Dunia Melawan Virus Zika
- REUTERS/CDC/Cynthia Goldsmith/Handout via Reuters
VIVA.co.id - Setelah MERS, dunia kesehatan kembali tersentak dengan mewabahnya virus Zika. Efek Zika yang ditularkan lewat nyamuk Aedes ini tak secantik namanya. Virus ini dikaitkan dengan ribuan kasus bayi cacat lahir di sejumlah negara kawasan Amerika Latin, yakni microcephaly yang menyebabkan otak dan kepala bayi berhenti tumbuh.
Di beberapa negara bahkan ditemukan kasus bayi meninggal dunia akibat terpapar Zika. Efek yang berbahaya ini membuat empat negara di Amerika Latin (Kolombia, Ekuador, El Salvador, Jamaika) dan Karibia mengeluarkan peringatan agar kaum hawa untuk sementara sampai nyamuk penyebab virus Zika bisa teratasi.
NBC News mengabarkan, selain Karibia, di Amerika Latin, Zika secepat kilat melintas di 20 negara, yakni Barbados, Bolivia, Brasil, Kolombia, Ekuador, El Savador, French Guiana, Guadeloupe, Guatemala, Guyana, Haiti, Honuras, Martinique, Meksiko, Panama, Paraguay, Puerto Rico, Saint Martin, Suriname dan Venezuela.
Selain negara-negara di Amerika Latin, kasus virus Zika juga telah ditemukan beberapa hari yang lalu di AS, yaitu di Florida dan Illnois. Begitu pula dengan tiga kasus baru yang telah dikonfirmasi di Inggris. Negara Samoa di Pasifik selatan kini juga dilaporkan memiliki kasus virus Zika untuk pertama kalinya.
U.S Centers for Disease Control and Prevention pun memperingatkan wanita hamil untuk mempertimbangkan perjalanan ke area-area yang membuat mereka berisiko tertular virus Zika. Maklum, hingga saat ini belum ditemukan obat mujarab untuk melawan virus yang satu ini.
Indonesia sendiri belum mengeluarkan travel warning. Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nassir mengatakan, Kemenlu terus melakukan pemantauan terhadap penyebaran virus Zika yang melanda sejumlah negara di dunia termasuk Brasil dan AS.
"Kita terus melakukan monitoring bersama dengan Kementerian Kesehatan karena mereka yang mengetahui seberapa bahayanya dan berapa besar kemungkinan virus itu menyebar," ujar Arrmanatha
Saat ini, Kemenlu terus melakukan kontak dengan KBRI di Brasil dan AS untuk melihat apakah ada indikasi atau tingkat bahaya virus tersebut. Pemerintah Indonesia akan mengambil langkah setelah melihat situasi dan perkembangan di sana. "Untuk travel warning kita masih lihat situasi mendatang dan laporan KBRI," kata dia.
Adapun Kementerian Kesehatan RI memastikan virus Zika belum masuk ke Indonesia. "Hingga saat ini belum ada laporan tentang adanya korban yang terjangkit virus Zika," ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Untung Suseno Sutarjo, saat dihubungi VIVA.co.id, Senin lalu.
Untung juga mengatakan, hingga saat ini belum ada kabar mengenai keberadaan virus tersebut di negara-negara ASEAN. Sejauh ini kasus terbanyak baru terjadi di di Amerika Selatan, Ekuador dan Brasil.
Meski demikian, ia meminta masyarakat Indonesia untuk tetap waspada, karena mencegah lebih baik daripada mengobati.
"Pemerintah mengimbau masyarakat Indonesia jangan bepergian ke negara-negara yang menjadi endemik virus ini, jangan sampai digigit nyamuk, dan tetap lakukan 3M seperti mencegah DBD," ucapnya.
