Ratusan Proyek Ambisius Bernilai Triliunan

Penambahan Infrastruktur Jalan
Sumber :
  • VIVAnews/Fernando Randy
VIVA.co.id - Masuk tahun anggaran baru 2016, Presiden Joko Widodo tampaknya tidak mau banyak membuang waktu. Baru enam hari pemerintah pusat bekerja secara normal, ratusan proyek infrastruktur telah siap untuk dikerjakan. 

Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Rabu 6 Januari 2016 menandatangani kontrak pengerjaan proyek sebanyak 50 paket yang terdiri atas 644 proyek infrastruktur di lima daerah. Kelima daerah tersebut adalah Medan, Banjarmasin, Surabaya, Manado, dan Jayapura. 

Penandatanganan ratusan proyek senilai Rp8,81 triliun itu dilakukan di masing-masing daerah secara serentak, dan disaksikan langsung oleh Jokowi melalui teleconference di kantor Kementerian PUPR. Tidak hanya itu, Presiden pun akan memantau langsung pengerjaannya yang seluruhnya akan dimulai awal tahun ini. 

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menjabarkan, dari 664 paket, sebanyak 597 proyek infrastruktur itu merupakan tender kecil dengan nilai di bawah Rp50 miliar. Meskipun demikian, efek gandanya diharapkan bisa menjadi penggerak ekonomi di daerah.

"Sementara itu, sisa 47 paket adalah paket besar di atas Rp50 miliar," ujar Basuki di kantornya usai penandatanganan paket tersebut. 

Kontrak pembangunan yang ditandatangani mencakup pekerjaan fisik proyek, jasa konsultansi di bidang jalan dan jembatan, pengembangan sumber daya air, infrastruktur permukiman, dan penyediaan perumahan bagi masyarakat.  

Basuki menekankan, penandatanganan kontrak ini bukan seremonial belaka. Namun, bentuk komitmennya kepada masyarakat untuk mempercepat pembangunan infrastruktur mulai dari awal tahun anggaran. 

"Biasanya penyerapan anggaran pada bulan Mei-Juni, sebesar enam persen. Kita akan tarik menjadi bulan Januari, sehingga penyerapan anggaran lebih baik," ujarnya.

Dia pun menegaskan, kinerja kementeriannya tidak putus sampai di sini, masih banyak lagi proyek infrastruktur, baik pembangunan baru atau pun perbaikan, yang akan digarap tahun ini. 

"Nilai kontrak tersebut merupakan 10,84 persen dari total belanja kementerian PUPR tahun 2016," tuturnya. 

Infrastruktur perbatasan dan wilayah timur Indonesia

Selama masa kampanye pemilihan presiden di 2014 dan satu tahun pemerintahan pada 2015, janji-janji pengembangan infrastruktur di kawasan timur dan daerah perbatasan terus digaungkan Jokowi. Mengingat, ketimpangan dari segala aspek antara kedua daerah tersebut dengan Indonesia bagian barat, saat ini masih sangat besar.

Keprihatinan Jokowi pun dirasakan semakin dalam ketika dia melakukan kunjungan ke wilayah Indonesia bagian timur seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua dalam rangka mengadakan perayaan hari Natal dan tahun baru beberapa waktu lalu.

"Coba kita lihat ke timur dan barat itu seperti bumi dan langit. Ketimpangan itu nyata dan bisa dilihat langsung dengan mata. Saat saya di Indonesia timur, NTT dan Papua itu jauh sekali perbedaannya," ujar Jokowi di kantor Kementerian PUPR, 6 Januari 2016. 

Dalam kunjungannya ke Papua misalnya, Jokowi meninjau langsung daerah-daerah terpelosok seperti Wamena dan Duga. Hasilnya, belum ada infrastruktur khususnya jalan yang memadai di daerah tersebut. 

"Saya ingin jalan tembus dari Wamena ke Duga. Kemudian ada pelabuhan. Kalau tembus dari bawah ke Wamena, artinya harga barang pasti lebih murah," kata dia.

Mantan gubernur DKI Jakarta ini menggambarkan, apabila ada infrastruktur yang memadai, distribusi logistik yang selalu dilakukan di kawasan tersebut akan membaik. Dengan demikian, harga bahan pokok pun berpotensi untuk ikut menurun.

"Kalau prioritas ini dilanjutkan, apa yang sering saya sampaikan seperti distribusi, arus barang, dan transportasi murah bisa terlaksana," tuturnya.

