Dukung KPK Bongkar Korupsi di Kementerian Dalam Negeri

Seorang penyidik KPK saat operasi tangkap tangan.
Sumber :
  • Ali Azumar

VIVA.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Selasa lalu, 1 Maret 2016 menggeledah kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), kantor PT Hutama Karya, PT Bina Karya, dan PT Arkitek Team Empat. Beberapa ruang kerja yang diduga terdapat jejak tersangka disambangi.

Tak ayal, KPK menyita dokumen, data dan hard disk untuk diteliti. Penyidik mencari bukti tambahan terkait kasus yang sedang disidik KPK.

Sehari kemudian, Rabu, 2 Maret 2016, Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, memberikan penjelasan resmi. Penggeledahan tersebut dilakukan terkait penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).

"Terkait penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan dan pengerjaan konstruksi pembangunan Gedung IPDN di Kabupaten Agam, Sumatera Barat," kata Yuyuk, dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu 2 Maret 2016.

Kasus ini merupakan hasil pengembangan penyidikan dari kasus dugaan korupsi pengadaan dan pelaksanaan proyek pembangunan Diklat Pelayaran Sorong Tahap III pada Kementerian Perhubungan Republik Indonesia Tahun 2011.

Terkait kasus korupsi IPDN ini, KPK menetapkan Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi dari Sekretariat Jenderal di Kementerian Dalam Negeri, Dudy Jocom, sebagai tersangka. Dudy diduga melakukan tindak pidana korupsi saat menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset Sekretariat Jenderal Kemdagri Tahun 2011.

"Penyidik KPK telah menemukan dua alat bukti yang cukup untuk meningkatkan status ke penyidikan," ungkap Yuyuk.

Bersama Dudy, penyidik juga menetapkan General Manager Divisi Gedung PT Hutama Karya, Budi Rachmat Kurniawan, sebagai tersangka dari pihak swasta. Penyidik menduga, keduanya telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan menyalahgunakan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi.

"Negara diduga mengalami kerugian Rp34 miliar dari total nilai proyek Rp125 miliar," jelas Yuyuk.

Tidak Intervensi

Menanggapi adanya kasus baru di kementeriannya, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, berjanji tidak akan mengintervensi ataupun menghalangi penyidikan KPK. Tjahjo justru memberikan segala keleluasaan pada KPK dalam melakukan penggeledahan di instansinya, termasuk menyita semua barang yang diperlukan.

"Saya sudah diberi tahu. Saya persilakan KPK," kata Tjahjo di gedung DPR RI, Jakarta, Rabu, 2 Maret 2016.

Kampus IPDN ini terletak di Kecamatan Baso, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Gedung yang terdiri dari 14 unit bangunan tersebut, pada 2013 diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri saat itu, Gamawan Fauzi.

Saat mendatangi kantor tvOne, Rabu, 2 Maret 2016, Ketua KPK, Agus Raharjo, menyatakan komitmennya untuk mengungkap lebih banyak kasus korupsi di masa jabatan pimpinan KPK jilid IV. Hal ini meliputi kasus yang menjadi limpahan pimpinan KPK sebelumnya, kasus hasil operasi tangkap tangan, termasuk data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Pada masa sebelumnya, data PPATK digunakan sebagai bukti  pendukung sebuah kasus, terutama menyangkut pencucian uang. Belum pernah ada kasus penyidikan KPK yang dimulai berdasarkan Laporan Hasil Analisis (LHA) transaksi mencurigakan PPATK.

"Kami memang menerima banyak data, banyak kasus, ada 21 yang kami terima (dari PPATK) dan kami pelajari, dan bervariasi banyak sekali," ungkap Agus.

Transaksi mencurigakan ini meliputi semua elemen penyelenggara negara, mulai dari penegak hukum sampai pejabat pemerintahan. Dari 21 LHA itu, KPK menemukan setidaknya empat LHA yang dinilai kuat memiliki indikasi korupsi. "Yang empat itu kebanyakan pejabat," ucapnya.

