Aturan Kantong Plastik Berbayar, Efektifkah?

Kantong plastik
Sumber :
  • Istimewa

VIVA.co.id - Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan menerapkan kantong plastik berbayar untuk mengurangi limbah plastik.

Rencana pemerintah tersebut dituangkan dalam surat edaran (SE) yang dikeluarkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, Nomor: S.71/MENLHK–II/ 2015 pada 21 Februari 2015. 

Salah satu isinya adalah meminta pemerintah daerah (pemda) provinsi maupun kabupaten/kota termasuk produsen serta pelaku usaha melakukan langkah stimulan dalam pengurangan dan penanganan sampah plastik.
 
Poin penting lainnya dalam SE tersebut, pemkab/pemkot diminta melakukan pembinaan dan memfasilitasi penerapan teknologi ramah lingkungan, merujuk pada Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Sementara itu, kepada pengusaha atau produsen agar mengurangi sampah plastik serta dapat mendaur ulang sampah tersebut.
 
Menurut Kepala Biro Humas KLHK, Novrizal Tahar, saat ini masalah sampah di Indonesia sudah menjadi persoalan yang serius. "Awalnya adalah untuk mengurangi sampah, salah satunya sampah plastik, program ini pun sebetulnya untuk mengubah perilaku masyarakat untuk mengurangi sampah khususnya sampah plastik," kata Novrizal saat dihubungi VIVA.co.id, Rabu 17 Februari 2016. 
 
Sementara itu, produksi sampah plastik di Indonesia menduduki peringkat kedua penghasil sampah domestik yaitu sebanyak 5,4 juta ton per tahun. 
 
"Berdasarkan data statistik persampahan domestik Indonesia, jumlah sampah plastik tersebut merupakan 14 persen dari total produksi sampah di Indonesia," kata Ketua Umum "Indonesia Solid Waste Association" (InSWA), Sri Bebassari, dilansir dari laman ciptakarya.pu.go, Kamis. 
 
Novrizal menambahkan, berbagai pendekatan sudah dilakukan pemerintah untuk mengurangi sampah. Dari mulai penerapan bank sampah, hingga mencoba menerapkan kantong plastik berbayar. 
 
"Intinya adalah bagaimana mengubah perilaku masyarakat kita untuk tidak banyak menggunakan sampah plastik. Dengan dilakukan berbayar, harapannya masyarakat akan bisa mengurangi penggunaan sampah plastik," kata dia. 
 
Novrizal menjelaskan, terkait SE Menteri KLHK, pihaknya sudah melakukan sosialiasi lewat pemangku kepentingan (stakeholder) dan pemerintah daerah. "Ini masih uji coba, belum serta merta diterapkan, karena kami bukan ingin membebani masyarakat tapi ingin mengubah perilaku untuk mengurangi sampah plastik," tuturnya. 
 
Adapun uji coba kebijakan pemerintah dalam penerapan kantong plastik berbayar  di  ritel  modern tersebut akan dilakukan pada 21 Februari 2016. Pada tahap pertama sebanyak 22 kota di Indonesia menyatakan siap untuk melaksanakan uji coba tersebut.
 
Kota-kota itu adalah Bandung, Bekasi, Depok, Bogor, Tangerang, Solo, Semarang, Surabaya, Denpasar, Palembang, Medan, Balikpapan, Banjarmasin, Makassar, Ambon, Papua, Jayapura, Pekanbaru, Banda Aceh, Kendari, dan Yogyakarta.
 
***
Perlu sosialisasi
 
Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mendukung rencana pemerintah membatasi pemberian kantong plastik belanja. Nantinya, konsumen yang menginginkan kantong plastik akan dikenai biaya tambahan.
 
Ketua Umum Aprindo, Roy Mandey, Kamis 3 Desember 2015, mengatakan, dukungan terhadap pembatasan kantong plastik belanja ini bertujuan mengurangi sampah plastik.
 
"Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah mulai berkampanye membatasi peredaran sampah plastik yang menjadi bagian rantai perdagangan. Upaya ini sangat kami dukung," kata Roy.
 
Namun, Aprindo meminta, agar pemerintah melakukan sosialisasi dan edukasi yang matang sebelum mengimplementasikan kebijakan tersebut.
 
Tanpa sosialisasi yang matang, kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan konflik. Sebab, selama ini konsumen terbiasa memperoleh kantong plastik secara gratis.   
 