Ratusan proyek infrastruktur yang akan digarap Kementerian PUPR ini, seakan menjadi jawaban dan pembuktian dari janji-janji yang diumbar Jokowi tersebut.

Basuki mengatakan, sebanyak 436 proyek senilai Rp7,93 triliun atau 90 persen dari total paket yang ditandatangani adalah pembangunan jalan dan jembatan. Dari jumlah itu, mayoritas berada di kawasan timur Indonesia. 

"Proyek itu pembangunan dan preservasi jalan nasional di kawasan perbatasan dan jalan trans Papua," katanya

Selanjutnya, biaya yang memakan dana besar lainnya yaitu di pengembangan sumber daya air, dengan 191 proyek sebesar Rp811,41 miliar. Mayoritas juga di kawasan timur. 

Ada pula infrastruktur guna mendukung ketahanan pangan, antara lain pembangunan jaringan irigasi di Kelarik, Kabupaten Natuna, pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Kota dan Kabupaten Sorong.

"Lalu, di bidang infrastruktur permukiman sebanyak 11 paket senilai Rp68,87 miliar, di antaranya pembangunan pengembangan SPAM IKK Jatinangor tahap dua, SPAM kawasan perkotaan terfasilitasi gunung Seriang di Kabupaten Bulungan dan di kabupaten Malinau," kata dia.

Kemudian yang terakhir, lanjut Basuki, yaitu bidang penyediaan perumahan sebanyak enam proyek senilai Rp4,8 miliar, antara lain itu untuk penyusunan manajemen mutu Sumber Daya Manusia Ditjen Penyediaan Perumahan, Kementerian PUPR dan juga pengembangan hunian di kawasan timur Indonesia. 

"Juga penyusunan evaluasi pelaksaanaan prosedur standar operasional (SOP) di lingkungan Ditjen Penyediaan Perumahan, Pengembangan SIMKa (Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian) Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR," ujarnya. 

Ambisi kembangkan ekonomi daerah

Terlepas dari tujuan utama mengembangkan infrastruktur di Indonesia, khususnya di kawasan timur, Jokowi menyampaikan pesan khusus kepada Basuki dan jajarannya dalam menghabiskan anggaran 2016. 

Ada tiga pesan khusus yang ditekankan. Pertama, anggaran yang dialokasikan sebesar Rp104,08 triliun di kementerian itu, diharapkan mampu bermanfaat untuk membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat secara umum khususnya di daerah.

"Saya titip beberapa hal. Kami ingin buka lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya. Angka sebesar Rp104 triliun di infrastruktur itu akan membuka lapangan pekerjaan yang besar. Saya titip, usahakan proyek ini banyak menyerap tenaga kerja," kata dia.

Selain membuka lapangan pekerjaan, Jokowi berharap dalam proses pembangunan infrastruktur nantinya menggunakan kontraktor lokal. Bahkan dalam situasi yang terdesak, Jokowi lebih menekankan untuk tidak menggunakan kontraktor asing. Ia pun memiliki alasan tersendiri.

"Gunakan kontraktor lokal. Kalau terpaksa, nasional. Kenapa begitu? Karena saya ingin peredaran uang itu semakin banyak di daerah. Jangan hanya mampir, terus ditarik lagi ke Jakarta," tuturnya.

Terakhir, para kontraktor tersebut nantinya diharapkan tidak melakukan impor barang-barang pembangunan infrastruktur. Sebab, menurut Presiden, penyediaan barang lokal untuk pembangunan infrastruktur dinilai cukup mumpuni dalam mendukung program pemerintah.

"Saya minta ke kontraktor, agar penggunaan konten lokal diutamakan. Jangan sedikit-sedikit impor. Harus disetop itu. Syukur-syukur kalau bisa semuanya barang lokal. Jangan lagi beli pipa terus impor. Ada tuh di Batam," kata dia.

Menanggapi hal tersebut, ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede memandang positif gebrakan pemerintah di awal tahun ini. Sebab, selain karena merupakan sinyal mulai membaiknya penyerapan anggaran, langkah ini bisa memberikan kontribusi lebih terhadap pertumbuhan ekonomi secara nasional.

"Sebelumnya tidak efisien dan efektif. Dengan awal kontrak kerja PUPR, ini positif. Setidaknya bisa mengurangi dan membuat efektivitas penyerapan di awal tahun. Ini harus dikejar karena proyeknya cukup banyak," ujar Josua saat berbincang dengan VIVA.co.id, Rabu 6 Januari 2016.

