Gaduh Reshuffle Kabinet Jokowi

Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma

VIVA.co.id - Isu reshuffle Kabinet Presiden Joko Widodo kembali berhembus kencang. Politikus Partai Amanat Nasional mengklaim partainya kebagian dua kursi menteri. Tak tanggung-tanggung, pos kementerian dan siapa yang bakal mengisi telah diungkap secara terang-terangan.

Sepekan berlalu dari pernyataan pengurus partai yang kini dipimpin Ketua MPR Zulkifli Hasan itu berlalu. Tak mau isu berkembang liar menimbulkan kegaduhan baru, muncul bantahan massif sejumlah pejabat teras Pemerintahan Jokowi JK.

Pengamat Politik menilai klaim jatah menteri kabinet dari Politisi PAN itu hanyalah gosip politik yang dilontarkan. Klaim tersebut ditengarai tidak berasal dari pihak-pihak yang berkompeten atau mereka yang memang mengetahui proses politik di balik layar para pengambil keputusan strategis.

Isu yang menghebohkan itu terlontar dari Ketua DPP PAN Azis Subekti, pekan lalu. Azis menyebutkan bahwa dua dua kader partai itu akan menduduki kursi menteri setelah reshuffle jilid II.

Mereka adalah Taufik Kurniawan yang saat ini menjabat Wakil Ketua DPR dan Asman Abnur yang juga duduk sebagai anggota parlemen. Dua pos kementerian itu menurut dia, adalah Kementerian Perhubungan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mempertanyakan klaim Partai Amanat Nasional (PAN), yang menyebut akan mendapatkan jatah dua kursi pada reshuffle kabinet jilid II nanti. Menurut dia, sejauh ini Presiden Jokowi belum mengajaknya bicara untuk membahas itu.

"Itu infonya dari mana. Tapi belum dibicarakan," kata JK, di kantornya, Jalan Medan Merdeka Utara, Senin 28 Desember 2015.

Istana Meradang

Bantahan senada disampaikan para “pembantu” presiden. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengkritik pernyataan Politikus PAN tersebut terkait jatah menteri di kabinet oleh Presiden Joko Widodo. Pernyataan itu dinilai tak etis dilontarkan ke publik. Sebab presiden masih memiliki hak prerogatif untuk memilih siapa orang yang berhak membantunya.

"Menurut saya tidak etis bahkan terkesan mendesak, mendikte hak prerogatif presiden. Apalagi PAN menyampaikannya secara terbuka," kata Tjahjo.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung menegaskan bahwa soal reshuffle kabinet adalah hak dari Presiden Joko Widodo. Dia pun memberikan bahwa Presiden Jokowi sebagai orang yang mempunyai hak prerogatif beliau tak pernah berbicara.

“Bahkan sampai menyebut nama dengan salah satu partai tertentu, dan katakanlah sudah seakan-akan menyepakati nama tertentu. Itu sama sekali tak ada," kata Pramono.

Pram membantah mentah-mentah klaim Azis Subekti yang menyebut jatah dua kursi kabinet untuk PAN itu adalah informasi dari orang dalam Istana. "Orang dalam Istana kan bisa tukang parkir, pembantu, bisa rumor-rumor. Yang jelas bukan yang berkompeten," ujar mantan Sekjen DPP PDI Perjuangan itu.

Ari Dwipayana dari Tim Komunikasi Presiden mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo selalu meminta para menterinya tidak terpengaruh kegaduhan politik, termasuk soal kabar perombakan kabinet.

Ari mengingatkan perombakan kabinet merupakan hak prerogratif presiden. "Pengangkatan dan pemberhentian menteri kabinet merupakan hak prerogatif presiden. Hal ini dijamin sepenuhnya oleh Konstitusi. Jadi sudah jelas ini menjadi sepenuhnya hak dan kewenangan  presiden," kata Ari.

Strategi Menekan

Setelah lontaran yang dihembuskan Politisi PAN itu menjadi polemik, Pengamat Politik menilai ada upaya penyangkalan dari kader lain di partai itu. Tak ayal, seolah public melihat ada perbedaan sikap dan pandangan di tubuh partai itu.


Peneliti Politik Founding Father House (FFH), Dian Permata, menganalisis bahwa partai itu sejak dulu dicap biasa menggunakan strategi perbedaan sikap menyangkut pemerintahan agar di satu sisi memastikan sikap pemerintah mengenai hal tertentu, namun di sisi lain bisa tetap memperoleh keuntungan dari kondisi yang ada.

"Sekilas memang strategi daya tekan PAN kepada Joko Widodo agar reshuffle melibatkan mereka menggunakan cara good cop dan bad cop. Ada yang menekan namun ada yang membantah," katanya.

Menurut dia, strategi ini pernah pula digunakan saat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mana saat itu Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir menjadi mitra kritis namun kemudian Hatta Rajasa yang lebih "soft" menjadi menteri di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB).

Hal senada terjadi pada saat isu reshuffle setelah PAN merapat ke pemerintah. Seorang Ketua DPP partai itu, Azis Subekti, mengatakan bahwa PAN sudah memperoleh informasi Presiden Joko Widodo akan melakukan perombakan kabinet. Kader PAN akan masuk dalam struktur Kabinet Kerja. Azis tahun ini sudah dua kali berbicara hal yang sama yaitu pada November tahun ini dan kemudian beberapa hari silam.

