Dikepung Bencana Longsor

Tim SAR gabungan terus mencari korban bencana tanah longsor di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah, pada Senin, 20 Juni 2016.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dwi Royanto

VIVA.co.id – Tingginya curah hujan yang mengguyur 16 kabupaten/kota di selatan Jawa Tengah pada Sabtu, 18 Juni 2016, akhir pekan lalu menyebabkan banjir dan bencana longsor.

Puluhan orang dilaporkan meninggal dunia, beberapa orang hilang serta puluhan lainnya luka-luka. Bencana ini terjadi, di saat umat Islam tengah menjalankan ibadah puasa Ramadan.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sebanyak 16 kabupaten/kota di Jawa Tengah yang terdampak banjir dan bencana longsor yaitu, Purworejo, Banjarnegara, Kendal, Sragen, Purbalingga, dan Banyumas. Selain itu, bencana ikut melanda Sukoharjo, Kebumen, Wonosobo, Pemalang, Klaten, Magelang, Wonogiri, Cilacap, Karanganyar, dan Kota Solo.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, menyampaikan data sementara korban dampak banjir dan longsor di Jawa Tengah. Hingga Senin, 20 Juni 2016, tercatat sudah ada 43 orang yang dilaporkan meninggal dunia. Sehari sebelumnya, jumlah korban tewas masih sebanyak 35 orang.

"Data terbaru, tadi pagi (Senin) pukul 08.00 WIB, 43 orang meninggal, 19 hilang," ujar Sutopo dalam konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta Timur, Senin, 20 Juni 2016.

Selain korban meninggal dan hilang, 14 orang dilaporkan mengalami luka-luka. Puluhan rumah juga dilaporkan rusak tertimbun longsor, dan ribuan rumah terendam banjir. Namun, untuk kerusakan paling parah dan korban terbanyak berada di Kabupaten Purworejo.

Pantauan di lapangan, wilayah yang terdampak longsor di Kabupaten Purworejo ialah Desa Karangrejo, Kecamatan Loano. Kemudian, Desa Donorati, Kecamatan Purworejo, Desa Jelog, Kecamatan Kaligesing, Desa Sidomulyo, Kecamatan Purworejo, dan Desa Pacekelan, Kecamatan Purworejo.

Sementara itu, untuk banjir terjadi di Desa Tangkisan, Kecamatan Bayan, Desa Berjan, Kecamatan Hebang. Desa Bagelen, Kecamatan Bagelen, dan Kelurahan Meranti, Kecamatan Purworejo.

"Purworejo 19 orang hilang. Terdampak empat kecamatan, sembilan desa, 27 orang tewas," katanya. Simak data korban di tautan ini.

Hingga saat ini, evakuasi korban dan penanganan darurat masih dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat, dibantu unsur terkait dari TNI, Polri, Badan SAR Nasional, Palang Merah Indonesia (PMI), Tagana, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI), dan Organisasi Amatir Radio Indonesia (Orari).

Selain itu, unsur lainnya Senkom Polri, Sarda, Pramuka, MDMC, Fatayat, Ukhuwah Rescue, Non Governmental Organization (NGO), relawan, dan masyarakat.

Tim Reaksi Cepat BNPB terbagi dalam lima grup yang tersebar di Jawa Tengah untuk mendampingi BPBD. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, telah memerintahkan BPBD sekitarnya untuk memberikan bantuan pada daerah-daerah yang mengalami bencana cukup besar.

Belum Darurat Bencana

Pasca terjadinya bencana banjir dan longsor di Jawa Tengah Sabtu lalu, Presiden Joko Widodo langsung memerintahkan Menteri Sosial Khofifah, Indar Parawansa, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, dan Menteri Kesehatan, Nila Moeloek untuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat guna menangani korban dan pengungsi.  

"Presiden tentu sudah memerintahkan kepada kementerian terkait untuk berkoordinasi mengatasi kondisi bencana alam itu, termasuk dengan pemerintah daerah," kata Juru Bicara Presiden, Johan Budi, di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Senin 20 Juni 2016.

Presiden pun menyampaikan duka cita yang mendalam atas tewasnya puluhan orang dalam bencana banjir dan longsor di Jawa Tengah.

Kendati bencana banjir dan tanah longsor itu telah menewaskan puluhan orang, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah belum menetapkan wilayahnya dalam tingkatan status darurat bencana.

