKI Jakarta 2014, dengan perolehan 1.231.843 suara dari total 4.537.176 suara itu, mengerucutkannya menjadi enam nama.
Saat ini, enam nama itu sudah diserahkan kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. "Sudah ada nama (cagub), namanya di dompet Bu Mega tinggal diumumkan," kata Masinton Pasaribu, yang juga anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, 7 Agustus 2016.
Namun nama-nama itu tak dibeberkan. Waktu pengumuman calon yang bakal diusung PDIP pun belum ditentukan. "Soal kapan kami umumkan, tunggu waktunya yang tepat,” ujarnya.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP DKI Gembong Warsono menyatakan, bukan tidak mungkin partainya melakukan hal yang sama seperti empat tahun lalu. Ketika itu, PDIP mengumumkan cagubnya menjelang batas akhir pendaftaran pasangan calon ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI. "PDI Perjuangan sudah terbiasa (dengan keputusan) di last minute kok, tunggu saja," ujar Gembong, Jumat, 5 Agustus 2016.
Adapun tahapan pendaftaran pasangan cagub dan cawagub Pilkada DKI 2017, akan dilangsungkan pada 19 – 21 September 2016.
Sebagai partai pemilik kursi terbanyak di DPRD DKI Jakarta, yaitu 28 kursi, PDIP menjadi satu-satunya parpol yang memiliki peluang mengusung pasangan cagub dan cawagub tanpa berkoalisi dengan partai lain.
Sebab, untuk mengusung pasangan calon, disyaratkan memenuhi jumlah kursi dukungan minimal di DPRD DKI, yaitu sekitar 21 kursi. Jumlah kursi minimal dukungan tersebut merujuk kepada Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Dalam undang-undang itu disebutkan, untuk mengajukan pasangan calon dalam Pilkada mensyaratkan setidaknya parpol, atau gabungan parpol memiliki 20 persen kursi, atau 25 persen suara sah pemilu 2014.
Adapun total jumlah kursi DPRD DKI sebanyak 106 kursi yang diisi 10 partai politik. Itu berarti, 20 persen dari 106 kursi yaitu sekitar 21 kursi minimum dukungan yang diperlukan untuk mengusung pasangan calon.
Dengan 28 kursi, PDIP sudah punya modal yang melebihi ambang batas minimum syarat itu. Lantaran itu, mereka bisa leluasa mengusung sendiri pasangan calonnya. Atas dasar itu, keputusan PDIP dinilai akan memiliki pengaruh signifikan.