Mengenal si Zika
Zika pertama kali ditemukan pada tahun 1947 dan menjadi wabah di berbagai negara di Afrika, Asia Tenggara, dan Kepulauan Pasifik. Selama tahun lalu, penyakit ini juga telah menyebar di beberapa bagian Amerika Tengah dan Selatan. Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus adalah nyamuk yang berpotensi membawa virus ini.
Awalnya, Zika telah ditandai sebagai penyakit yang umumnya tidak berbahaya. Zika ditandai dengan gejala seperti ruam, demam, rasa sakit pada sendi, dan mata merah. Mirip gejala DBD atau Chikungunya. Tak heran, terkadang penderita tak menyadarinya.
Virus Zika baru menjadi pembicaraan luas setelah lebih dari 500 ribu penduduk Brasil tertular pada pertengahan 2015 lalu. Kini tercatat lebih dari 1,5 juta penduduk yang tertular virus ini.
Masa inkubasi virus ini juga belum diketahui, namun diperkirakan mulai dari beberapa hari hingga beberapa minggu. Kematian jarang ditemukan pada orang yang terjangkit virus ini.
Hingga saat ini tidak ada vaksin atau obat-obatan yang tersedia untuk mencegah infeksi virus Zika.
Dilansir dari situs resmi U.S Centers for Disease Control and Prevention, CDC.gov, bagi mereka yang mengalami gejala-gejala seperti itu, diharapkan beristirahat dengan cukup, minum banyak cairan untuk mencegah dehidrasi, mengonsumsi obat seperti paracetamol atau acetaminophen, untuk meredakan panas dan nyeri.
Jangan pula mengonsumsi aspirin dan NSAIDs, seperti ibuprofen dan naproxen. Kedua obat ini harus dihindari untuk mengurangi risiko hemorrhage atau pendarahan.
Jika ternyata dinyatakan terinfeksi, pastikan pada minggu pertama agar tidak tergigit nyamuk pembawa virus Zika. Hal ini dikarenakan, di minggu pertama terinfeksi, virus Zika bisa ditemukan dalam darah dan bisa menginfeksi orang lain melalui gigitan nyamuk. Nyamuk yang terinfeksi bisa menularkan virus pada orang lain.
Selanjutnya... Fakta-fakta Zika
Fakta-fakta Zika
Sedikitnya ada 12 fakta yang terangkum tentang virus Zika. Pertama, virus Zika menyebar ke orang melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Nyamuk yang sama yang mentransmisikan demam berdarah, chikungunya, dan demam kuning. Sampai saat ini tidak ada vaksin untuk virus Zika.
Kedua, virus Zika relatif ringan dengan gejala seperti ruam di kulit, demam, nyeri otot dan sendi yang berlangsung selama tujuh hari. Orang yang mendapatkan gejala ini biasanya tidak dirawat di rumah sakit.
Ketiga, di Amerika, menurut PAHO, tidak ada bukti virus Zika dapat menyebabkan kematian. Tapi, kasus sporadis telah dilaporkan komplikasi yang lebih serius pada orang dengan penyakit atau kondisi yang sudah ada sebelumnya, menyebabkan kematian.
Keempat, peneliti di Brasil dan WHO mengatakan, ada bukti berkembang yang menghubungkan Zika untuk microcephaly, gangguan neurologis di mana bayi lahir dengan kepala dan otak kecil dari ukuran normal. Tetapi, menurut PAHO, informasi tentang kemungkinan Zika dari ibu yang terinfeksi kepada bayi selama kehamilan atau melahirkan “sangat terbatas”.
Kelima, di Timur Laut Brasil, telah terjadi peningkatan tajam dalam kasus bayi yang baru lahir dengan microcephaly. Kementerian kesehatan Brasil mengatakan, jumlah tersangka kasus mikrosefali pada bayi baru lahir meningkat sekitar 360 jiwa dalam 10 hari hingga 16 Januari menjadi 3.893 jiwa.