Sebab, pemerintah kabupaten/kota menyatakan masih mampu menangani bencana tersebut. BNPB pun tak bisa mengambil alih manajemen bencana di Jateng. "Kami (BNPB) memperkuat manajerial, administrasi, logistik, pendanaan BPBD," kata Sutopo.

Sutopo memastikan, saat ini, Kepala BNPB Willem Rampangilei tengah berada di Purworejo untuk bertemu bupati Purworejo, guna membahas mekanisme relokasi warga yang terkena bencana. "Bagi yang rumahnya hancur akan ada relokasi, tempat dibahas dengan bupati. Mekanisme seperti Banjarnegara," ujarnya.

Dia menerangkan, khusus bagi korban tewas, pemerintah akan memberikan uang santunan Rp2 juta kepada pihak keluarga. Uang tersebut ditangani oleh Kementerian Sosial.

Sementara itu, Ganjar Pranowo terus berkoordinasi dengan para kepala daerah dan BPBD di sejumlah daerah terkait penanganan korban bencana banjir serta tanah longsor. Ganjar juga meminta kepada para kepala daerah untuk tak segan meminta bantuan logistik kepada pemerintah provinsi.

"Tadi sudah berkoordinasi dengan bupati dan wali kota. Kami mengharapkan penanganan untuk memerintahkan penyelamatan orangnya dahulu serta menyiapkan kebutuhan logistik bagi para korban," katanya.

Guna menghindari jumlah korban terus bertambah, Ganjar mengimbau agar warga yang ada di sekitar lokasi bencana di Jawa Tengah untuk mengungsi dan berlindung di wilayah yang lebih aman.
 
"Warga di aliran sungai, lereng bukit, tolong segera mengungsi. Siapkan barang-barang berharga dan hubungi pemerintah setempat," kata Ganjar.

Rawan Longsor

Bencana longsor yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk di Jawa Tengah, sejatinya telah dipetakan oleh BNPB dan disampaikan ke pemerintah daerah setempat.

Sayangnya, banyak pemda belum menempatkan masalah penanganan bencana dalam prioritas pembangunan daerah melalui rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). Sementara itu, alokasi anggaran bencana di BPBD masih jauh memadai.

"Idealnya satu persen dari APBD, tapi saat ini hanya 0,02-0,07 persen. Akibatnya, pengurangan risiko bencana belum dapat dilakukan dengan optimal," kata Sutopo.
 
Padahal, berdasarkan hasil pemetaan BNPB, sebanyak 275 kabupaten/kota di Indonesia masuk kategori rawan longsor. Oleh karenanya, warga yang tinggal di wilayah rawan bencana longsor diimbau agar selalu waspada. "Ada 40,9 juta jiwa penduduk yang tinggal di wilayah itu (rawan longsor)," tutur Sutopo.

Jumlah tersebut sama dengan 17,2 persen penduduk Indonesia tinggal di kawasan rawan longsor dengan tingkat bahaya longsor sedang hingga tinggi. Jumlah itu termasuk 4,3 juta jiwa balita, 322 ribu disabilitas, dan 3,2 juta lansia.

Sutopo juga menyoroti ratusan kabupaten/kota di Indonesia yang rawan bencana longsor minim aksi pencegahan bencana. Padahal, tata ruang dan implementasi kebijakan pembangunan siaga bencana menjadi kunci mengatasi bencana longsor.

"Jika dibiarkan, longsor menjadi bom waktu yang selalu terjadi pas musim hujan," katanya.

Hingga 19 Juni 2016, Sutopo mengatakan, sebanyak 1.062 bencana terjadi di Indonesia. Dari jumlah itu, 201 korban tewas dan hilang serta 1,7 juta penduduk mengungsi akibat bencana banjir, longsor, dan puting beliung.

Sementara itu, sepanjang 2005 hingga 2016, tercatat ada empat kabupaten yang paling rawan longsor.

"Kabupaten Bogor 136 kasus, Wonogiri 121 kasus, Bandung 106 kasus, dan Sukabumi 106 kasus. Itu yang tertinggi," ujar Sutopo.

Tak hanya itu, pengaruh badai El Nino dan La Nina menurut Sutopo, juga berdampak ke Indonesia.

"Sebanyak 95 persen bencana Indonesia adalah bencana hidrometeorologi, yaitu bencana yang dipengaruhi aspek cuaca, dan kemarau tahun ini basah," kata dia.