Menanti Pemimpin Baru Bareskrim Polri

Bareskrim Polri.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Syaefullah.

VIVA.co.id – Tak lama lagi, Komisaris Jenderal Polisi Anang Iskandar akan mengakhiri pengabdiannya sebagai anggota Korp Bhayangkara aktif. Anang memasuki masa pensiun pada 1 Juni 2016.

Dengan demikian, mantan Kapolda Jambi dan juga Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) itu otomatis melepas jabatan yang dia emban kini yakni sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Pertanyaan menariknya adalah siapa jenderal penerus Anang selanjutnya? Mengingat Kabareskrim bukanlah posisi sembarangan.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar, menuturkan saat ini Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) sedang memproses siapakah calon yang layak perwira tinggi (Pati) Polri yang akan menduduki jabatan sebagai Kabareskrim.

"Sedang diproses, digodog (seleksi), tentu oleh Wanjakti saja. Kadivhumas tidak masuk Wanjakti, dan sedang proses," katanya.

Boy mengakui ada sejumlah nama. Mereka adalah para perwira senior. "Bintang dua dan tiga, kita tunggu," ujarnya.

Namun, mantan Kapolda Banten itu tak merinci siapa saja perwira tinggi Polri yang layak menggantikan posisi Anang untuk memimpin Bareskrim secara lebih gamblang. Ia hanya memastikan sebelum Juli, sudah ada pengganti Anang.

"Insya Allah, Juni 2016 ada Kabareskrim baru," tutur Boy.

Soal berapa lama waktu yang dibutuhkan Wanjakti untuk menjaring calon Kabareskrim Polri yang baru, Boy tak mau menebak-nebak. Ia hanya mengatakan bahwa proses seleksi dan suksesi dilakukan dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, turut memberikan pandangan atas situasi menyangkut posisi Kabareskrim tersebut. Menurut Neta, pemilihan Kabareskrim Polri merupakan gambaran Kapolri.

"Bursa calon Kabareskrim Polri saat ini memang semakin panas. Sebab, siapa yang akan menjadi Kabareskrim pada akhir Mei ini bisa menjadi gambaran siapa yang akan terpilih menjadi Kapolri," kata Neta kepada VIVA.co.id, Rabu, 18 Mei 2016.

Artinya, kata Neta, posisi Kabareskrim menjadi 'pertarungan kecil', sebelum menuju 'pertarungan besar', yakni perebutan posisi Kapolri pada Juli mendatang.

Posisi Kabareskrim menjadi sangat strategis, setelah ada sinyal dari Istana bahwa tidak ada perpanjangan jabatan Kapolri Jenderal Badroddin Haiti. Apalagi, jajaran institusi keamanan lainnya juga tidak setuju ada perpanjangan jabatan Kapolri karena melanggar UU No 2 Tahun 2002 tentang Polri.

Mengenai nama-nama bursa calon Kabareskrim, Neta menilai semula ada tiga nama yang muncul ke permukaan, yakni Kapolda Kaltim Irjen Safaruddin (Akpol 84), Kapolda Metro Jaya Irjen Moechgiyarto (Akpol 86), dan Kepala BNPT Komjen Tito Karnavian (Akpol 87).

"Belakangan muncul nama Gubernur Akpol Irjen Anas Yusuf (Akpol 84). Munculnya nama Anas Yusuf memunculkan spekulasi bahwa jika terpilih sebagai Kabareskrim, diperkirakan mantan Kapolda Jatim itu akan menjadi kuda hitam dalam bursa calon Kapolri," ujarnya.

Dengan masuknya nama Anas Yusuf, lanjutnya, bursa Kabareskrim pun makin panas karena pertarungannya di antara Akpol 84. Sementara, keberadaan Irjen Moegiarto dianggap sebagian elite Polri masih terlalu muda, dan baru saja duduk sebagai Kapolda Metro Jaya, sehingga masih bisa untuk masa mendatang.

"Namun sejauh ini calon kuat Kabareskrim masih dipegang oleh Irjen Safaruddin. Siapa pun yang terpilih menjadi Kabareskrim, IPW berharap soliditas Polri tetap terjaga," tegas Neta.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi), Edi Hasibuan, menuturkan mekanisme pemilihan Kabareskrim. Menurutnya, Wanjakti nanti akan merekomendasikan dua atau tiga orang nama.

