KPK "Cuci Gudang" Jelang Pergantian Kepemimpinan
- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id - Pergantian pimpinan baru KPK untuk periode 2015-2019 seolah dijadikan momentum bagi pimpinan lama untuk "cuci gudang" perkara lawas. KPK di bawah kepemimpinan Taufiqurachman Ruki menetapkan sejumlah tersangka di akhir masa jabatannya sebagai pelaksana tugas pimpinan KPK.
Setidaknya lima kasus korupsi dinaikkan statusnya ke tahap penyidikan. Lima kasus tersebut adalah, kasus korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC) di Pelindo II tahun anggaran 2010. KPK menetapkan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino sebagai tersangka. Lino dituduh menyalahgunakan wewenang, memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan cara memerintahkan pengadaan 3 unit QCC.
Penetapan Lino sebagai tersangka dilakukan usai gelar perkara penyidik serta pimpinan KPK. Penyidik menganggap alat bukti untuk menjerat Lino sudah cukup. Surat perintah penyidikan terkait RJ Lino akhirnya diteken pimpinan KPK terhitung sejak 15 Desember 2015.
Terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Alkes Rumah Sakit Tropik lnfeksi Unair, KPK menetapkan dua orang tersangka, yakni Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kementerian Kesehatan, Bambang Gianto Rahardjo dan Mintarsih selaku Direktur Marketing PT Anugerah Nusantara.
KPK menduga telah terjadi kerugian negara dalam pengadaan proyek Alkes Unair sebesar Rp17 miliar, dari total nilai proyek sekitar Rp87 miliar. Penetapan dua tersangka kasus tersebut diputuskan melalui forum gelar perkara dan surat penyidikankedua tersangka diteken sejak 15 Desember 2015.
Kemudian, KPK kembali menggeber kasus korupsi pembangunan sarana prasarana Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor tahun anggaran 2010-2012, dengan menetapkan Andi Zulkarnaen Mallarangeng atau yang akrab disapa Choel Mallarangeng sebagai tersangka.
Adik mantan Menpora, Andi Alfian Mallarangeng itu diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri ataupun orang lain atau korporasi. Penyidikan kasus tersebut berdasarkan surat perintah penyidikan tertanggal 16 Desember 2015.
Untuk kasus korupsi pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan tahun anggaran 2010-2011, KPK menetapkan Direktur Utama PT Duta Graha lndah Dudung Purwadi sebagai tersangka. Penetapan Dudung sebegai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan tertanggal 15 Desember 2015.
KPK menduga Dudung telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi terkait pelaksanaan pembangunan Wisma Atlet di Jakabaring, Palembang dan Gedung Serba Guna Pemerintah Provinsi Sumsel tahun 2010-2011.
Terakhir, KPK mengusut kasus korupsi pengadaan Regent dan Consumable penanganan Virus Flu Burung, Departemen Kesehatan Tahun Anggaran 2007, dengan menetapkan Direktur Utama PT Cahaya Prima Cemerlang, Freddy Lumban Tobing sebagai tersangka. Penetapan tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan tertanggal 16 Desember 2015.
Dia diduga telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam pengadaan Regent dan Consumable penanganan Virus Flu Burung dengan menggunakan APBN-P Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan Tahun Anggaran 2007.
"Kado" Pimpinan Baru
Pelaksana Tugas Pimpinan KPK, Johan Budi menuturkan pengusutan kasus-kasus lawas tersebut bukan merupakan upaya "cuci gudang". Menurut dia, KPK sebelumnya sudah beberapa kali melakukan gelar perkara untuk menentukan tindak lanjut kasus-kasus tersebut. Namun, hasil gelar perkara itu baru bisa diumumkan jelang pergantian pimpinan.
"Memang belum sempat diumumkan. Kemarin itu diumumkan jubir KPK," kata Johan Budi, usai menghadiri pengambilan sumpah pimpinan KPK, di Istana Negara, Senin 21 Desember 2015.
Johan menegaskan, penanganan perkara di KPK tidak berhenti walau ada pergantian pimpinan. Prosesnya akan terus berlanjut dan berkesinambungan. Dengan begitu, banyaknya penetapan tersangka diakhir masa jabatan pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK, bukanlah upaya 'cuci gudang'.
"Penanganan di KPK nggak ada yang pernah berhenti, pasti ada yang dilimpahkan. Periode satu ke dua, dua ke tiga dan seterusnya," ujar dia.
Sementara itu, mantan Wakil Ketua KPK Zulkarnain menjelaskan, penetapan sejumlah tersangka diakhir masa jabatan karena masih banyak perkara yang harus ditangani.