Dengan adanya percepatan ini, kata Josua, otomatis akan menggeliatkan pembangunan infrastruktur di beberapa wilayah Indonesia. Artinya, interkonektivitas di daerah akan semakin dimudahkan, karena adanya infrastruktur yang memadai. Hal ini, akan memberikan dorongan terhadap pertumbuhan.

"Jalan tol, pelabuhan, bandara itu akan dibangun. Ini akan berdampak kepada daerah-daerah di Indonesia. Dan juga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan pemerintah di kisaran lima persen," kata dia.

Hal senada turut diungkapkan ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual. Ia menilai, penandatanganan kontrak ini justru akan memberikan efek yang cukup besar. Terutama dalam hal efisiensi, dan produktivitas setiap sektor yang terkena dampak dari pembangunan infrastruktur tersebut.

"Mereka (Kementerian PUPR) sudah boleh bangun di awal tahun. Ini akan berdampak multiplier effect yang besar. Misalnya, tadinya itu kirim barang bisa 4-5 jam karena jalanan rusak. Kalau jalan diperbaiki, akan menjadi 2 jam. Ini akan meningkatkan produktivitas dan efisiensi," tutur David kepada VIVA.co.id.

Realisasi proyek diragukan

Pendapat berbeda diutarakan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati. Dia mengaku ragu dengan kesiapan pemerintah menggarap proyek infrastruktur di awal tahun, meskipun kontrak telah ditandatangani.

"Iya, memang bagus. Tapi ada garansi tidak? Tanda tangan itu jadi barang atau tidak? Memangnya sudah ada skema? Sumber dana? Pembiayaan?," tegas Enny kepada VIVA.co.id.

Menurutnya, pemerintah harus memberikan kepastian kepada publik bahwa dana yang sudah dialokasikan untuk membangun infrastruktur dapat dilakukan dengan cepat. Menilik dari yang sudah terjadi, kata dia, justru hingga saat ini masih ada beberapa proyek yang terbengkalai.

"Jangan ramai-ramai di awal, tapi mandek di tengah jalan. Lihat proyek kereta di depan Senayan. Atau ada juga proyek yang sudah seperempat jalan, tapi dirubuhin. Paling penting itu ada garansi," tutur Enny.

David pun mengaku sependapat dengan Enny. Menurut dia, selama ini permasalahan utama dari pembangunan infrastruktur itu di antaranya adalah mulai dari persoalan pembebasan lahan, sampai dengan tidak adanya kesepakatan dengan masyarakat setempat.

"Hambatan itu tetap masih ada di lapangan. Infrastruktur itu tidak jauh dengan pembebasan lahan. Walaupun groundbreaking, kadang suka macet di jalan. Ketidaksetujuan masyarakat juga menjadi masalah," ungkapnya.

Oleh karena itu, pengawasan lebih terhadap proyek yang akan dibangun pun menjadi prioritas pemerintah ke depan. Dengan begitu, pembangunan infrastruktur bisa cepat diselesaikan, dan dapat berkontribusi lebih terhadap pertumbuhan ekonomi pada 2016.

"Paling penting itu diawasi semua proyeknya, sehingga tidak ada lagi yang terkendala," kata David.

Berbagai hal yang menjadi keraguan beberapa pihak tersebut sebagian besar telah dijawab oleh Jokowi. Dari sisi pendanaan awal misalnya, ditegaskan pemerintah memiliki anggaran yang cukup untuk mendanai ratusan proyek itu, meskipun belum mendapatkan penerimaan negara dari pungutan pajak. 

Mantan wali kota Solo itu pun menegaskan, pemerintah masih memiliki Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp10,8 triliun, dan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp50 triliun yang ada di kas pemerintah saat ini. Dana itu bisa digunakan untuk menutupi kebutuhan anggaran paket proyek tersebut. 

"Prefunding juga masih ada," ujarnya.

Presiden pun optimistis, dengan percepatan lelang proyek itu, otomatis akan memberikan stimulus lebih kepada pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Sebab, setelah penandatanganan tersebut, dana untuk penggarapan proyek pemerintah sudah bisa dicairkan.

"Kalau sudah ada tanda tangan kontrak, artinya hari itu sudah bisa langsung kerja. Besok sudah ngebut. Ini akan berikan stimulisasi dorongan kepada pertumbuhan ekonomi," ungkapnya.