Akhir Kisah Sejuta KTP buat Ahok

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Sumber :
  • ANTARA/Reno Esnir

VIVA.co.id – Basuki Tjahaja Purnama maju ke atas panggung di sebuah acara halal bi halal di markas Teman Ahok. Pria yang akrab disapa Ahok itu tak banyak bicara. Namun, perkataannya menjadi penentu arah yang bakal ia tempuh dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017.

Ahok mengumumkan memilih jalur partai politik (parpol) sebagai “kendaraan” dia maju menjadi bakal calon gubernur Jakarta.

"Sudahlah, kami pakai parpol saja, terima kasih," kata Ahok di Sekretariat Teman Ahok, Graha Pejaten, Jakarta Selatan, Rabu 27 Juli 2016.

Pengumuman Ahok itu disaksikan Teman Ahok, komunitas relawan pendukung Ahok. Sejumlah tokoh dari partai politik penyokongnya, yaitu Partai Nasdem, Hanura, dan Golkar juga hadir.

Mereka antara lain, Koordinator Pemenangan Pilkada Partai Nasdem Victor Laiskodat, Ketua DPD DKI Partai Hanura Ongen Sangaji, dan Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) DPP Partai Golkar Yorrys Raweyai.

Keputusan lewat jalur parpol diambil Ahok, setelah ada dialog antara Teman Ahok dengan partai politik pendukungnya. Teman Ahok pun menyatakan siap bekerja sama dengan parpol untuk mendukung Ahok meraih kursi DKI-1, sebutan untuk jabatan gubernur DKI Jakarta.

"Kami menghargai dan mendukung keputusan Ahok," ujar Juru Bicara Teman Ahok, Amalia Ayuningtyas.

Meski mendukung, Teman Ahok tak memungkiri keputusan itu membuat mimpi mereka membawa Ahok maju lewat jalur perseorangan sirna.

"Kalau bilang mimpi, (bulan) Juni kami masih berharap independen. Sampai Maret, Nasdem masuk, kami masih santai. Eh, masuk lagi Hanura. Pas Partai Golkar masuk, makin berat mimpi kami," kata Koordinator Teman Ahok Singgih Widiastono.

Awalnya, Ahok memang digadang-gadang akan maju lewat jalur independen. Teman Ahok pun bergerilya untuk mengumpulkan dukungan Kartu Tanda Penduduk (KTP) buat Ahok. Sebab, untuk mengusung Ahok dibutuhkan dukungan minimal sekitar 525 ribu orang. Dukungan itu diwujudkan dalam bentuk KTP.

Angka jumlah dukungan itu berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Dalam UU tersebut dinyatakan, untuk bisa mengusung calon gubernur dari jalur perseorangan dibutuhkan dukungan KTP sebanyak 6,5 persen hingga 10 persen dari total jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkada sebelumnya.

Selanjutnya, berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 29 September 2015, daerah dengan jumlah DPT 6 juta hingga 12 juta orang, calon perseorangan mesti mengumpulkan dukungan 7,5 persen dari jumlah DPT. Adapun di Jakarta,  jumlah DPT sekitar enam juta orang pada Pilkada 2012. Itu berarti, calon independen di DKI mesti mengumpulkan sekitar 525 ribu orang yang mendukung.

Teman Ahok mengklaim mereka berhasil mengumpulkan dukungan lebih dari satu juta KTP. Dengan modal itu, Ahok bisa maju melalui jalur independen. Namun, dukungan tiga parpol membuat Ahok memiliki dua opsi untuk maju Pilkada DKI.

Kursi ketiga parpol di DPRD DKI Jakarta cukup untuk mengusung Ahok maju melalui partai politik. Nasdem memiliki lima kursi, Hanura memiliki 10 kursi, dan Golkar memiliki 9 kursi. Total kursi ketiga parpol, yaitu 24 kursi. Jumlah kursi itu telah melewati batas minimum dukungan, yaitu sekitar 21 kursi.

