Harley Indonesia Tumbang, Moge Jepang Diuntungkan?

Jogja Bike Rendezvous memamerkan lebih dari 1.000 Harley Davidson. Ilustrasi.
Sumber :
  • ANTARA/Noveradika

VIVA.co.id - Rabu sore, 10 Februari 2016, suasana tak biasa terlihat di markas PT Mabua Harley-Davidson, Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Ratusan moge bermesin bengis khas Harley milik anggota komunitas terlihat terjejer memenuhi pelataran parkir, lengkap dengan sejumlah motor “bebek” dan skutik milik para jurnalis.

Rupanya ada pengumuman penting yang akan disampaikan PT Mabua Harley-Davidson saat itu. Ya, salam perpisahan akan disampaikan mereka lantaran tak lagi memegang penjualan moge asal negeri Paman Sam tersebut. Terhitung sejak 31 Desember 2015, PT Mabua Harley-Davidson mengaku tak lagi memegang keagenan motor Harley di Indonesia.

Disampaikan langsung Presiden Direktur PT Mabua Harley-Davidson, Djonnie Rahmat, Mabua mundur dari bursa otomotif Indonesia lantaran sulit bernapas dengan kondisi paceklik. Berbicara dengan mata berkaca-kaca dan dengan suara parau, Djonnie menyatakan bila keputusan ini mesti ditempuh.

"Kami harus mengambil kesimpulan, kami tidak bisa meneruskan usaha ini, walaupun berat," kata Djonnie.

Dia menjelaskan, selama beberapa tahun terakhir, iklim usaha pada sektor otomotif, khususnya motor besar, mengalami berbagai kendala. Kata dia, pajak impor di Indonesia saat ini adalah yang tertinggi di dunia, nyaris 300 persen, itu belum termasuk Bea Balik Nama (BBN).

"Singapura cuma 17 persen, Amerika 7,5 persen, di Korea juga cuma 7,5 persen," ujar Djonnie.

Pajak importasi nyaris 300 persen itu terbagi atas kenaikan tarif PPh impor dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen, lalu kenaikan pajak penjualan barang mewah dari 75 persen menjadi 125 persen. Selain itu, penetapan tarif PPh barang mewah untuk motor besar di atas 500cc dari nol persen menjadi lima persen, dan kenaikan tarif bea masuk motor besar dari semula 30 persen menjadi 40 persen.

Kondisi tersebut dikatakannya semakin diperparah dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang dimulai sejak pertengahan 2013. Akibatnya, harga moge Harley-Davidson melambung jauh, dan mulai ditinggal peminat setianya.

Alasan kuat itulah yang membuat PT Mabua Harley-Davidson kemudian mundur dari bursa otomotif Indonesia.

"Untuk semua pengguna Harley-Davidson, kita harus tetap semangat dan tetap tegar. Bagi semua yang sudah punya kebanggaan untuk mampu membeli Harley-Davidson, ya tetap konsekuen saja. Naik Harley itu harus bangga, terlebih kalau memang uangnya, uang kerja benar. Dan terakhir, kita ketemu lagi di jalan nanti," katanya mengakhiri pembicaraan.

Selepas mundurnya PT Mabua Harley-Davidson, principal moge besar tersebut, Harley-Davidson Motor Company (HDMC) menyatakan membuka lowongan bagi pihak-pihak yang ingin mengambil alih keagenan di Indonesia.

Sejauh ini, belum ada yang secara resmi menyatakan diri telah siap mengambil alih, meski peminatnya belakangan disebut Mabua sudah banyak.

***

Ducati sempat bernasib sama

Apa yang dirasakan PT Mabua Harley-Davidson juga sempat dirasakan PT Supermoto Indonesia, selaku mantan agen penjual Ducati di Indonesia. PT Supermoto Indonesia bangkrut lantaran sepinya peminat motor harga dengan banderol fantastis itu.

Saat itu, dari empat jaringan pemasaran yang sebelumnya dimiliki, terus bertumbangan karena penjualan yang terus menyusut. Dikatakan Ade Hardiansyah, mantan branch manager PT Supermoto Indonesia, kondisi itu terjadi lantaran lesunya perekonomian di Tanah Air. Pihaknya saat itu pasrah dengan kondisi tersebut.

