Jatuhnya EgyptAir, Maskapai Atau Militan Bermasalah
- REUTERS/Christian Hartmann
VIVA.co.id – Maskapai EgyptAir, Mesir, bernasib buruk. Kamis, 19 Mei 2016, pesawat jenis Airbus A320 dengan nomor penerbangan MS804 milik mereka dikabarkan hilang kontak. Pesawat yang mengangkut 66 penumpang dan kru itu tak terlacak di radar, empat jam setelah berangkat dari bandara Charles de Gaulle, Paris, Prancis. Saat hilang, pesawat dalam perjalanan menuju Kairo, Mesir.
Saat kejadian, pesawat sedang dalam ketinggian 37.000 kaki atau 11.280 meter di wilayah udara Mesir. Menurut pihak berwenang Mesir, saat itu pesawat masih berada di atas Laut Mediterania. "Sebuah sumber resmi EgyptAir menyatakan bahwa pesawat MS804 yang berangkat dari Paris pukul 23.09 waktu setempat, menuju ke Kairo telah hidang dari radar," kata pihak maskapai melalui akun resmi di Twitter, seperti dikutip Reuters, Kamis 19 Mei 2016.
Wakil Ketua Maskapai EgyptAir, Ahmad Abdel, mengatakan, pesawat EgyptAir yang hilang kontak tidak membuat panggilan darurat atau pun menunjukkan indikasi bahaya sebelum hilang dari radar. Airbus A320 itu hanya berjarak 40 menit dari tujuan sejak dikabarkan hilang. "Tidak ada catatan atau pun panggilan dari Kairo atau laporan gangguan yang diberikan sebelum meninggalkan Charles de Gaulle," kata Abdel, dilansir dari The Guardian, Kamis, 19 Mei 2016.
Dari 66 korban, terdapat satu anak dan dua bayi dalam daftar penumpang. Sementara menurut data yang dilansir dari laman Independent, 66 penumpang dan awak di dalam pesawat terdiri atas 30 orang Mesir, 15 penumpang Prancis, dua warga Irak, dan masing-masing satu penumpang dari Inggris, Sudan, Chad, Portugal, Aljazair, Kanada, Belgia, Kuwait, dan Arab Saudi.
Penyebab jatuhnya pesawat belum bisa dipastikan. Tapi Kepala Dinas Rahasia Rusia FSB, Alexander Brotnikov mengatakan, kasus jatuhnya pesawat EgyptAir dalam rute dari Paris menuju Kairo, sangat mungkin disebabkan aksi teroris. Menurut kantor berita RIA, seperti di kutip Reuters, Kamis, 19 Mei 2016, Bortnikov meminta seluruh negara di Eropa bekerja sama melakukan identifikasi, siapa pihak yang berada dibalik jatuhnya pesawat tersebut. Namun Bortnikov tak menyebutkan, bukti apa yang ia miliki sehingga yang menunjukkan jatuhnya pesawat tersebut dengan aksi terorisme.
Pernyataan Rusia didukung Mesir. Pihak Mesir mengatakan aksi terorisme sangat mungkin menjadi penyebab jatuhnya pesawat EgyptAir, dibandingkan kesalahan teknis. Pasalnya, pesawat tersebut dikabarkan berbelok secara tiba-tiba dan terjun ke Laut Mediterania, dan tak ada laporan kondisi bahaya yang mereka alami. Menteri Penerbangan Mesir, Sherif Fathi mengatakan ia tidak ingin tergesa-gesa mengambil kesimpulan. Namun ia mengatakan, kemungkinan serangan atau aksi terorisme lebih tinggi dibandingkan kegagalan teknis.
Sementara itu, Perdana Menteri Mesir, Sherif Ismail mengatakan, terorisme adalah salah satu penjelasan yang sangat mungkin terjadi. "Kita tidak bisa mengecualikan apapun saat ini. Semua operasi pencarian harus disimpulkan, sehingga kita bisa mengetahui penyebabnya," ujar Ismail.
Perhitungan Mesir disampaikan berdasarkan laporan Yunani. Menteri Pertahanan Yunani, Panos Kammenos mengatakan, pesawat itu "membanting tiba-tiba" di udara dan jatuh sebelum menunjukkan sinyal radar di Mediterania selatan. "Pesawat itu melakukan manuver 90 derajat ke kiri dan tiba-tiba 360 derajat ke kanan, jatuh dari ketinggian 37.000 kaki dan sinyal hilang di sekitar ketinggian 10.000 kaki," kata Kammenos. Menara pengawas sempat mencoba melakukan kontak dengan pesawat 10 mil sebelum ke luar wilayah udara Yunani. Namun, pihak pengawas tidak mendapat respons.
Pilot Berpengalaman
Apalagi secara teknis, pesawat dianggap tak ada masalah. Burung besi itu memang diproduksi tahun 2003, namun kemampuan terbangnya masih dianggap layak. Sedangkan kapten pilot yang menerbangkan pesawat tersebut telah memiliki pengalaman sebanyak 6.275 jam terbang, dan kopilot sebanyak 2.766 jam terbang.
