Setelah Setya Novanto Mundur dari Kursi Ketua DPR

Setya Novanto.
Sumber :
  • Rizki Anhar

VIVA.co.id - Kabar mengejutkan itu tersiar di tengah panasnya sidang skandal “papa minta saham”. Setya Novanto yang sedang diadili karena diadukan Menteri ESDM Sudirman Said atas dugaan pelanggaran kode etik, memutuskan menanggalkan jabatannya sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat.

Pengunduran diri Setya Novanto memang menyudahi perdebatan sengit di MKD. Namun, polemik baru bakal datang. Siapa yang menggantikannya menjadi Ketua DPR? Bagaimana kelanjutan skandal "papa minta saham" PT Freeport Indonesia? Sejumlah pertanyaan lain bakal muncul dan tidak ada jawaban tunggal.

Dalam kaitannya dengan pelanggaran kode etik tersebut, Kejaksaan Agung juga menelisik dugaan pidana di dalamnya. Namun, sejumlah anggota DPR melihat ada persoalan yang lebih besar di balik skandal Freeport ini sehingga mereka menginisiasi penggunaan hak angket untuk menyelidikinya.

Bila hak angket terbentuk, kegaduhan politik baru tak terelakkan. Publik akan kembali disuguhi pertunjukan drama adu kepiawaian silat lidah para politisi Senayan sebagaimana saat DPR periode 2009-2014 lalu menggunakan hak angket untuk menyelidiki dugaan skandal Bank Century.

Surat pengunduran diri Setya Novanto itu sampai ke (MKD) pada Rabu malam, saat sidang tengah diskors. Setelah sidang dibuka, anggota MKD berembug kemudian membacakan surat tersebut. Pembacaan dilakukan Wakil Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad, Rabu 16 Desember 2015.

Surat ditulis dengan kop DPR RI itu tertanggal 16 Desember 2015. Surat ditujukan kepada Pimpinan DPR RI dengan perihal pengunduran diri sebagai Ketua DPR RI. Nama jelas dan tanda tangan Setya Novanto tertera di bagian kanan bawah surat yang dibubuhi materai tersebut. Berikut petikan surat itu:

Sehubungan dengan perkembangan penanganan dugaan pelanggaran etika yang sedang berlangsung di Mahkamah Kehormatan DPR RI, maka untuk menjaga harkat dan martabat, serta kehormatan lembaga DPR RI serta demi menciptakan ketenangan masyarakat, dengan ini saya menyatakan pengunduran diri sebagai ketua DPR RI periode keanggotaan 2014-2019. Demikian pernyataan diri saya buat dengan tulus semoga bermanfaat bagi rakyat, bangsa, dan negara Indonesia.

Sore itu, MKD menggelar sidang terbuka dengan agenda penyampaian pandangan dari seluruh anggotanya atas kasus yang tengah mereka tangani itu. Sudah lima belas anggota yang menyampaikan. Semua yang sudah angkat bicara itu menyimpulkan Novanto terbukti melanggar etik. Namun, mereka terbelah soal sanksi yang dijatuhkan.

Sepuluh anggota menuntut agar Novanto disanksi sedang, dan sisanya minta dihukum berat. Tingkatan sanksi atas pelanggaran kode etik DPR ada tiga, ringan berupa teguran; sedang berupa rotasi jabatan; dan berat ancaman maksimalnya dicopot keanggotaannya sebagai anggota DPR. Bila sanksi berat yang dijatuhkan, maka masih harus dilakukan pengadilan lagi oleh panel adhoc yang melibatkan tokoh masyarakat.

Mereka yang mengusulkan sanksi sedang adalah, ‎Viktor Laiskodat (NasDem), Risa Mariska (PDIP), Sukiman (PAN), Ahmad Bakrie (PAN), Darizal Basir (Demokrat), Guntur Sasono (Demokrat), Maman Imanulhaq (PKB), Sarifuddin Sudding (Hanura), Junimart Girsang (PDIP), dan Surahman Hidayat (PKS).

Sedangkan yang menilai pelanggaran berat adalah, Sufmi Dasco Ahmad (Gerindra), Supratman (Gerindra), Adies Kadir Karding (Golkar), Ridwan Bae (Golkar), Achmad Dimyati Natakusumah (PPP),  Muhammad Prakosa (PDIP), dan Kahar Muzakir (Golkar).

Selanjutnya... Jumpa Novanto di Lobi

Jumpa Novanto di Lobi

Wakil Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad, menerima surat pengunduran diri itu langsung dari Setya Novanto. Saat skors berlangsung, Dasco mengaku dihubungi Novanto yang meminta ketemu karena ada hal penting yang mau disampaikan.

Namun, ketika menerima telepon itu dia sempat ragu dan bertanya-tanya ada apa. Sampai kemudian Novanto menekankan bahwa yang akan disampaikannya terkait pengunduran diri. Dasco kemudian menyanggupi seraya memberi syarat pertemuan tidak di ruang kerja Setya Novanto.

"Makanya bertemu, surat diserahkan langsung Pak Setya Novanto di lobi di atas Nusantara III," kata Dasco.

Menurutnya, pertemuan berlangsung singkat. Novanto buru-buru berpamitan. "Katanya mau konpres (konferensi pers)," ujar Dasco.

