Angin Reformasi Malaysia di Tengah Krisis Ekonomi

Pendukung kelompok demokrasi berunjuk rasa di Malaysia
Sumber :
  • REUTERS/Edgar Su

VIVA.co.id - Aksi demonstrasi Bersih 4.0 di Kuala Lumpur, Kuching, dan Sabah bersambung di hari kedua, Minggu 30 Agustus 2015. Sekitar pukul 06.00 pagi waktu setempat, peserta aksi yang berada di Jalan Tunku Abdul Rahmah dan Jalan Tun Perak mulai terjaga.

Pantauan malaysiakini.com, menyebut mereka bangun dan mengemasi barang mereka.

Sebagian dari mereka pergi ke masjid untuk menunaikan salat Subuh. Sebagian lain, menggelar salat di atas aspal jalan.

Laporan kantor berita Malaysia, Bernama, menyebutkan, di Sabah, peserta aksi Bersih 4.0 di Taman Awam Likas di Kota Kinabalu, berakhir pukul 9 malam, Sabtu 29 Agustus, dan dilanjutkan pada Minggu 30 Agustus, pukul 08.00 pagi.

Sementara itu, di Kuala Lumpur, api semangat peserta aksi malam tadi 'dijaga' dengan orasi aktivis di atas lori yang diubah menjadi podium. Bak pentas di ruang terbuka, orasi aktivis sesekali diselingi pembacaan sajak, lawak, tak ketinggalan lagu yang mengusung pesan politik.

Ada pun di Kuching pada Sabtu malam, 29 Agustus, peserta aksi yang mengenakan kaos berwarna kuning itu kembali memadati Song Kheng Hai. Selain menyalakan lilin, mereka juga khusu menyimak orasi dan deklamasi. 

Sehari sebelumnya, pada Jumat 28 Agustus, pemerintah menutup situs Bersih.org. Mengutip laman BBC, penutupan situs dilakukan, terkait rencana aksi yang rencananya akan digelar selama 34 jam.

Gerakan Bersih 4.0 menyerukan Perdana Menteri Najib Razak mundur dari jabatannya. Seruan aksi dilakukan, lantaran Najib kedapatan memiliki aliran dana RM2,6 miliar, atau lebih dari Rp9 triliun yang mampir ke rekeningnya.

Namun, Najib menyangkal, dana di rekeningnya itu merupakan sumbangan politik dari asing.

Melalui aksi yang digalang sejumlah lembaga swadaya masyarakat, rakyat Malaysia juga menuntut pemilihan umum yang transparan dan bersih. Kepada BBC, peserta aksi bernama Fathi Faruq, mengatakan rakyat Malaysia juga menghendaki pemerintahan yang bersih, bahkan tuntutan reformasi.

"Kami ingin terjadinya suatu evolusi, atau reformasi, agar politik Malaysia lebih matang dan maju," ucapnya dikutip dari laman BBC.

Desakan pengunduran PM Najib Razak menguat

200 ribu orang diperkirakan mengikuti aksi unjuk rasa Bersih 4.0 di sejumlah kota di Malaysia. Aparat keamanan melakukan penjagaan ketat. Truk-truk anti huru hara ditempatkan di sekitar lokasi aksi.

Sebelumnya, otoritas Kuala Lumpur menolak memberikan izin aksi demonstrasi. Sebab, otoritas khawatir aksi tersebut akan menyerupai aksi sebelumnya yang terjadi di 2012 lalu. Kala itu, unjuk rasa berakhir ricuh. Kepolisian Malaysia melempar gas air mata dan meriam air untuk membubarkan demonstrasi.

Kali ini, demonstrasi kurang dukungan dari warga etnis Melayu. Mayoritas peserta aksi berasal dari etnis China dan India.

"Ada banyak warga China di sini, tetapi ada juga Melayu dan India. Kami adalah warga Malaysia. Kami semua di sini mendukung Malaysia dan membuat sebuah perubahan," kata seorang mahasiswa berusia 22 tahun yang ikut berdemonstrasi seperti dilansir Channel News Asia, Minggu, 30 Agustus 2015.

Selain di sejumlah Kota di Malaysia, aksi juga dilakukan di 70 negara lain di seluruh dunia. Merespons hal ini, Kementerian Luar Negeri Malaysia mengaku tengah mengumpulkan informasi mengenai warga Negeri Jiran yang berpartisipasi dalam unjuk rasa Bersih 4.0 di luar negeri.