Data lainnya mengatakan, menurut sumber dari kantor Kementerian Pertahanan Yunani, seorang kapten kapal dagang melaporkan bahwa ia melihat "api di langit", 130 mil laut selatan di Pulau Karpathos. Saat itu kondisi cuaca sangat baik. Menteri Pertahanan Yunani, Pannos Kamenos mengatakan, mereka tak bisa gegabah menyampaikan apa penyebab jatuhnya pesawat tersebut.
Namun dia menegaskan, radar pemantau Yunani melihat perubahan tajam dalam lintasannya. Pesawat berada pada ketinggian 15.000 kaki, jatuh dengan cepat, lalu hilang dari radar. Gambaran ini yang membuat hipotesa kemungkinan pesawat mengalami kondisi buruk secara tiba-tiba.
Meski ada penjelasan dari seorang kapten kapal dagang dan Menteri Pertahanan Yunani dan Mesir, namun Amerika ternyata tak serta merta sepakat. Negara Adi Kuasa itu meminta agar tak perlu ada kesimpulan yang terburu-buru. Bagaimana-pun proses penyelidikan sedang dilakukan. "Terlalu dini jika sudah langsung menyebutkan apa yang menyebabkan terjadinya bencana ini," ujar juru bicara Gedung Putih Josh Earnest, seperti dikutip dari Reuters.
"Proses penyelidikan sedang dilakukan. Dan penyidik akan membuka semua pintu yang memberikan kontribusi untuk menentukan penyebab jatuhnya pesawat," ujar Earnest menambahkan.
Earnest menegaskan, masih ada kemungkinan kegagalan mekanik, atau tindakan yang disengaja oleh pilot atau awak pesawat. Sebuah sumber dari pejabat pemerintah AS juga mengatakan tak ada citra satelit AS yang menunjukkan adanya ledakan pada koordinat tersebut.
Sering Bermasalah
Terlepas dari isu terorisme yang masih perlu penyelidikan dan pembuktian, sebagai sebuah maskapai, EgyptAir memang termasuk sering bermasalah. Dilansir dari BBC, Jumat, 20 Mei 2016, dua bulan lalu, pesawat EgyptAir MS181 dibajak oleh seorang penumpang yang mengaku akan meledakkan bom bunuh diri. Pesawat tersebut kemudian dapat mendarat dengan selamat di Siprus, dan diketahui bahwa bom tersebut palsu. Pelaku yang berhasil ditangkap mengaku hanya ingin mencari perhatian mantan istrinya. Namun, insiden ini telah menjadi "noda hitam" bagi maskapai EgyptAir.
Tahun 1999, EgyptAir 990 dengan jenis pesawat Boeing 767, jatuh karena co-pilot yang bunuh diri . Pesawat itu celaka saat melakukan penerbangan dari New York ke Kairo. Seluruh penumpang dan kru yang berjumlah 217 orang tewas. Kemudian tahun 2002, EgyptAir dengan nomor penerbangan 843, jatuh karena cuaca buruk di dekat Tunisia, menewaskan 14 dari 62 penumpang.
Tahun 2009, para pejabat Uni Eropa menyatakan keprihatinan tentang lemahnya keamanan sistem armada EgyptAir dan mengatakan mereka akan memantau maskapai tersebut untuk menindaklanjuti tinjauan keselamatan. Beberapa waktu kemudian, pengawas UE mengatakan ada kemajuan signifikan yang dicapai oleh maskapai, namun kekhawatiran masih tetap ada terkait pemeliharaan pesawat dan mesin.
Setelah itu tahun 2011, EgyptAir Boeing 777-200 dievakuasi di Bandara Internasional Kairo setelah adanya kebakaran di kokpit pesawat. Semua penumpang pesawat selamat, kebakaran diduga akibat kesalahan listrik. Maskapai ini juga tahun lalu mengalami sengketa perburuhan, di mana 224 dari 850 pilot mengancam untuk mengundurkan diri karena gaji yang tidak memadai dan kondisi karyawan yang tidak diperhatikan.
Dengan sejarah panjang yang tak beres itu, mempertanyakan soal kelaikan mesin dan kewarasan awak pesawat EgyptAir MS804 menjadi layak. Sebanding dengan membuka kemungkinan adanya aksi terrorisme atas jatuhnya pesawat tersebut, meski hingga saat ini belum ada kelompok teroris atau kelompok militan yang mengklaim.
Jumat malam, 20 Mei 2016, pihak militer Mesir mengumumkan mereka menemukan kepingan pesawat, dan barang-barang korban, sekitar 290 kilo meter dari Alexandria, Mesir.
Penemuan ini menimbulkan harapan, penyebab jatuhnya pesawat bisa segera terungkap. Setidaknya penemuan tersebut membuncahkan harapan, nasib EgyptAir tak perlu seburuk Malaysia Airlines MH370 yang hilang bersama 239 penumpang dan kru, pada Maret dua tahun lalu, dan hingga saat ini tak jelas nasibnya. (umi)