PT Supermoto Indonesia pun akhirnya melepas keagenan Ducati di Indonesia dan kini diambil alih PT Garansindo Euro Sports (GES). "Untuk menjadi APM sangat berat, karena dituntut untuk memenuhi target penjualan. Sementara itu, daya beli sekarang ini di Indonesia sangat kecil," kata Ade kepada VIVA.co.id.

Hal yang paling memukul telak kuku bisnis Ducati Indonesia di Tanah Air pada waktu itu adalah dolar yang kian perkasa. Kondisi itu tentu memengaruhi konsumennya untuk menunda pembelian, atau bahkan tidak jadi.

Hal tersebut juga ditambah dengan lonjakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terus merangsek naik hingga 125 persen. Termasuk Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) juga ikut naik 10 persen tiap tahunnya.

Sebagai contoh, kata Ade, harga Ducati Monster 1.100-1.200 dijual hampir dua kali lebih mahal dari harga di luar negeri. Tentunya hal ini akan menjadi pertimbangan tersendiri bagi calon konsumennya. "Saat itu, kami berusaha terus mengakali dengan berbagai diskon. Yang pasti cuma ambil untung sedikit, yang penting terus berputar," ujar Ade.

Dia pun menyatakan, tak cuma Ducati saja yang mengalami hal demikian, beberapa moge lain juga dikatakannya merasakan kondisi seperti ini.

Kini, Ducati dipegang Garansindo per 1 Januari 2016. Meski menghadapi kondisi pelik, Garansindo mengaku optimistis dapat melewati segala rintangan yang ada. Presiden Direktur GES Muhammad Al Abdulah berjanji akan mencoba terus melayani Ducati ke depan dengan pelayanan prima.

"Dengan pengalaman kami di bidang otomotif premium, kami berkomitmen memberikan pelayanan terbaik terhadap penikmat roda dua khususnya Ducati," janji Muhammad Al Abdulah.

Dengan Garansindo jadi distributor tunggal Ducati untuk Indonesia, itu artinya semua line up Ducati bakal dijualnya, seperti; Monster, Diavel, Multistrada, Street Fighter, Superbikes, Hypermotard XDiavel dan tentunya Scrambler Sixty2.

Selanjutnya>>> Moge Jepang diuntungkan?

***

Moge Jepang diuntungkan?

Jika para pelakon bisnis moge Eropa dan Amerika mengeluhkan biaya pajak impor yang tinggi, tentunya “kuda besi” dengan mesin besar asal Jepang diuntungkan. Sebab, sejak Desember 2012, terkait kerja sama bilateral Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) menyebutkan, bila Jepang mendapat fasilitas pajak bea masuk nol persen.

Dikutip dari Peraturan Menteri Keuangan No. 209/PMK.011/2012 tentang penetapan tarif bea masuk terkait IJEPA, (lihat di sini) pajak bea masuk nol persen itu berlaku bila produk otomotif yang diimpor dari Jepang dibawa oleh importir produsen di Indonesia. Berbeda dengan produk otomotif yang dibawa importir umum seperti PT Mabua Harley-Davidson, dipatok pajak bea masuk sebesar 40 persen.

Disebutkan, untuk tahun 2016 ini saja, bea masuk untuk motor 50cc-250cc sebesar 5,5 persen, untuk 250cc tidak melebihi 500cc yakni nol persen, untuk motor 500cc-800cc nol persen, dan di atas 800cc, 9,1 persen.

Hal itu diamini Alex Samosir, pemilik diler moge Quantum Motor, yang terletak di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan. Dia menyatakan, di tengah kondisi seperti ini, moge-moge Jepang memang diuntungkan.

Setidaknya, harga moge-moge buatan pabrikan Jepang, seperti Kawasaki, Honda, dan Yamaha disebut jauh lebih terjangkau sehingga menjadi diferensiasi bagi para pemburu moge untuk memilikinya.

"Saat ini trennya memang demikian. Sebenarnya pasar moge Eropa dan Amerika masih banyak, tetapi mereka menahan diri. Sementara itu, yang benar-benar kepincut akhirnya memilih moge-moge asal Jepang," kata Alex kepada VIVA.co.id.

Selain harga yang lebih murah ketimbang moge Eropa dan Amerika, kelebihan moge Jepang lainnya ada pada biaya perawatan yang tak terlalu mahal. Dia mengibaratkan servis moge Harley-Davidson dan Ducati.