Wakil Menteri Luar Negeri, Reezal Merican Naina Merican, mengatakan warga Negeri Jiran yang ikut berpartisipasi dalam demonstrasi akan menerima konsekuensi hukum.

Mengutip Channel News Asia, otoritas akan menyerahkan identitas yang telah dikumpulkan dan menyerahkannya kepada pihak berwenang. Reezal mengatakan, warga Malaysia yang berunjuk rasa di luar negeri, tidak seharusnya mendapat pengecualian. Sebab, apa yang mereka lakukan dapat menghancurkan citra Malaysia di tingkat internasional.

"Bukan berarti, pemerintah tidak menyediakan ruang bagi rakyat untuk mengekspresikan diri mereka sendiri. Malaysia bukan sebuah negara yang diktator," kata Reezal dalam pertemuan delegasi pemuda UMNO.

Reezal menyebut, demonstrasi di luar negeri adalah perilaku tak pantas dan melanggar hukum.

"Saya pun, terkadang juga memiliki pandangan kritis. Tetapi, saya mengekpresikannya melalui cara yang tepat dan sesuai aturan hukum. Mari kita tidak merusak negara dan membawa penderitaan bagi rakyat," papar Reezal.

Reezal turut mengatakan aksi unjuk rasa Bersih 4.0 di Kuala Lumpur juga tidak adil bagi investor dan pengunjung di Kuala Lumpur. Hal itu tak bisa dibiarkan, lantaran aksi demonstrasi dianggap merusak nama negara.

Sama seperti Najib, Reezal turut menyebut demonstran Bersih 4.0 tidak bersikap patriotik, karena telah memilih tanggal berunjuk rasa yang berdekatan dengan perayaan hari Nasional Malaysia.

"Mengapa mereka tidak memilih hari lain? Kami juga memiliki UU Pertemuan secara Damai. Jika mereka memang benar-benar ingin berkumpul, ada beberapa stadion yang dimiliki oleh kelompok oposisi. Seharusnya, mereka berkumpul di sana saja."

Bila pemerintah menyebut aksi demonstrasi mencoreng maruah negara Malaysia, mantan Perdana Menteri Mahathir Mohammad justru memihak massa aksi. Dalam pidatonya, Mahathir, bahkan menyebut Najib sebagai individu bangsat.

Dia meyebut, jika partai UMNO tidak lagi berkuasa di Malaysia, warga Malaysia tidak akan menjadi penjahat.

"Saya pikir, jika bangsat itu pergi, kita tidak akan jadi 'bangsat' lah," kata Mahathir yang disampaikan tepuk tangan yang membahana di area stadion tertutup Pasir Gudang dan dikutip laman Malaysia Kini.

Keberpihakan Mahathir terlihat dari pernyataannya lain, yang menyebut PM Najib menyebabkan Malaysia terpuruk, bukan partai penguasa UMNO. Sebutan bangsat bagi Najib, dikatakan Mahathir, lantaran PM berkuasa itu berubah menjadi politisi yang lebih mementingkan posisi mereka, ketimbang menjadi pemimpin bagi rakyat.

Kalimat itu disampaikan Mahathir, sebagai respons atas pernyataan yang disampaikan Najib pekan lalu. Saat itu, Najib dengan yakin mengatakan, jika UMNO tidak berkuasa, semua warga Negeri Jiran dan umat Muslim akan mengalami kekalahan.



Demonstrasi Malaysia, peringatan bagi RI

Aksi demonstrasi gerakan Bersih 4.0 telah membuat politik Malaysia bergejolak. Mahasiswa Indonesia yang sedang berada di Malaysia, memilih menjauh dari pusat unjuk rasa yang telah berlangsung selama dua hari itu.

Seorang mahasiswa Indonesia, Oki Satria, mengaku takut mendekat dan melihat aksi demonstrasi. Meski aksi berlangsung tertib dan tidak anarkis, mahasiswa asal Aceh ini memilih memantau melalui media online setempat.

“Tidak berani ke sana (lokasi demo). Kita pantau dari laman MalaysiaKini,” ujarnya kepada VIVA.co.id, Minggu 30 Agustus 2015.

