Tekanan Ahok dan Mundurnya Rustam Effendi
- VIVA.co.id/ Danar Dono
VIVA.co.id – Sejumlah pejabat dan staf di Kantor Wali Kota Jakarta Utara heboh, Selasa pagi, 26 April 2016. Mereka dikagetkan dengan kabar mundurnya Wali Kota Jakarta Utara Rustam Effendi. Jajaran pegawai negeri sipil di sana pun langsung menggelar rapat internal dadakan membahas hal itu.
Rapat digelar di Ruang Pola, Kantor Wali Kota Jakarta Utara, Jalan Yos Sudarso, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sang wali kota turut hadir dalam pertemuan yang digelar tertutup bagi awak media itu.
Usai rapat, Rustam buka suara. Dia membenarkan kabar pengunduran dirinya dari Jakarta Utara-1, sebutan untuk jabatan Wali Kota Jakarta Utara. Keputusan itu diambil Rustam setelah memperhatikan perkembangan dalam beberapa hari terakhir ini. Dia menganalisa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menilai kinerjanya tak memenuhi harapan sang pimpinan.
Berkaca dari penilaian gubernur tersebut, Rustam lantas mengambil sikap. "Nah kalau sebagai bawahan dinilai atasan kinerjanya masih kurang, ya sudah saya pikir lebih baik saya mengundurkan diri saja, itu lebih baik," ujar Rustam, Selasa, 26 April 2016.
Langkah Rustam semakin mantap ketika keluarga memberi lampu hijau atas keputusannya. Surat pengunduran diri dilayangkan kepada Ahok, sapaan Basuki, Senin sore, 25 April 2016. Salinan surat itu juga telah diterima Badan Kepegawaian Daerah DKI Jakarta.
Surat Rustam bukan surat permohonan pengunduran diri, tapi pernyataan pengunduran diri. Lantaran itu, Ahok tak perlu memberi persetujuan atas surat pengunduran diri tersebut. "Pak Rustam tinggal menunggu SK (Surat Keputusan) pemberhentian," ujar Kepala Badan Kepegawaian Daerah DKI Jakarta, Agus Suradika.
Ahok tak mempermasalahkan keputusan Rustam. Dia mengganggap, hal itu merupakan hak pribadi Rustam. Meski demikian, Ahok berterima kasih atas kinerja Rustam yang telah menjadi wali kota Jakarta Utara sejak 2 Januari 2015. "Kinerjanya oke, enggak jelek-jelek amat," ujar Ahok.
Untuk sementara, Wakil Wali Kota Jakarta Utara Wahyu Hariadi akan menjadi Pelaksana Tugas (Plt.) Wali Kota Jakarta Utara. Nantinya, wali kota yang baru akan segera dilantik setelah tes jabatan oleh BKD rampung. Hasil tes itu bakal memunculkan nama pejabat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang memiliki kompetensi untuk menjadi wali kota.
Soal pengangkatan dan pengunduran pejabat wali kota DKI Jakarta, menurut Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, sepenuhnya kewenangan Ahok, sebagai pemimpin tertinggi di Pemprov DKI. Sebab, DKI Jakarta merupakan daerah khusus.
Namun, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menyebutkan, pengunduran diri Rustam harus jelas. Sebab, masa pensiun Rustam masih panjang, tidak sedang sakit dan tidak berhalangan tetap. "Tidak bisa seenaknya mengundurkan diri," kata Tjahjo.
Tudingan-tudingan Itu
Rentetan masalah akhir-akhir ini diduga menjadi pemicu lengsernya Rustam. Tiga hari sebelum mengundurkan diri, misalnya. Dalam rapat penanganan banjir, Jumat, 22 April 2016, itu Ahok sempat mengungkapkan kekecewaannya kepada Rustam.
Itu lantaran Rustam tak kunjung menertibkan hunian liar di kolong tol Ancol, Penjaringan, Jakarta Utara. Akibatnya, tindakan normalisasi saluran air dari Dinas Tata Air DKI Jakarta terhambat.
Ahok lantas menyindir Rustam bersekongkol dengan Yusril Ihza Mahendra, bakal calon gubernur DKI Jakarta. Sindiran, yang menurut Ahok sekadar gurauan itu, membekas di hati Rustam. Sehari kemudian, Rustam lantas mencurahkan isi hatinya (curhat) dalam sebuah status di akun Facebook miliknya.
Berjudul 'Bekerja dengan Hati', tulisan Rustam itu berisi protesnya terhadap Ahok. Rustam menjelaskan kesulitannya dalam menertibkan hunian liar yang menjadi penyebab banjir di Jakarta Utara. Dia menilai, tindakan Ahok yang menuduhnya macam-macam, bukan sesuatu yang baik.