Setelah sidang MKD kembali dibuka dan melanjutkan penyampaian pandangan dua anggota yang tersisa, fokus mereka langsung tertuju kepada surat yang dibawa Dasco. Ketua MKD Surahman Hidayat mengatakan, setelah menerima surat, mereka sepakat rapat tertutup untuk menentukan keputusan rapat MKD.

Menurut dia, sidang MKD atas pengaduan Saudara Sudirman Said terhadap Saudara Setya Novanto atas dugaan pelanggaran kode etik dinyatakan ditutup dengan menerima surat pengunduran diri Setya Novanto sebagai ketua DPR RI periode 2014-2019. "Terima kasih kawan-kawan atas peliputannya. Kita berakhir happy ending," kata politisi PKS itu, dengan wajah sumringah.

Berikut ini keputusan lengkap MKD terkait mundurnya Setya Novanto.
1. Sidang MKD atas pengaduan saudara Sudirman Said terhadap Saudara Setya Novanto, dengan menerima surat pengunduran diri saudara Setya Novanto Nomor Anggota A.300 FPG sebagai Ketua DPR RI periode 2014-2019 tertanggal 16 Desember 2015.

2. Terhitung sejak hari Rabu 16 Desember 2015, saudara Setya Novanto dinyatakan berhenti sebagai Ketua DPR RI periode 2014-2019.

3. Demikian keputusan rapat MKD ini dibacakan pada sidang MKD yang sifatnya terbuka untuk umum pada hari Rabu 16 Desember 2015.

Minta Maaf

Sementara MKD merespon surat mundurnya, di kediaman pribadinya, Setya Novanto memberikan keterangan dan menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Indonesia.

"Saya mohon maaf kepada seluruh rakyat Indonesia selama saya menjalankan tugas. Saya lakukan semuanya demi rakyat, demi bangsa Indonesia," ujar Novanto di kediaman pribadinya di Jalan Wijaya Nomor 13, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu malam, 16 Desember 2015.

Novanto berharap, langkah yang dia pilih itu membuat kepentingan bangsa dan negara dapat berjalan dengan lebih baik ke depannya. "Mudah-mudahan, bangsa kita akan lebih baik lagi ke depan," ujar dia.

Novanto mengklaim, keputusan mundur juga demi kepentingan negara dan rakyat Indonesia. Dalam pemikirannya, pengunduran diri itu agar semuanya dapat berjalan dengan baik.

"Demi masa depan bangsa kita, maka saya menyatakan saya mengundurkan diri," tutur Novanto.

Pengunduran diri Novanto tersebut bisa disebut cukup mendadak. Sebab, dia mengirim surat ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang dalam tahap akan menjatuhkan sanksi padanya.

Posisi terakhir, para anggota MKD sudah memberikan pandangan mengenai jenis sanksi pada Novanto, di mana sembilan menghendaki sanksi sedang dan enam sanksi berat.

Namun, begitu Novanto mengirimkan surat pengunduran diri, MKD segera menerimanya. MKD pun memutuskan menutup sidang kasus dugaan pelanggaran etik politikus Partai Golkar tersebut.

Siapa Gantikan Setnov?

Polemik baru muncul dalam hal pengisian kursi Ketua DPR RI yang ditinggalkan Setya Novanto. Sejumlah anggota DPR mendesak diagendakannya kocok ulang Pimpinan DPR. Namun, menurut Anggota MKD Syarifuddin Sudding, tidak ada kocok ulang pimpinan, karena berdasarkan aturan keputusan pengganti Novanto menjadi hak penuh dari Fraksi Golkar.

"Keputusan dalam sidang MKD tadi akan disampaikan pada Ketua Fraksi Golkar. Tetap, itu kewenangan yang ada di Fraksi Partai Golkar, saya kira mekanisme seperti itu. Jadi, tidak ada istilah kocok ulang," ujar Sudding di Gedung Nusantara II DPR, Senayan, Jakarta, Rabu, 16 Desember 2015.

Sudding menilai apa yang dilakukan Novanto sejalan dengan keputusan yang akan diambil oleh MKD. "Ini sejalan dengan rumusan keputusan yang akan diambil oleh MKD, tetapi karena kami menerima surat pengunduran ini, ini menjadi dasar pertimbangan," kata Sudding.

Bendahara Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengatakan, partai berlambang Pohon Beringin ini belum bisa memastikan siapa kader yang akan menduduki kursi terhormat tersebut. "Belum ada arahan dari partai," kata Bambang saat dihubungi.

Pernyataan senada disampaikan oleh Ketua DPP Partai Golkar, Firman Soebagyo. Firman mengaku belum membicarakan mengenai persoalan itu hingga kini. "Kami baru mengetahui keputusan," ujar Firman.

Firman berpendapat, saat ini, belum tepat membicarakan soal siapa pengganti Novanto sebagai Ketua DPR. Dia meminta semua pihak tidak terburu-buru. "Kita jangan terlalu pagi, itu teman-teman kami semua," kata Firman.

Firman menambahkan, ada mekanisme partai yang harus dilalui sebelum memutuskan siapa pengganti Novanto. Partai Golkar akan segera membahas surat pengunduran diri Novanto tersebut. "Kami serahkan ke mekanisme partai." (umi)