"Selama ini, konsumen terbiasa memperoleh kantong plastik secara cuma-cuma, kalau tiba-tiba disuruh bayar bisa menimbulkan masalah. Apalagi, jika sosialisasi kebijakan pemerintah itu tidak merata," katanya.
 
Selain baik bagi lingkungan, pembatasan kantong plastik juga mengurangi biaya operasional perusahaan. "Peritel bisa melakukan penghematan yang cukup besar, kalau tidak perlu cetak kantong plastik," ujarnya.
 
Diutarakannya, jika setiap kali belanja dikenai biaya tambahan untuk kantong plastik, diharapkan konsumen akan berpikir dua kali dan memilih membawa kantong sendiri dari rumah, atau membeli kantong belanja yang ramah lingkungan agar bisa dipakai berkali-kali.
 
Dampak negatif dari limbah plastik jangka panjang selama ini disiasati oleh peritel dengan cara mencetak kantong plastik ramah lingkungan. "Namun, biayanya memang lebih besar dibandingkan mencetak kantong plastik biasa, dan ini menjadi beban peritel," ucapnya.
 
Diakui Roy, akan membutuhkan waktu sangat penjang untuk mengubah perilaku konsumen, agar tak lagi menggunakan kantong plastik. Diperlukan edukasi secara terus-menerus agar implementasi di lapangan juga terbantu. 
 
Peritel  juga mengingatkan bahwa mengubah  kebiasaan  bukanlah  suatu  hal yang  mudah, mengingat  selama bertahun-tahun  konsumen  selalu  dimanjakan  dengan adanya kantong plastik gratis ketika berbelanja. 
 
Aprindo berharap, jika program ini berjalan, pemerintah dapat memberikan insentif kepada perusahaan yang telah menjalankan program plastik berbayar dengan baik dalam bentuk penghapusan pajak penjualan kantong plastik, pengurangan biaya pajak reklame, PBB dan lainnya.
 
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKPPI), Abdullah Mansuri mengatakan, pihaknya mendorong penggunaan daun dan kertas untuk membungkus barang-barang belanja konsumen. Bahan-bahan pengganti kantong plastik itu dinilai ramah lingkungan, karena bisa didaur ulang dengan cepat.
 
"Untuk barang-barang yang besar, (pedagang) bisa menggunakan anyaman," kata dia ketika dihubungi VIVA.co.id di Jakarta, Rabu 17 Februari 2016.
 
Wacana ini, kata Mansuri, digulirkan seiring dengan kebijakan pemerintah tentang penggunaan kantong plastik berbayar di ritel modern. Mansuri mengaku segera mengedarkan surat tentang bahaya penggunaan kantong plastik dan imbauan pengurangan penggunaan kantong plastik. 
 
"Hari ini, kami akan mengedarkan surat di beberapa paguyuban (pedagang pasar). Kami setuju (penerapan kebijakan ini) kalau untuk perbaikan alam," kata dia.
 
Namun, lanjut Mansuri, pemerintah harus melibatkan pedagang pasar untuk membahas kebijakan ini, jika ingin menerapkannya di pasar tradisional. Sosialisasi pun harus terus dilakukan agar pedagang bisa mendapatkan informasi secara lengkap. "Kalau bisa dipenuhi pemerintah, kebijakan ini akan sukses (Diterapkan di pasar tradisional)," kata dia.
 
***
Jangan ambil untung
 
Tujuan pemerintah untuk mengurangi sampah plastik dengan memberlakukan kantong plastik berbayar disambut positif oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Namun, YLKI berharap agar rencana tersebut harus disosialisasikan terlebih dahulu kepada konsumen/masyarakat. 
 
"Itu (kantong plastik berbayar) positif dalam konteks pengurangan sampah plastik. Namun, harus dipikirkan juga uang untuk membayar kantong plastik itu dibuat apa. Selain itu, harus ada penentuan besarnya harga plastik, jangan sampai peritel malah mencari keuntungan dari jual kantong plastik," kata Sudaryatmo, pengurus harian YLKI saat dihubungi VIVA.co.id, Rabu 17 Februari 2016.
 
Menurut dia, peritel juga harus jujur dalam arti kalau memang tidak perlu plastik tidak usah diberikan. "Dan jika memang perlu plastik, harus disampaikan bahwa kantong plastik ini berbayar dan penggunaan uangnya juga harus dijelaskan untuk apa," ujarnya. 
 