Memang, sejumlah fungsionaris partai itu memberikan jawaban “cari aman” saat dikonfirmasi ihwal informasi yang disampaikan Azis. Misalnya saja, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) yang juga Wakil Sekretaris fraksi PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan belum bisa memastikan informasi yang disampaikan koleganya itu. "Saya cek dulu ke ketua umum," katanya.

Hanya Gosip?

Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, menilai lontaran yang disampaikan oleh fungsionaris PAN itu hanyalah gosip yang kemudian dibesar-besarkan. Menurutnya, selama kabinet adalah kabinet politik tentu saja kader partai merasa memiliki saham untuk ikut bersuara, padahal hak prerogratif presiden seutuhnya.

“Saya terus terang melihat wacana banyak keluar dari mulut politisi itu, dari substansi adalah politisi yang tidak di dalam inner circle yang turut berkompromi di situ,” ujar Yunarto.

Menurutnya, karena yang menyampaikan bukanlah orang yang mengetahui secara persis atau terlibat dalam kompromi politik di balik layar maka isinya tidak lebih dari gosip politik. “Ini sesuatu yang dibesar-besarkan saja,” ujarnya.

Situasi saat ini dia nilai berbeda dengan hari-hari jelang reshuffle kabinet jilid I yang lalu. Sebab, sampai saat ini belum ada sinyalemen apa pun dari Presiden Jokowi bahwa akan melakukan reshuffle. “Reshuffle Jilid I terjadi setelah Jokowi memberikan sinyalemen,” ujarnya.

Yunarto lantas menjelaskan sejumlah sinyalemen yang muncul jelang reshuffle jilid I. Misalnya, pernyataan keras Jokowi dalam rapat kabinet agar membenahi kinerja, kalau tidak dibenahi aka nada yang dicopot. Selain itu, Jokowi minta evaluasi enam bulan kinerja. “Sampai detik ini, saya tidak melihat sinyalemen akan terjadinya reshuffle,” ujarnya.

Namun demikian, Yunarto mengakui bahwa selain evaluasi kinerja memang dalam kabinet politik indikator lain yang digunakan adalah konstelasi politik. Namun, dia masih ragu bahwa aka nada reshuffle dalam waktu dekat karena masih ada sejumlah kegaduhan politik yang belum tuntas.

“Kondisi kekinian masih ada kegaduhan yang belum terselesaikan. Misalnya kasus papa minta saham yang belum tuntas, jabatan ketua dpr yang masih menimbulkan banyak tafsir pimpinan DPR, hingga rekomendasi Pansus Pelindo II untuk memecat ibu Rini Soemarno,” ujarnya.

Meski ada tekanan politik, Yunarto berharap Jokowi tegas menggunakan hak prerogatifnya bahwa urusan kabinet benar-benar menjadi kewenangannya yang tak bisa diintervensi siapapun. Meski bila akan melakukan reshuffle tetap perlu melakukan pembicaraan politik, namun wibawa presiden dalam sistem presidensiil tetap harus dijaga.

Ada Penumpang Gelap?

Soal keraguan akan adanya reshuffle juga disampaikan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, Muhaimin Iskandar. "Saya nggak yakin reshuffle dilakukan dalam waktu dekat. Namun yang pasti semua kinerja kabinet menteri dari partai mana pun silakan dinilai oleh Presiden," kata Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, di DPP PKB, Jakarta, Senin, 28 Desember 2015.

Meski demikian, politikus yang akrab disapa Cak Imin itu siap jika menteri dari partainya menjadi salah satu 'korban'. Sejauh ini, ia mengklaim tidak pernah melobi Jokowi agar posisi para menteri dari PKB aman.

"Itu Presiden yang menilai, kami tidak punya kewenangan. Semua urusan Presiden," ujarnya.

Partai Hanura menolak reshuffle kabinet jilid II. Apalagi, yang mengisi adalah penumpang gelap. Ketua DPP Hanura Miryam S Haryani mengatakan, dia sudah berkali-kali menyampaikan alasan menolak reshuffle. Baik itu melalui Ketua Umum Partai Hanura Wiranto maupun agenda resmi partai.

"Sebaiknya dipertimbangkan dengan baik apabila kapal yang dinakhodai Jokowi-JK harus mengangkut penumpang baru, khawatirnya kapasitas kapal sudah overload," kata Miryam.

Miryam seolah menyentil masuknya PAN, yang pada Pilpres 2014 lalu menjadi rival Jokowi-Jusuf Kalla dengan mengusung duet Prabowo-Hatta. "Jangan sampai juga penumpang baru ini adalah penumpang gelap yang tidak punya tiket, kenapa saya bilang begitu? Karena dulu untuk mendapatkan tiket kami harus bercucuran darah dan air mata. Lalu penumpang baru ini harus jelas dari mana tiket diperoleh dan bagaimana prosesnya," ujar Ketua Umum Srikandi Hanura itu.

Namun demikian, kalau memang reshuffle itu menjadi kebutuhan, dia berharap penggantinya harus orang yang lebih baik bukan reshuffle asal-asalan, agar benar-menghadirkan solusi.

"Namun, apabila reshuffle ini hanya karena desakan pihak-pihak tertentu yang hanya memanfaatkan momentum atau kepentingan kelompoknya lebih baik ditunda dulu karena sudah terlalu sering terjadi riak-riak politik sejak Jokowi-JK dilantik hingga saat ini," ujarnya.