"Nanti Presiden yang memilih. Setelah dari Presiden, nanti disampaikan ke Kapolri. Nanti ngeluarin TR (telegram rahasia). TR-nya tetap dari Mabes Polri," kata Edi kepada VIVA.co.id, Kamis, 19 Mei 2016.

Terkait calon Kabareskrim, Edi menyebutkan sejumlah nama. Mereka di antaranya, Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Moechgiarto, Gubernur Akademi Kepolisian Inspektur Jenderal Polisi Anas Yusuf, dan Deputi Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Inspektur Jenderal Polisi Arman Depari.

"Apabila diusulkan dan ditetapkan oleh Presiden dan Kapolri, (tiga nama itu) saya kira pantas dan layak saja," kata Edi.

Namun demikian, Edi mengatakan, nama perwira tinggi Polri itu tentunya akan diseleksi dan dimusyawarahkan terlebih dahulu oleh Wanjakti.

"Biasanya Wanjakti Polri mengusulkan dua atau tiga nama untuk disetujui atau dipilih Presiden sebagai Kabareskrim," tutur mantan anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) itu.

Irjen Pol Arman Depari merupakan alumnus Akademi Kepolisian 1985, dan memiliki karir yang gemilang di institusi kepolisian. Bahkan, sejumlah jabatan bidang reserse pernah dicicipinya.

Misalnya saja, Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Wakil Direktur Reskrim Polda Sumatera Utara, Kapolda Riau, Kepala Densus 88 Anti Teror Sumatera Utara.

Hingga kini, Edi enggan menyimpulkan lebih dini, siapakah yang pantas untuk menjabat sebagai Kabareskrim Polri. Namun, dari ketiga jenderal bintang dua itu, dia berpendapat calon yang pas adalah dari reserse.

Polemik Kapolri

Selain pemilihan Kabareskrim, isu lain yang tak kalah penting juga mengemuka ke publik yakni polemik perpanjangan masa jabatan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. Sama seperti Anang Iskandar, Badrodin juga akan memasuki masa purna tugas.

Situasi tersebut kemudian memunculkan wacana perpanjangan masa jabatannya. Namun, ide itu justru menimbulkan pro dan kontra di publik.

Ada yang mengatakan perpanjangan itu akan melanggar Undang-undang Nomor 2002 tentang Kepolisian dan menghambat proses regenerasi di tubuh Polri.

Anggota Komisi III DPR, Ruhut Sitompul, mengatakan bahwa perpanjangan jabatan Kapolri tidak memiliki dasar hukum. Wacana itu muncul saat Kapolri Jenderal Badrodin Haiti akan memasuki masa pensiun pada akhir Juli mendatang dan kini menjadi perdebatan.

"Jadi prosesnya begini, memasuki masa pensiun tidak ada aturan yang mengatakan Kapolri bisa diperpanjang," kata Ruhut saat dihubungi, Senin, 16 Mei 2016.

Namun, politikus Partai Demokrat itu tidak menutup kemungkinan yang lain. Misalnya saja Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang mengenai perpanjangan tersebut.

"Kecuali bapak Presiden, karena itu hak prerogratif bapak Presiden. Beliau mengeluarkan aturannya, Perppu. Tapi kalau tidak, tidak bisa," ujarnya menambahkan.

Ruhut menilai, masih ada waktu bagi Jokowi untuk menjalani proses seperti biasanya. Menurutnya, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) bisa segera melakukan pemilihan, nama-nama itu kemudian bisa dikirim ke Jokowi, dan Jokowi bisa mengirim satu nama ke DPR untuk menjalani fit and proper test.

"Tolong kita semua menghormati hak bapak Presiden (memilih nama). Masih sangat cukup waktu yang ada."

Senada dengan Ruhut, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu, menilai Presiden Joko Widodo tak perlu memperpanjang masa jabatan Kapolri, Jenderal Badrodin Haiti, melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu).

"Urgensi perpanjangan apakah ada situasi darurat. Misalnya, regenerasi Polri tidak berjalan, sehingga belum ada yang dipandang layak, maka perlu perpanjangan," kata Masinton dalam sebuah forum diskusi di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Selasa, 17 Mei 2016.