Jumlah kursi minimal dukungan tersebut merujuk kepada Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Dalam undang-undang itu disebutkan, untuk mengajukan pasangan calon dalam Pilkada mensyaratkan setidaknya parpol, atau gabungan parpol memiliki 20 persen kursi, atau 25 persen suara sah pemilu 2014. Adapun total jumlah kursi DPRD DKI sebanyak 106 kursi yang diisi 10 partai politik.

Kini, setelah Ahok memutuskan memakai “kendaraan” parpol, nasib jutaan KTP itu menjadi pertanyaan. Muncul anggapan pengumpulan KTP itu tak lagi memiliki arti. "(Satu juta KTP) buat pajangan kali," ujar Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) DKI Jakarta MohamadTaufik.

Bahkan, di dunia maya muncul sebuah tagar (hashtag) #BalikinKTPGue. Tagar itu muncul diduga sebagai bentuk kekecewaan terhadap Ahok yang telah memilih jalur parpol. Hashtag tersebut, sempat menempati posisi teratas, pembahasan topik populer, alias trending topic di Twitter, Kamis, 28 Juli 2016.

Ahok memastikan satu juta KTP yang telah dikumpulkan Teman Ahok, tidak akan sia-sia. Dia malah balik bertanya mereka yang menyatakan kecewa. "Sekarang yang ngomong kecewa itu, saya mesti tanya. Saya mesti tanya juga, Anda ngumpulin KTP, pengen saya jadi gubernur kembali, atau pengen saya melawan seluruh partai politik?” kata Ahok di Balaikota, Jakarta, Kamis 28 Juli 2016.

Setali tiga uang. Amalia juga menampik pengumpulan satu juta KTP itu tak berguna. "Enggak akan sia-sia," ujarnya. KTP itu akan tetap bermanfaat. “Kami akan mengaplikasikannya di TPS (Tempat Pemungutan Suara),” kata Singgih.

Selanjutnya, reaksi pilihan Ahok...

***

Pilihan Ahok untuk maju Pilkada DKI Jakarta menuai beragam reaksi. Ketua Komisi Pemenangan Pemilu Dewan Pimpinan Pusat (KPP DPP) Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono, misalnya. Pria yang biasa disapa Ibas ini mengemukakan, maju melalui jalur independen maupun partai politik sama-sama jalur yang terbaik.

"Kalau betul-betul sudah resmi Pak Ahok, kami ucapkan selamat. Mudah-mudahan nanti, benar-benar bisa menempuh kompetisi yang adil dan sesuai dengan politik dan moral yang berlaku," kata Ibas.

Adapun politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu, mengaku sudah memprediksi Ahok akan memilih partai politik sebagai 'kendaraan' untuk maju pada Pilkada DKI Jakarta 2017.

Menurut dia, keputusan Ahok itu merupakan akhir dari drama aksi pengumpulan KTP Teman Ahok yang jumlahnya diklaim mencapai satu juta itu. "Ujung drama pengumpulan KTP, hanya alat tawar," kata Masinton saat dihubungi, Kamis 28 Juli 2016.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) DKI Jakarta Mohamad Taufik pun sudah memprediksi keputusan Ahok tersebut.

Menurut dia, Ahok tidak akan menggunakan hasil kerja keras komunitas relawannya, Teman Ahok, yang telah berhasil mengumpulkan lebih dari satu juta KTP DKI, untuk maju dari jalur perseorangan. "Buat kami enggak aneh tuh (keputusan Ahok)," ujar Taufik.

Tindakan Ahok itu, menurut Ketua Tim Penjaringan Calon Gubernur DKI dari Partai Gerindra Syarif, tak ubahnya menyia-nyiakan perjuangan Teman Ahok. "Saya prihatin, berduka atas ditinggalnya Teman Ahok," ujarnya.

Anggapan Teman Ahok bakal ditinggal ditampik Ketua DPD Partai Hanura DKI Jakarta, Mohamad Sangaji. Pria yang biasa disapa Ongen itu menegaskan kepada Teman Ahok bahwa partainya, Nasdem, dan Golkar, tidak akan meninggalkan mereka. "Percaya lah nak (Teman Ahok), kamu enggak akan ditinggalkan,” ujarnya. (asp)