Satria, yang saat ini sedang kuliah Magister di Malaysia, mengatakan para mahasiswa asal Indonesia di sana dalam kondisi aman. Hingga saat ini, kondisi masih kondusif dan aksi demonstrasi yang dilakukan massa berbaju kuning berlangsung tanpa anarkis.

Di tengah aksi demonstrasi massa, pemerintah Malaysia tetap melakukan gladi menjelang peringatan hari kemerdekaan Malaysia yang jatuh pada hari ini, Senin 31 Agustus 2015.

“Massa juga semakin banyak, datang ke daratan (lokasi peringatan hari kemerdekaan Malaysia). Informasi yang kami dapat, diprediksi akan ada sekitar 200 orang yang akan datang dan demo disana,” kata Satria.

Demonstrasi massa di Malaysia, bahkan berimbas pada naiknya harga barang, termasuk makanan. 

“Harga di sini pada mahal, sejak ada GST (Goods and Service Tax) mulai 1 April 2015. Semua tempat terkena, termasuk restoran.”

Ratusan ribu massa berunjuk rasa sejak Sabtu 29 Agustus, dan berakhir pada Minggu tengah malam, 30 Agustus. Massa demosntrasi yang menamakan sebagai Gerakan Bersih 4.0 terus berorasi dan menggelar spanduk protes terhadap pemerintahan yang dianggap tak mau berbenah.

Demonstrasi terjadi, karena Pemerintah Malaysia di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Najib Razak, diduga terlibat korupsi, di tengah terperosoknya perekonomian Malaysia, karena pelemahan ekonomi global.

Pada akhir perdagangan Jumat 28 Agustus 2015, mata uang Malaysia ringgit ditutup di level RM4.990 per dolar Amerika Serikat. Sepanjang 2015, ringgit, bahkan berada di kisaran negatif antara RM3.141 - 4.299 per dolar AS.

Pada penutupan perdagangan sehari jelang demonstrasi digelar, Indeks KCLI, bahkan ditutup di level 1.631,80.

Kondisi ekonomi Indonesia tak jauh beda dengan yang dialami Malaysia. Tak keliru, jika pemerintah Indonesia perlu mewaspadai gejolak dalam negeri demi menjaga perekonomian, agar tidak terperosok semakin jauh.

Pengamat ekonomi, sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics an Finance (Indef), Enny Sri Hartati, mengatakan demostrasi yang saat ini gencar terjadi di Malaysia, bisa dijadikan sebagai 'warning' bagi Pemerintah Indonesia.

"Kalau kita cermat, kita harus belajar dari Malaysia. Ini warning buat Indonesia. Sebab, kalau memang itu terjadi di Indonesia, dampaknya akan sangat berisiko," ujar Enny, saat berbincang dengan VIVA.co.id di Jakarta, Minggu 30 Agustus 2015.

Indonesia, menurut Enny, pernah dihadapkan pada situasi yang saat ini sedang terjadi di Malaysia, yakni krisis ekonomi dan kepercayaan publik terhadap pemerintah, hingga menyulut demontrasi besar-besaran pada 1998 silam. Sehingga, tak salah bila Indonesia menjadikan aksi demonstrasi Malaysia sebagai pelajaran berharga bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk bagi Pemerintah Indonesia.

"Kejadian 98 saja sampai 2015 ini belum sepenuhnya pulih, masih kita rasakan dampaknya," ujar dia.

Meski demikian, Enny masih optimistis gelombang demonstrasi di Malaysia tidak akan menjalar ke Indonesia, sekalipun Malaysia-Indonesia bertetangga. Meski sama-sama mengalami perlambatan ekonomi, kondisi politik di Indonesia relatif stabil ketimbang Malaysia.

"Di Malaysia memang terjadi instabilitas politik, karena ada konflik politik, gejolak politiknya sedang tinggi, pemerintahannya diduga korupsi. Jadi, itu yang membuat potensi disintergrasi juga makin buruk. Dan, kondisi ekonomi makin parah pastinya," ucap dia.

Sebaliknya, situasi politik Indonesia saat ini dinilai masih dalam batas aman. Di tengah potensi konflik, kerja-kerja antarlembaga mampu meredam keterpurukan.

"Instabilitas politik (di Indonesia) tidak ada masalah, potensi risiko perbedaan memang ada. Tetapi, tidak mengarah kesitu (seperti Malaysia). Keterpaduan antara pemerintah dengah DPR juga masih terlihat baik." (asp)