Menurutnya, regenerasi Polri sudah cukup bagus. Para jenderal bintang dua dan bintang tiga yang ada sekarang dinilai juga cukup bagus dan layak dipromosikan menjadi Kapolri.

"Stabilitas bagus-bagus saja. Jabatan Kapolri yang dijabat Badrodin harus diperpanjang walau sesungguhnya ini kewenangan Presiden dengan persetujuan DPR. Kalau Presiden mau perpanjang, monggo (silakan). Tapi pemberhentian dan pengangkatannya harus ada penjelasannya. Kalau diperpanjang, silakan beri alasannya," kata Masinton.

Ia menilai situasi keamanan nasional juga stabil, sehingga syarat urgensi untuk menerbitkan Perppu dianggap belum terpenuhi. Agar proses regenerasi di Polri berjalan bagus, masa tugas Kapolri Badrodin tak perlu diperpanjang.

Badrodin Haiti akan pensiun pada Juli 2016. Saat itu, Badrodin tepat berusia 58 tahun. Berdasarkan Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, diatur usia pensiun maksimal anggota Polri adalah 58 tahun.

Pemerhati institusi kepolisian, Neta S. Pane, juga berharap Presiden Joko Widodo tidak mendengarkan masukan untuk memperpanjang masa jabatan Badroddin Haiti. Menurut Neta, jika hal tersebut dilakukan, dipastikan muncul polemik dan kegaduhan dari sisi politik maupun hukum.

"Pertama, muncul reaksi dari DPR dan bisa-bisa Presiden dimakzulkan legislatif. Sebab, perpanjangan jabatan Kapolri nyata-nyata melanggar Undang Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian," kata Neta kepada VIVA.co.id, Rabu, 18 Mei 2016.

IPW berharap Jokowi taat hukum dan konstitusi agar tidak muncul polemik atau kegaduhan berkepanjangan.

"Para penasihat Presiden di bidang hukum dan politik juga diharapkan memberikan penjelasan yang konkret tentang Pasal 11 ayat 6 UU Polri agar Presiden tidak salah langkah untuk mengeluarkan keputusan perpanjangan masa jabatan Kapolri," kata Neta.

Lebih lanjut, Neta menilai, undang-undang tidak ada yang mengatur mengenai hak prerogatif Presiden untuk memperpanjang masa jabatan Kapolri.

"Undang-undang hanya mengatur hak prerogatif Presiden dalam mengangkat dan memberhentikan Kapolri. Pengangkatan Kapolri seperti yang dijelaskan Pasal 11 ayat 6 UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian bahkan menyebutkan bahwa Calon Kapolri adalah Perwira Tinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang masih aktif, dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier," Neta menjelaskan.

Mengenai isu perpanjangan tersebut, Neta mengungkapkan, hal ini merupakan manuver segelintir pihak yang menginginkan masa jabatan Kapolri diperpanjang. Perihal nama-nama bursa calon Kapolri, Neta belum bisa menyebutkan siapa yang pantas.

"Kalau calon Kabareskrim sudah bisa dianalisa, tapi kalau Kapolri belum. Kita tunggu siapa yang akan menjadi Kabareskrim karena akan saling terkait. Nanti siapa calon kuatnya setelah Kabareskrim terpilih," ujar Ketua Presidium IPW itu.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond Mahesa, mengatakan bahwa setiap pihak perlu melihat UU Kepolisian terkait wacana perpanjangan jabatan pemimpin Korps Bhayangkara itu.

"UU Kepolisian itu, kalau pensiun tidak ada alasan untuk diperpanjang, karena batas usia 58 tahun," kata Desmond saat dihubungi, Rabu, 18 Mei 2016.

Jika diperpanjang, maka, kata dia, hal itu dilakukan lewat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu). Namun, langkah itu juga harus disetujui DPR.

"Kalau ini tidak ditempuh, maka presiden itu otoriter," ujar Desmond.

Perppu juga, katanya, harus memenuhi kepentingan umum. Dalam konteks kepolisian, perpanjangan ini harus ditinjau karena bisa menghambat jenjang karier di kepolisian.

"Apakah kalau diperpanjang tidak menghambat karier-karier perwira lain? Makanya kita harus dudukkan agar Presiden ini tidak melanggar hukum. Ini kan tontonan yang buruk di dunia hukum kita," kata Desmond mengingatkan.