Saat melihat laporan PPATK itu, Agus juga terkejut, karena terdapat transaksi yang totalnya mencapai USD3 miliar, atau setara Rp41,4 triliun jika dihitung berdasarkan kurs hari ini. Transaksi ini juga diketahui melibatkan melalui jasa keuangan di luar negeri.

"Transaksinya dari Singapura, jadi perlu data yang lebih banyak lagi," jelas Agus.

Terkait operasi tangkap tangan, di masa Agus, setidaknya sudah dua kali KPK berhasil mengungkap dugaan transaksi suap. Pertama terkait kasus dugaan suap menyangkut perkara di Mahkamah Agung. Dan kedua, penangkapan Anggota Komisi V DPR dari fraksi PDIP, Damayanti Wisnu Putranti.

Pada kasus pertama, KPK menetapkan Kasubdit Kasasi dan PK Mahkamah Agung (MA) Andri Tristianto Sutrisna, pengusaha Ichsan Suaidi dan pengacaranya bernama Awang Lazuardi Embat sebagai tersangka.

Ichsan diduga memberikan suap kepada Andri melalui Awang, agar salinan putusan kasasi terkait perkara yang menjerat lchsan dapat ditunda, sehingga eksekusi terhadap dirinya juga ikut tertunda.

Ichsan diketahui merupakan terpidana kasus pembangunan Dermaga Labuhan Haji di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat tahun 2007-2008. Namun, hingga saat ini, lchsan belum dieksekusi

Sedangkan di kasus kedua, KPK menetapkan 4 tersangka yaitu Damayanti dan dua rekannya yaitu Dessy A. Edwin dan Julia Prasetyarini. Selain itu, Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama, Abdul Khoir.

Abdul Khoir diduga memberikan suap kepada Damayanti agar perusahaannya bisa mendapatkan proyek pembangunan jalan di Ambon, Maluku. KPK menduga Damayanti dijanjikan uang sebesar SGD404,000 untuk memuluskan proyek pembangunan jalan yang rencananya direalisasikan melalu dana aspirasi anggota DPR.

Dalam pengembangannya, KPK juga menetapkan kolega Damayanti di Komisi V DPR, Budi Supriyanto, juga atas dugaan menerima suap dari Abdul Khoir.

Sementara kasus yang menjadi limpahan dari pimpinan sebelumnya, diantaranya adalah laporan masyarakat mengenai pengadaan lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Laporan ini baru dilakukan gelar perkara, dan tim penyelidik KPK sedang mencari alat bukti terjadinya pidana korupsi.

"Masih mencari bukti yang lebih kuat lagi, jadi tim penyelidik kami kemudian bergerak untuk melakukan penyelidikan," katanya.

Walaupun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporan audit investigatifnya sudah menyatakan terjadi penyimpangan dalam pengadaan lahan tersebut. Penyimpangan itu meliputi perencanaan, penganggaran, pembentukan tim pengadaan pembelian lahan, pembentukan harga dan penyerahan hasil. Namun KPK tidak lantas menyatakan terjadi korupsi.

"BPK menyatakan itu, tapi kami masih mendalami apakah peraturan yang dilanggar itu memang betul-betul ada atau bagaimana? Kami masih mendalami, jadi belum bisa menyimpulkan itu," urai Agus.

Agus juga menegaskan, tak hanya bidang penindakan yang akan menjadi fokus kerja KPK dibawah kepemimpinan Agus, Basaria Pandjaitan, Laode Muhammad Syarif, Saut Situmorang dan Alexander Marwatta. Saat ini, pimpinan juga sedang menggodok upaya harmonisasi bidang pencegahan dan penindakan agar bisa berjalan selaras. Hal ini akan tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) pimpinan KPK 2015 - 2019, yang masih digodok. (ren)