Seorang pemimpin seharusnya memberi semangat dan motivasi kepada bawahannya yang telah bekerja, bukan melempar tuduhan dia dalam pengaruh lawan politik saat menyelesaikan pekerjaan. "Tuduhan dan fitnah itu keluar dari pimpinan yang sebenarnya saya berharap memberikan petunjuk, arahan, bimbingan, memotivasi, memberi semangat," tulis Rustam.
Belum reda masalah itu, Ahok kembali melontarkan tuduhan ke Rustam. Mantan Bupati Belitung Timur itu mengungkap sebuah aktivitas perkumpulan pejabat DKI yang gemar bermain golf. Ahok menjuluki kelompok ini Geng Golf.
Menurut Ahok, geng ini bisa mengatur naik tidaknya pangkat dan jabatan pejabat di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Berkuasanya Geng Golf karena gubernur saat itu juga memiliki hobi bermain golf. Namun tidak disebutkan siapa nama gubernur itu. "Pejabat eselon II yang masih tersisa yang suka main golf sekarang tinggal Wali Kota Jakarta Utara. Karena Gubernur Golf, dia jadi ada geng," ujarnya.
Rustam tak menampik dia terkadang suka bermain golf. Namun, dia mengaku tidak paham soal Geng Golf yang dituduhkan kepadanya.
Selanjutnya…Ada apa Ahok dan Rustam
Ibarat api dalam sekam. Ahok dan Rustam rupanya telah lama mengalami ketidakcocokan. Mundurnya Rustam, setelah sejumlah tudingan itu, adalah puncak dari ketidakharmonisan tersebut. "Memang sudah ada perbedaan prinsip," ujar Ahok, Selasa 26 April 2016.
Beberapa ketidakselarasan itu, di antaranya terjadi saat penertiban hunian liar di kawasan lokalisasi prostitusi Kalijodo, Jakarta, beberapa waktu lalu. Tanpa alasan yang jelas, Rustam disebut meminta sebuah bengkel di sana tidak turut ditertibkan.
Namun Ahok tidak mengikuti permintaan itu. Apalagi, setelah diketahui, pemilik bengkel ternyata seseorang yang berasal dari keturunan Tiongkok. "Ini bisa berbahaya secara politik," ujarnya.
Perbedaan lain muncul terkait pengelolaan Kawasan Berikat Nusantara di Jakarta Utara. Lantaran itu semua, Ahok tidak mempermasalahkan jika Rustam merasa sakit hati dengan tuduhannya, kemudian memutuskan untuk mengundurkan diri. "Dia merasa enggak cocok, ya sudah. Kita juga enggak bisa menahan," katanya.
Mundurnya Rustam disebut-sebut akan menimbulkan efek domino. Sebanyak 22 kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah lainnya di Pemprov DKI diduga memiliki niat mundur dari jabatannya. Niatan itu sudah muncul setidaknya sejak empat bulan lalu. "Tapi (mereka) membatalkan niatnya karena merasa memiliki tanggung jawab pekerjaan," ujar anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Syarif melalui sambungan telepon, Selasa, 26 April 2016.
Niat itu diduga terbit lantaran mereka merasa tidak nyaman dengan kondisi birokrasi dalam Pemerintah Jakarta saat ini. Para pejabat merasa telah bekerja keras sesuai arahan, tetapi tidak mendapat apresiasi yang sepadan. Mereka juga tidak mendapat dukungan moral dari gubernur. Dalam rapat, para pejabat pun kerap tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat. "Kondisi pemerintah di era Pak Gubernur ini under pressure," ujar Syarif.
Kabar rencana pengunduran diri sejumlah pejabat Pemprov DKI itu ditampik tegas Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat. Dia mengatakan hal itu hanya isu belaka. "Enggak ada, cuma isu itu, gosip" ujar Djarot.
Isu akan mundurnya puluhan pejabat Pemprov DKI sebagai solidaritas, terhadap pejabat yang mundur, bukan hal baru. Isu serupa pernah muncul pada 2013 ketika Novizal, mantan Kepala Dinas Perumahan dan Gedung DKI Jakarta lengser.
Saat itu, banyak pejabat eselon II diisukan akan mundur karena Novizal mundur. Namun kenyataannya, pengunduran diri Novizal tidak diikuti oleh pengunduran diri siapa pun. "Nyatanya enggak ada yang mundur," ujar Ahok. (umi)