Pelaut Indonesia Lagi-lagi Sasaran Empuk Bajak Laut
Senin, 18 April 2016 - 06:03 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA.co.id - Indonesia lagi-lagi harus menerima kabar tak sedap dari seberang laut. Dua kapal berbendera merah putih akhir pekan lalu dibajak kelompok bersenjata tak dikenal saat tengah berlayar dari Cebu, Filipina, menuju Tarakan, Indonesia.
Dua kapal itu, Kapal Tunda TB Henry dan Kapal Tongkang Cristi, dibajak di perairan sekitar perbatasan antara Malaysia dan Filipina pada Jumat malam 15 April 2016, sekitar pukul 18.31 waktu setempat.
Pembajak tak hanya berusaha merampas kapal, mereka juga menembaki awak kapal hingga menyebabkan satu awak kapal terluka. Tak cukup sampai di situ, empat awak juga diculik dan disandera.
"Kapal membawa 10 awak asal Indonesia. Dalam peristiwa tersebut satu awak tertembak, lima selamat dan empat diculik. Satu awak yang tertembak sudah diselamatkan Polisi Maritim Malaysia ke wilayah Malaysia guna mendapatkan perawatan. Informasi terakhir yang diperoleh bahwa meskipun mengalami luka tembak namun yang bersangkutan dalam kondisi stabil," kata juru bicara Kemlu RI, Arrmanatha Nassir, Sabtu, 16 April 2016.
Kabar itu cepat tersiar dan pemerintah melalui Menteri Koodinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Luhut Binsar Panjaitan membentuk tim khusus untuk mencari ke empat yang yang diculik serta melacak dalang di balik pembajakan kapal itu.
Namun, untuk kasus pembajakan kapal dan penyanderaan warga Indonesia di Filipina kali ini, Luhut tak mau gegabah menyimpulkan siapa pelaku dan apa motif di balik pembajakan itu.
Karena, pembajakan terjadi saat pemerintah Indonesia tengah berusaha membebaskan 10 warga yang disandera kelompok milisi Filipina Selatan, Abu Sayyaf.
"Benar ada empat sandera lagi, tadi Panglima TNI juga memberi tahu dan kita cermati betul apa yang harus kita lakukan," kata Luhut.
Kecurigaan dan ketakutan
Dengan kasus terbaru itu, sudah genap 14 warga Indonesia yang kini berada di tangan kelompok pembajak laut. Dan, sang jenderal TNI berbintang empat itu mulai menaruh kecurigaan dan ketakutan ada motif tertentu di balik semua rangkaian peristiwa itu.
Meski tidak mengungkapkan langsung apa hal yang menjadi kecurigaan dan ketakutannya, tapi, Luhut menyebut kemungkinan adalah masalah politik dan uang di balik semua ini.
"Kita belum tahu persis, sedang lihat apakah penculikan ini terkait masalah politik atau masalah tebusan dana seperti Somalia. Yang pasti TNI siap bergerak," kata dia.
Luhut bahkan tidak berani menyebut kelompok pembajak kapal berasal dari kelompok yang sama saat membajak Kapal Tunda Brahma 12 dan Kapal Tongkang Anand 12, yakni Abu Sayyaf.
Padahal, Panglima TNI, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo sudah mengungkapkan dugaannya pada kelompok bersenjata itu, sebagai dalang penyanderaan berantai.
"Kita belum yakin betul apakah ini murni kelompok Abu Sayyaf atau sempalan-sempalannya," kata Luhut.
Tak Berkutik
Indonesia sebenarnya bukan tidak mampu membebaskan awak-awak kapal yang hingga saat ini berada dalam kuasa kelompok penyandera. Terutama membebaskan 10 awak kapal yang disandera Abu Sayyaf.
Karena, Indonesia memiliki pasukan elit militer yang kemampuannya sudah tak perlu diragukan lagi. Komando Pasukan Khusus (Kopassus) misalnya, pasukan elit yang satu ini sudah berpengalaman berperang di berbagai medan pertempuran.
"Saya apresiasi kecepatan prajurit Kopassus yang dalam waktu singkat siap laksanakan pembebasan sandera meskipun sampai sekarang pemerintah Filipina masih mengambil langkah internal. Namun Kopassus selalu siap maju jika sewaktu-waktu dibutuhkan," Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Mulyono saat menjadi inspektur upacara HUT ke-64 Kopassus.
Mulyono berpendapat, gugurnya 18 tentara militer Filipina yang melawan Abu Sayyaf memberi arti bahwa kelompok tersebut memiliki kemampuan yang tak bisa diremehkan. Oleh karena itu, operasi pembebasan lainnya yang pernah dilakukan Kopassus menjadi modal bagi operasi pembebasan sandera Abu Sayyaf.
Baca Juga :
"Setiap tugas adalah kehormatan bagi Kopassus. Hal ini dipelihara dengan terus berlatih meningkatkan kemampuan setiap prajurit Kopassus. Saya ingin mengingatkan bahwa sebagai pasukan elite, Kopassus dibentuk untuk menjalani operasi khusus terhadap sasaran strategis terpilih," kata dia.
Kopassus sudah memastikan diri siap diterjunkan membebaskan sandera, tapi pemerintah berkata lain. Pemerintah belum bisa memberikan izin bagi TNI untuk menjamah tanah Filipina karena konstitusi negara itu tidak memungkinkan pasukan militer asing untuk masuk ke Filipina kecuali atas izin dari parlemen.
Sementara itu, Indonesia juga tidak menyanggupi tuntutan uang tebusan yang diajukan para penyandera, karena yang bertanggungjawab atas semua itu adalah pengusaha pemilik perusahaan kapal yang dibajak.
"Negara tidak boleh terlibat dengan masalah tebusan. Secara prinsip hal ini tidak boleh dilakukan oleh negara," kata Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi.
Satu-satunya yang dapat diperbuat pemerintah Indonesia saat ini adalah bagaimana mencegah pembajakan kapal dan panyanderaan warga tak terjadi lagi.
Karena itu, Presiden Joko Widodo tengah menjajaki kerjasama dengan pemerintah Malaysia dan Filipina untuk melakukan patroli bersama di perairan Laut Cina Selatan.
"Tadi Presiden baru minta untuk menjajaki dengan Malaysia, Filipina karena itu daerah rute dagang kita, untuk pengamanan bersama," kata Luhut, di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu 17 April 2016. (ren)