Keenam, Brasil memiliki tingkat infeksi tertinggi, diikuti Kolombia. Wabah Zika juga telah dilaporkan di Ekuador, El Salvador, Guatemala, Haiti, Honduras, Meksiko, Panama, Paraguay, Puerto Rico, Suriname, dan Venezuela.
Ketujuh, Kementerian Kesehatan Kolombia mengatakan, Zika telah menginfeksi sebanyak 13.500 orang di seluruh negeri dan mungkin ada sebanyak 700.000 kasus tahun ini.
Kedelapan, di Kolombia, menurut Presiden Kolombia Juan Manuel santos, diperkirakan 500 bayi akan lahir dengan microcephaly.
Kesembilan, Kementerian Kesehatan Kolombia telah menyarankan perempuan untuk menunda kehamilan selama enam sampai delapan bulan untuk menghindari risiko yang mungkin terkait dengan virus Zika.
Kesepuluh, Jamaika belum melaporkan adanya kasus mengenai Zika, namun Kementerian Kesehatan telah merekomendasikan wanita menunda kehamilan selama enam sampai 12 bulan ke depan. El Salvador telah menyarankan wanita untuk menghindari kehamilan sampai 2018.
Kesebelas, awal bulan ini, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit memperingatkan wanita hamil untuk menghindari perjalanan ke 14 negara dan wilayah Amerika Latin dan Karibia yang terkena virus.
Keduabelas, satu dari empat orang yang terkena virus Zika gejalanya berkembang dan tidak terdeteksi, sehingga hal ini sulit untuk memperkirakan skala sebenarnya dari wabah di Amerika. PAHO menyatakan tidak ada perkiraan yang bisa diandalkan dari jumlah kasus di wilayah tersebut.
Berdasarkan dari laporan dari negara yang terkena dampak, PAHO memperkirakan setidaknya ada 60.000 kasus yang diduga Zika, meskipun angka yang sebenarnya diduga jauh lebih tinggi.
Vaksin Penangkal Zika
Mewabahnya virus Zika membuat farmasi dunia berlomba-lomba menemukan vaksin penangkal. Sejumlah perusahaan melakukan studi menguji kelayakan dan mengevaluasi apakah teknologi vaksin cocok untuk melawan virus Zika.
Salah satu yang melakukan studi ini adalah GlaxoSmithKline Plc yang menyimpulkan adanya studi kelayakan mengevaluasi teknologi vaksin.
"Kami akan menyimpulkan studi kelayakan kami secepat yang kami bisa untuk melihat apakah platform teknologi vaksin kami mungkin cocok untuk bekerja melawan Zika," kata juru bicara Glaxo, Anna Padula.
Dia menolak memberikan rincian mengenai teknologi vaksinnya, tetapi menambahkan bahwa pengembangan vaksin biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 15 tahun.
Perusahaan farmasi lainnya dari Prancis, Sanofi SA, yang memenangkan persetujuan akhir tahun lalu untuk vaksin dengue pertama, juga mengatakan pihaknya sedang mengkaji kemungkinan penerapan teknologi untuk Zika.
"Namun, ada terlalu banyak hal yang diketahui tentang Zika untuk andal menilai kemampuan untuk meneliti dan mengembangkan vaksin yang efektif," kata juru bicaranya awal Januari lalu.
Jepang Takeda Pharmaceutical Co Ltd juga mengatakan pekan lalu, mereka sepenuhnya berfokus mengatasi demam berdarah, dan vaksin eksperimental tidak dirancang untuk melawan Zika.
Sementara seorang juru bicara untuk Merck & Co Inc menyatakan, kemungkinan akan menjadi salah satu pembuat pertama vaksin Ebola. Perusahaan ini, saat ini tidak terlibat dalam penelitian untuk mencegah atau mengobati virus Zika.
"Tapi kita memantau dan menghubungkan dengan mitra untuk melihat bagaimana pengetahuan dan kemampuan kami mungkin berguna dalam membantu mempercepat kemajuan ini," katanya. (umi)