'Menjewer' Penyeleweng Kartu Jakarta Pintar
Jumat, 14 Agustus 2015 - 00:47 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id
- Harapan warga Jakarta untuk mendapatkan dana bantuan pendidikan akhirnya terwujud setelah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta secara resmi meluncurkan salah satu program bernama Kartu Jakarta Pintar alias KJP pada Desember 2012.
Program yang digagas oleh mantan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (saat ini Presiden RI) mendapat respon baik dari warga ibu kota meskipun banyak pihak yang memperkirakan, suatu hari nanti bakal ada masalah yang muncul.
Karena, nilai uang yang terdeposit dalam KJP cukup bernilai, saat itu Pemprov DKI menglokasikan dana dari APBD DKI sebesar Rp 804,63 miliar untuk KJP. Namun, dalam perjalanannya, alokasi dana KJP ditambah hingga mencapai Rp 2,2 triliun dalam R-APBD DKI 2015
Dalam program itu, tercatat, KJP memberikan bantuan sebesar Rp240.000 perbulan bagi pelajar SMA dan SMK, Rp 120.000 perbulan untuk pelajar SMP serta Rp180.000 perbulan untuk pelajar SD.
Seiring waktu berjalan, keberadaan KJP dirasa sangat membantu meskipun sang penggagas sudah meninggalkan Jakarta dan digantikan oleh wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama.
Tahun ke tahun berlalu danmemasuki usia ketiga, masalah pun mulai muncul. Tanpa disadari ternyata cukup banyak pemegang KJP yang mulai menyalahgunakan dana yang terdeposit dalam KJP untuk membiayai keperluan pribadi di luar kebutuhan pendidikan.
KJP dipakai beli emas hingga karaoke
Penyalahgunaan KJP baru terungkap pada awal Agustus 2015, saat itu, Bank DKI selaku pihak perbankan yang mengurusi masalah transaksi KJP menemukan indikasi penyalahgunaan KJP.
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Arie Budhiman mengatakan, dari data yang diperoleh Bank DKI, terlihat sejumlah transaksi dan nominal yang digunakan orang tak bertanggungjawab itu.
Transaksi diketahui digunakan pada beberapa toko yang sama sekali tidak berhubungan dengan keperluan pendidikan, seperti karaoke, toko emas, restoran, SPBU dan toko elektronik.
"Dengan adanya fakta-fakta ini kembali memperkuat kebijakan untuk membatasi penarikan tunai terus dilakukan. Kami akan terus sosialisasi. Nilai yang digunakan juga cukup fantastis yakni mencapai Rp700 ribu," ujar Arie.
Baca Juga :
Penyelewengan dana KJP oleh diduga orang tua murid itu, terungkap hanya beberapa hari setelah Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama menginstruksikan kepada Bank DKI untuk menghapus fasilitas transfer dana dari rekening pelajar pemegang KJP.
Bank DKI, juga harus menghilangkan fasilitas penarikan tunai yang bisa dilakukan di beberapa gerai mini market. "Nanti dananya dipakai main-main lagi," ujar Ahok, sapaan akrab Basuki, di Balai Kota DKI saat itu.
Sanksi penyeleweng dana KJP
Ahok dibuat geram dengan ulah tak terpuji penyeleweng KJP itu, melalui Dinas Pendidikan, ia menginstruksikan untuk melakukan penyelidikan untuk mengetahui siapa saja orang yang telah menyalahgunakan dana bantuan itu.
Tak tanggung-tanggung, Ahok juga memerintahkan agar semua nama penyeleweng KJP diumumkan, yang lebih berat lagi, Ahok akan melaporkan pelaku ke kepolisian untuk diproses dengan hukum pidana yang berlaku.
Dalam proses penyelidikan yang dilakukan Dinas Pendidikan DKI, ditemukan 20 pemegang KJP yang terdeteksi menggunakan kartu bantuan pendidikan itu untuk membayar keperluan di luar kebutuhan pendidikan. Dari hasil pemeriksaan akhirnya 19 di antaranya mengakui perbuatannya.
Menangkal penyeleweng KJP
Ahok tak mau hal serupa terulang kembali di kemudian hari, meski sempat mengancam akan melaporkan penyeleweng KJP ke polisi, tapi hal itu belum juga dilakukannya.
Ia memilih untuk menyiapkan cara-cara agar KJP tak bisa lagi dipakai untuk beli emas, bayar bensin hingga menyewa ruang karaoke lagi.
Salah satunya adalah dengan memblokir KJP sehingga nantinya KJP tidak bisa digunakan bertransaksi di sembarang tempat seperti sebelumnya.
Ahok mengatakan, nantinya, KJP hanya akan bisa digunakan pelajar berbelanja di toko-toko perlengkapan sekolah saja. "Kami lagi jajaki kerja sama dengan toko-toko di Pasar Tanah Abang dan Pasar Asemka," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis, 13 Agustus 2015.
Untuk merealisasikan rencana ini, dalam waktu dekat, dia akan menemui jajaran dari salah satu bank swasta, yakni BCA. BCA dipilih karena bank tersebut telah mampu menempatkan mesin
Electronic Data Capture
(EDC) yang dimiliki di hampir seluruh toko di Jakarta.
Mesin-mesin EDC yang disimpan di setiap toko perlengkapan sekolah akan diatur agar bisa menerima KJP yang dikeluarkan oleh Bank DKI. Sementara mesin-mesin EDC di tempat lain dirancang menolak transaksi.
"Kami mau minta BCA ikut kunci supaya KJP hanya bisa dipakai di tempat yang jual alat sekolah," ujar Ahok.
Sementara itu, Dinas Pendidikan DKI Jakarta secara resmi menghentikan pemberian dana KJP kepada 19 penyeleweng KJP yang telah mengakui perbuatannya."
"Keputusannya, dari 20 sudah diklarifikasi, 19 orang yang dihentikan karena salah satu di antara mereka ternyata penggunaannya benar untuk kepentingan sekolah," ujar Kepala Dinas Pendidikan, Arie Budhiman.
Arie mengatakan, motif utama yang diketahui dari orang-orang yang telah menjalani pemeriksaan adalah menggunakan KJP untuk mengambil uang tunai dari mesin EDC (Electronic Data Capture) dan menggunakan uang tunai itu untuk kebutuhan lain.
"Motifnya hampir 60 persen untuk mengambil tunai. Inilah fakta kejadian tahun lalu terjadi lagi sekarang. Ada yang ambil dari mesin ATM ada yang dari EDC," kata Arie. (ren)