"Karena kan penyidikan yang lain ada kerjaan lain. kalau padat bagaimana menaikannya, kita pending dulu," ujar Zulkarnain di Gedung KPK, Jakarta, Senin 21 Desember 2015.
Zulkarnain mengatakan, ada beberapa kasus yang memang harus diprioritaskan oleh KPK, termasuk penanganan perkara yang berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT). Kasus-kasus yang dimulai dari OTT harus segera dituntaskan, karena penanganannya dibatasi masa penahanan para tersangka.
"Kalau orang sudah OTT nggak mungkin kita pending dulu itu. Tapi kalau pengembangan (perkara) kan bisa," kata dia.
Mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur membantah jika penetapan tersangka yang dilakukannya itu merupakan 'kado' bagi para Pimpinan KPK yang baru saja terpilih. Menurut dia, penanganan perkara termasuk penetapan tersangka merupakan hal yang biasa.
"Setiap ada kesempatan seperti ban berjalan, penyelidikan naik ke penyidikan, penyidikan ke penuntutan, penuntutan ke eksekusi, kan berputar terus. Jadi kalau hal yang sudah berkembang termasuk bagian dari yang harus masuk dalam ban berjalan itu, konveyornya, itu saja," terang dia.
Perbanyak OTT
Pada kesempatan lain, Presiden Joko Widodo telah melantik lima pimpinan KPK periode 2015-2019 di Istana Negara, Senin, 21 Desember 2015. Lima pimpinan baru KPK yang diambil sumpahnya di hadapan Presiden Jokowi adalah, Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, Alexander Marwata, Saut Situmorang dan Laode Muhammad Sarif.
Usai diambil sumpahnya sebagai pimpinan KPK, lima pimpinan langsung melakukan pertemuan dengan Presiden Jokowi secara tertutup. Ketua KPK Agus Rahardjo mengaku tidak banyak yang disampaikan Presiden kepada pimpinan KPK.
"Masalah pelantikan. (Pesan Jokowi) titip negara ini," kata Agus, di Istana Negara, Jakarta, Senin 21 Desember 2015.
Secara pribadi, Agus menganggap jabatan sebagai ketua KPK merupakan amanah yang sangat berat. Agus bahkan menyebut "Innalillahi wainna ilaihi rojiun," tuturnya.
Di awal program kerjanya, Agus mengaku akan meningkatkan sinergitas kerja dengan lembaga penegak hukum lainnya seperti Polri dan Kejaksaan Agung, Agus mengatakan akan menjalin kerjasama yang baik. "Sinergi akan diperbaiki akan ditingkatkan," katanya lagi.
Namun demikian, Agus belum bersedia berbicara mengenai kasus yang ada di KPK. Sebab, dia bersama pimpinan KPK baru lainnya sebelumnya berada di luar KPK, sehingga belum dapat mengetahui lebih jauh pengembangan kasus-kasus korupsi yang telah, sedang dan akan ditangani KPK.
"Kita lihat faktanya dulu. Saya orang luar Anda tanya begitu kan belum tahu datanya," kata Agus masih di tempat yang sama.
Tapi Agus Rahardjo cukup terkesan dengan Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan oleh lembaga anti rasuah itu sebelumnya. Bahkan, Agus berkeinginan agar fungsi penindakan KPK tersebut untuk lebih diperbanyak. "Kita ingin OTT diperluas diperbanyak," kata Agus.
Mantan kepala LKPP itu juga menyebut, dia berkeinginan agar KPK menangani perkara yang besar saja. Jika perkara hasil OTT dinilai tidak terlalu besar, maka menurut KPK kasus tersebut dapat dilimpahkan melalui mekanisme koordinasi supervisi.
"Big fish, ini memang penting, kalau saya sangat indah kalau kita bisa posisikan dikasus-kasus yang sangat besar, kasus kecil didelegasikan dengan diawasi kepada aparat penegak hukum lain," ujar dia.
Terlepas dari rencana-rencana itu, Agus Rahardjo mengaku tidak gentar dengan ancaman kriminalisasi. Agus menyatakan siap menghadapi berbagai tantangan yang nanti akan dihadapinya di KPK.
Meskipun dua pendahulunya yakni Abraham Samad, dan juga Antasari Azhar, sudah mengalaminya. Antasari dihukum 18 tahun penjara atas kasus pembunuhan. Sementara Abraham Samad menjadi tersangka kasus pemalsuan dokumen.
"Ya mestinya itu risiko jabatan kan. Jadi mestinya nggak perlu ketakutan," kata dia. (umi)