Selain itu, harus ada sanksi tegas terhadap peritel/pedagang yang tidak mengikuti kebijakan tersebut. "Ya, tahap pertama adalah sosialisasi, setelah berjalan baik silakan diterapkan sanksi bagi yang tidak menerapkannya," kata dia. 
 
Adapun penolakan datang dari Industri plastik hilir yang merasa keberatan dengan kebijakan kantong plastik berbayar.  "Untuk diterapkan di Indonesia, menurut saya, kebijakan ini belum pas," kata Ketua Umum Asosiasi Industri Plastik Hilir Indonesia (Aphindo), Tjokro Gunawan, ketika dihubungi VIVA.co.id di Jakarta, Rabu 17 Februari 2016.
 
Tjokro mengatakan bahwa ada dua hal yang membuat kebijakan ini kurang tepat diterapkan saat ini. Pertama, saat ini, situasi ekonomi Indonesia kurang kondusif, sehingga membuat industri plastik hilir mengurangi produksinya.
 
"Kedua, masih belum maksimalnya pendidikan kepada konsumen," ujar dia.
 
Menurut Tjokro, masyarakat acapkali membuang sampah di tempat sampah yang disediakan, terutama tempat sampah untuk bahan-bahan yang bisa didaur ulang.
 
"Mengapa plastik menjadi masalah? Konsumen masih membuang plastik sembarangan. Kalau dibuang di tempat yang disediakan, tidak akan menjadi masalah," kata dia.
 
Tjokro menambahkan, pihaknya belum tahu berapa harga plastik yang akan dibanderol pengusaha ritel. Selain itu, penerapan kebijakan kantong plastik berbayar ini akan membuat permintaan kantong plastik berkurang. Tapi, dia tak menyebutkan detail potensi pengurangannya.
 
Roy Mandey mengatakan, peritel juga akan membantu pemerintah menyosialisasikan terlebih dahulu dan mengedukasi masyarakat melalui berbagai media serta melakukan pemasangan poster di toko agar konsumen mengerti dampak negatif limbah plastik bagi lingkungan.
 
"Apabila kebijakan ini berhasil diterapkan, beban peritel dari pembelian kantong plastik dapat dialokasikan untuk dana CSR peritel modern bagi lingkungan," ujarnya. 
 
Karena itu, sambung Roy, pemerintah diharapkan memberikan keleluasaan kepada pengusaha ritel dalam menentukan harga jual kantong plastik dan mengatur mekanismenya.
 
Selama masa sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, harga jual kantong plastik berbayar yang ingin Aprindo terapkan adalah sebesar Rp200 termasuk pajak, ini merupakan harga yang disubsidi oleh peritel agar tidak memberatkan konsumen.
 
Sementara itu, Roy menyatakan, implementasi kebijakan kantong plastik berbayar di daerah tidak memerlukan peraturan daerah (perda). 
 
“Kami pikir tidak perlu ada perda untuk mengatur kantong plastik ini, karena status barang tersebut akan diberlakukan seperti barang dagangan lainnya yang menjadi otoritas dan mekanisme peritel selama ini,” tuturnya.
 
Sebab, Aprindo khawatir tren belanja konsumen ke ritel modern menurun akibat kebijakan ini. Pemerintah juga harus melindungi semua sektor industri agar bisa tumbuh, termasuk di antaranya sektor ritel yang berada di hilir dan merupakan industri padat karya.
 
Roy menegaskan bahwa peritel sepakat tidak ingin menggunakan kelebihan hasil penjualan kantong plastik sebagai donasi untuk berbagai aktivitas sosial. 
 
“Dana CSR sumbernya tetap dari budget perusahaan, dengan menekan biaya perusahaan tentunya budget perusahaan untuk CSR dapat meningkat," ujar dia.
 
Data Nielsen 2015 menyebutkan, pangsa pasar dari industri ritel-toko swalayan (minimarket, supermarket, hipermarket, dan perkulakan) di Indonesia hanya sebesar 26,0 persen, sedangkan ritel pasar rakyat mencapai 74,0 persen. 
 
Artinya, kebijakan ini hanya akan berhasil jika semua peritel baik toko swalayan maupun pasar rakyat menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar secara simultan.
 
“Pemerintah sudah berinisiatif membuatkan aturan, pengusaha memberikan dukungan dan menjalankannya dengan harapan respons masyarakat juga positif. Kami ritel modern siap menjadi pilot project kebijakan ini,” tutur Roy.