"Jika diibaratkan, sekali servis moge Eropa atau Amerika setara dengan dua kali gaji buruh di daerah sebesar Rp2,5 juta. Makanya cuma orang kaya saja yang bisa memilikinya," kata dia.

Dia menjelaskan, untuk sekali servis moge merek Eropa saja, pemilik wajib menyiapkan dana sebesar Rp5 juta. "Itu (Rp5 juta) minimal lah. Apalagi kalau moge dengan merek yang mudah rewel, bensin kotor saja bisa rogoh jutaan rupiah. Apalagi kalau embel-embel mesin overheat. Untuk pengecekan masalah seperti sensor saja butuh dana sekira Rp2,8 juta," kata Alex.

Harga servis moge terbilang lebih murah jika motor yang dimaksud buatan Jepang. Sebut saja Yamaha R6 dengan biaya servis rutin sekira Rp2 jutaan.

"Kalau merek Jepang lebih murah, Rp2-3 jutaan. Rinciannya, ganti oli saja Rp1 jutaan, biaya jasa dan lain-lain sisanya. Biaya bisa jadi bengkak kalau ada penggantian suku cadang. Untuk kampas kopling (moge) saja bisa Rp4 jutaan," ujar Alex.

Kendati demikian, dia mengaku, tetap saja ada loyalis moge Eropa dan Amerika yang tak menghiraukan besarnya dana yang disiapkan untuk perawatan motor kesayangan. Sebab, kata Alex, moge itu bagian dari gaya hidup kalangan berkocek tebal yang bisa mendukung aktivitasnya.

***

Honda dan Yamaha siap gempur pasar

Berbeda dengan nasib moge-moge Eropa, pabrikan Jepang justru mengaku mencapai target penjualan sepanjang 2015. Sebut saja PT Astra Honda Motor (AHM) yang tersenyum dengan angka penjualan Big Bike-nya.

AHM memang terbilang baru bermain di segmen Big Bike. Baru pada Juni 2015, AHM menghadirkan moge untuk pasar otomotif Tanah Air. Tak tanggung-tanggung enam moge didatangkan sekaligus, yakni; Honda CBR1000RR Fireblade SP, NM4 Vultus, CBR650F, CB650F ABS, CB500X ABS, dan CB500F.

Dari data Asosiasi Industri Sepeda motor Indonesia (AISI) sepanjang 2015, AHM berhasil melepas 101 moge. Dengan kata lain, target AHM terlampaui. "Moge ini kan segmented, jadi kami sebenarnya tak terlalu mengejar nilai. Kami lebih kepada menyediakan kebutuhan life style," kata Deputy Head Corporate Communication AHM, Ahmad Muhibbudin kepada VIVA.co.id.

Saat disinggung mengenai rencana AHM untuk mendatangkan model baru di 2016 ini, Muhib masih enggan membocorkan. Namun, besar kemungkinan model baru akan dihadirkan di 2016.

Pasar sepeda motor premium di Tanah Air yang cenderung kecil dan harganya sangat mahal, juga tak menyurutkan niat PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM), agen tunggal pemegang merek motor Yamaha di Tanah Air, untuk terus menghadirkan moge-moge anyarnya. Perusahaan berlambang “garpu tala” itu bahkan mengaku siap mendatangkan moge baru bagi pencinta sepeda motor di Indonesia.

“Kan sudah ada model baru keluar (maka itu hendak dibawa ke Indonesia). Tapi saya belum tahu, mana yang akan diambil (diluncurkan di Indonesia), karena keputusan dari manajemen dan Jepang belum tahu mana yang diperbolehkan masuk ke Indonesia,” ujar Assistant General Manager YIMM, Mohamad Masykur.

Kendati bakal kembali mendatangkan moge anyar, Masykur menuturkan bahwa menjual motor dengan kapasitas mesin di atas 250cc hanya sebagai pelengkap lini Yamaha di Indonesia. Masykur mengaku, menjual moge bukan sebagai bisnis utama Yamaha di kancah otomotif nasional.

“Jadi, kami tambah mungkin, tapi berapa banyak jumlahnya dan apa saja, saya belum tahu. Yamaha strateginya beda dengan kompetitor. Jadi masih tetap akan dipilih,” ujarnya.

Saat ini, beberapa moge Yamaha yang telah dijual di Indonesia antara lain; Yamaha WR250R, MT-09, T-MAX, R6, R1, dan V-MAX.