Harga BBM Diturunkan

Petugas mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) di SPBU, di Jakarta.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id - Pemerintah akhirnya mengumumkan harga baru bahan bakar minyak (BBM) yang dijualnya ke masyarakat. BBM non subsidi jenis premium diturunkan menjadi Rp7.150 dari sebelumnya Rp7.300 per liter, Sedangkan solar yang masih disubsidi pemerintah, turun menjadi Rp5.950 dari sebelumnya Rp6.700 per liter. 

Penurunan tersebut jauh dari ekspektasi banyak pihak, mengingat harga minyak mentah dunia pada tahun ini terus mengalami penurunan signifikan. Bahkan sempat menyentuh level terendah sejak 11 tahun terakhir.

Baca juga:

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said menjelaskan secara gamblang pertimbangan pemerintah tidak signifikan menurunkan harga kedua jenis BBM tersebut. Pemerintah sebenarnya bisa menurunkan BBM lebih rendah, sebab diakuinya, harga keekonomian premium dan solar masih di bawah harga yang ditetapkan. 

Harga keekonomian premium saat ini sebesar Rp6.950 per liter, sementara itu solar subsidi seharga Rp5.650 per liter. 

Namun, karena mengacu pada Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, yang mengharuskan ada keseimbangan antara pengembangan energi fosil dan energi terbarukan. Pemerintah harus memiliki dana ketahanan energi yang cukup.

Atas dasar tersebutlah pemerintah memutuskan memasukan komponen dana ketahanan energi dalam setiap liter BBM yang dijual. Untuk premium dipatok sebesar Rp200 per liter, dan solar subsidi sebesar Rp300 per liter. 

Baca juga: Persediaan BBM Dijamin Aman Selama Natal dan Tahun Baru

Kemudian, untuk memastikan tidak ada yang dirugikan dengan penurunan harga ini, pemberlakuan harga baru ini ditetapkan pada 5 Januari 2016. Dengan pertimbangan para pelaku usaha masih memiliki waktu untuk menghabiskan stok BBM yang dijual dengan harga lama. 

Dalam penetapan harga, pemerintah juga telah memutuskan ke depannya akan melanjutkan skema evaluasi harga tiap tiga bulan sekali, sesuai dengan kesepakatan dengan DPR, yang mulai diterapkan mulai Oktober lalu. 

Pertimbangannya, kebijakan sebelumnya yang menerapkan evaluasi harga setiap satu bulan sekali terlalu sering menimbulkan gejolak di masyarakat. Sebab, setiap bulannya harga-harga khususnya kebutuhan pangan terus mengalami perubahan, dan tidak memberikan kepastian bisnis bagi dunia usaha. 

Baca juga:

Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio menilai, kebijakan tersebut tidak akan terlalu dirasakan oleh masyarakat. Sebab, selain masyarakat masih dianggap mampu menanggung harga eceran kedua jenis BBM tersebut, kebijakan ini dinilai hanya menguntungkan bagi para pengguna kendaraan semata.

"Tidak ada gunanya itu. Tidak ada manfaatnya. Tidak akan ada yang turun (harga-harga)," ujar Agus saat berbincang dengan VIVA.co.id di Jakarta, Rabu 23 Desember 2015.

Akankah tarif angkutan diturunkan?

Agus memperkirakan penurunan kedua jenis harga BBM, tidak akan direspons positif oleh pelaku usaha di sektor layanan jasa yang bergerak di bidang transportasi, dengan menurunkan tarifnya.

"Harga angkutan umum tidak akan turun. Tapi, nanti harga minyak naik, cadangan minyak berkurang. Seharusnya, Pertamina kalau punya ruang, lebih baik disimpan. Kalau (BBM) turun, simpanan juga turun. Rakyat yang menderita nanti," kata dia.

Senada dengan Agus, Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno juga menilai penurunan ini tidak akan berpengaruh besar pada bisnis transportasi. Apalagi saat ini banyak angkutan umum yang sudah disubsidi oleh pemerintah.

Baca juga:

"Kebijakan ini enggak ada pengaruh, mau naik, mau turun tidak ada pengaruhnya, seperti yang disubsidi, contohnya kayak Busway kan subsidi," kata Djoko saat dihubungi VIVA.co.id, Rabu 23 Desember 2015.

Menanggapi penurunan harga BBM tersebut, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan juga tidak bisa memastikan bahwa pihaknya dapat memaksa angkutan umum untuk menurunkan tarifnya. Sebab penurunan tarif harus disesuaikan dengan besaran penurunan harga BBM yang ditetapkan.

"Kami akan lihat apakah tarifnya perlu disesuaikan atau tidak," kata Jonan, saat ditemui di Kompleks Bank Indonesia, Jakarta, Rabu 23 Desember 2015.

Menurut Jonan, apabila penurunannya mencapai di kisaran Rp1.000 sampai Rp2.000, maka tarif angkutan umum secara otomatis akan diturunkan. "Kalau turunnya segitu, mungkin harus disesuaikan transportasinya," kata dia.

Baca juga:

Jonan melanjutkan, ada beberapa faktor lain yang memengaruhi penetapan tarif angkutan umum. Salah satu faktor yang berperan adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Sebab, suku cadang angkutan umum sampai saat ini masih marak melakukan impor.

Bagaimana dengan harga pangan ? 

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia, Ngadiran, menyambut baik penurunan harga BBM tersebut. Sebab, hal itu merupakan salah satu penentu biaya distribusi pangan. 

Namun, dia tidak bisa memastikan harga pangan akan serta merta turun ketika harga BBM sudah disesuaikan. Sebab masih banyak faktor lain yang juga mempengaruhi harga pangan, misalnya musim panen. 

"Secara logika, seharusnya harganya juga turun," ujarnya ketika dihubungi VIVA.co.id di Jakarta, Rabu 23 Desember 2015.

Baca juga:  

Selain itu menurutnya, tidak ada patokan baku penetapan harga pangan, apalagi makanan yang sudah diproses.

"Ada pengaruh ongkos yang gerak. Harga bahan pokok tidak turun secepat itu. Itu terbiayakan dari bahan baku menjadi bahan jadi. Kalau harga BBM turun sekian, lalu harga barang turun sekian. Praktiknya tidak seperti itu," kata dia.

Respon dunia usaha

Sementara itu,  Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Haryadi Sukamdani, mengatakan, turunnya harga BBM ini akan memberikan dua dampak positif bagi dunia usaha. Pertama, konsumsi masyarakat akan bertambah karena semakin meningkatnya daya beli.

"Pengaruh pertama itu daya beli masyarakat akan bertambah. Kalau pendapat saya, otomatis konsumsi bisa dikebut. Ini akan membantu," ujar Haryadi kepada VIVA.co.id, Jakarta, Rabu 23 Desember 2015.

Baca juga:

Keuntungan kedua, lanjut Haryadi, adalah di sektor transportasi dan logistik. Menurut dia, penurunan harga BBM jenis solar ini akan menekan pembiayaan logistik yang dialokasikan perusahaan. Dengan begitu, biaya produksi perusahaan pun akan akan menurun.

"Kalau dari sektor usaha, dampak penurunan BBM itu transportasi dan logistik. Ini akan membuat barang lebih murah mengenai logistic cost," kata dia.