Dua Guru JIS Kembali ke Penjara

Dua guru JIS kembali ditahan.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Setelah menghirup udara bebas selama enam bulan, dua guru Jakarta International School (JIS), Neil Bantleman dan Ferdinand Tjiong, terdakwa dalam kasus pelecehan seksual harus kembali mendekam di balik jeruji besi.

Neil Bantleman dan Ferdinand Tjiong harus kembali ke penjara setelah Mahkamah Agung lewat putusan kasasinya menguatkan vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Keduanya terbukti melakukan kejahatan seksual terhadap anak didiknya di sekolah JIS.

Dalam sidang kasasi Rabu, 24 Februari 2016, Hakim Agung Artidjo Alkostsar memvonis Neil dan Ferdinand, masing-masing dengan hukuman 11 tahun penjara, denda Rp100 juta, serta subsider 6 bulan kurungan.

Putusan kasasi ini dibacakan satu hari sebelum masa cekal terhadap kedua guru asing itu berakhir pada Kamis 25 Februari 2016. Hukuman Neil dan Ferdinand lebih lama satu tahun dari vonis PN Jaksel selama 10 tahun penjara.

Setelah putusan keluar, jaksa kemudian melakukan eksekusi terhadap terdakwa Ferdinand pada Kamis dini hari di kediamannya di kawasan Pondok Aren, Jakarta Selatan. Menurut Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Chandra Saptaji, eksekusi dilakukan tanpa perlawanan dan Ferdinand langsung dibawa ke Rutan Cipinang.

Lihat video eksekusi Fedinand

Sementara itu, terdakwa Neil Bantleman, pada Kamis malam sudah diterbangkan dari Bali ke Jakarta. Dia telah menyerahkan diri secara sukarela.

Juru bicara Mahkamah Agung, Suhadi menjelaskan, hakim menganggap putusan PN Jaksel yang sebelumnya memutus keduanya bersalah sudah benar. Tanpa bukti baru, putusan kasasi itu terkait dengan persepsi hukum.

"Hakim menganggap pembuktian Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sudah benar," katanya.

Dengan putusan kasasi ini, satu-satunya upaya untuk membebaskan Neil dan Ferdinand hanyalah dengan Peninjauan Kembali (PK). Sebelumnya, Neil dan Ferdinand diputus bebas dalam sidang banding oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Senin 10 Agustus 2015.

Pengadilan Tinggi membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena keduanya tidak terbukti melakukan tindakan yang didakwakan jaksa serta memerintahkan agar Neil dan Ferdi dibebaskan. Keduanya kemudian dikeluarkan dari Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta Timur, Jumat, 14 Agustus 2015.



Tempuh Peninjauan Kembali (PK)

Kuasa hukum Neil Bantleman dan Ferdinand Tjiong, Patra M. Zein, merasa terkejut dengan putusan kasasi ini. Tapi, dia belum mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam memutus kliennya. Karena sampai saat ini dia belum membaca salinan putusan itu.

Meski begitu, Patra memastikan akan menempuh upaya Peninjauan Kembali (PK) agar dapat membebaskan keduanya dari penjara. Sampai saat ini dia yakin kliennya itu tidak melakukan apa yang didakwakan jaksa.

Menurut dia, dalam memutus perkara di tingkat kasasi, hakim Agung hanya mempelajari memori banding dan kontra memori banding. Karena itu, Patra akan mempelajari salinan putusan kasus ini.

"Kalau di tingkat kasasi tidak memeriksa fakta. Itu kedua guru tidak melakukan kejahatan," ujar Patra kepada VIVA.co.id.

Menurut dia, pada tingkat banding seluruh fakta telah diperiksa dan diputuskan bahwa kedua guru ini tidak melakukan kejahatan apa pun. Kemudian, Patra menegaskan kalau kedua anak yang oleh orangtuanya disebut sebagai korban, pernah melakukan pemeriksaan di Belgia. Tapi hasilnya tidak ada jejak kekerasan seksual.

"Hasilnya negatif. Ini kami sedang telusuri informasinya," katanya.

Kata Patra, bukti ini yang nantinya akan dijadikan dasar untuk mengajukan PK. "Tapi, ini akan kami telusuri lagi," katanya.

Selain upaya untuk melakukan PK, Patra menyayangkan sikap Kejari Jaksel, yang mengeksekusi salah satu kliennya tanpa koordinasi. Penjemputan juga dilakukan pada pukul 02.00 WIB, dini hari.

Tindakan ini dianggap berlebihan. Harusnya eksekusi dapat dilakukan dengan cara yang lebih manusiawai. Apalagi, eksekusi ini juga dilakukan sebelum keluar salinan putusan dari MA ke PN Jaksel.

Harusnya eksekusi terhadap terpidana dilakukan lewat koordinasi dengan pengacara sebagai perwakilan hukum publik, dan dilaksanakan setelah keluar salinan putusan.

"Ini ada apa kok bisa langsung (dieksekusi)," katanya.

Peradilan Kasus JIS

Seperti diketahui, pada April 2015, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Neil Bantleman serta Ferdinant Tjong dalam kasus kekerasan seksual terhadap salah satu murid TK JIS dengan hukuman penjara 10 tahun, denda Rp100 juta dan subsider 6 bulan kurung.

Vonis Hakim Ketua Hakim Ketua Nur Aslam Bustaman saat itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta keduanya dipidana 12 tahun penjara. Niel dan Ferdinand divonis bersalah karena melakukan tindakan pidana sesuai Pasal 82 UU no.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Pertimbangan lain terkait dengan profesi terdakwa sebagai pendidik. Apa yang telah dilakukan jelas menjadi contoh buruk bagi dunia pendidikan. Selain itu, keduanya tidak pernah mengakui perbuatannya, tidak menyesalkan atas perbuatan cabul terhadap anak didiknya.

Mereka juga tidak pernah meminta maaf atas perbuatannya dan tidak kooperatif dalam persidangan karena memberikan keterangan yang berbelit-belit. Kedua guru JIS ini juga membentuk opini publik dengan memberikan keterangan kepada media sebelum dan sesudah persidangan meski persidangan terhadap mereka digelar tertutup.

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menyatakan, hukuman terhadap dua guru terdakwa kasus kekerasan seksual itu terlalu ringan. Hukuman itu sangat jauh lebih ringan dari pada ancaman hukuman yang terkandung dalam undang-undang perlindungan anak.

Kedua terdakwa kemudian mengajukan banding atas putusan hakim PN Jaksel. Hasilnya, Pengadilan Tinggi Jakarta kemudian memutuskan membebaskan dua guru Jakarta International School (JIS) yakni, Neil Bantleman dan Ferdinand Tjiong pada Senin 10 Agustus 2015.

Hakim Pengadilan Tinggi Silvester Djuma sebagai Hakim Ketua Majelis, dan Moch Djoko, Sutoto Hadi masing-masing sebagai hakim anggota menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan oleh jaksa.

Hakim juga minta harkat dan martabat terdakwa dipulihkan. Kemudian memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan. Tapi kini, keduanya harus kembali ke penjara.