Dilema Maskapai Bermodal Cekak
Jumat, 10 Juli 2015 - 04:42 WIB
Sumber :
VIVA.co.id - Sebanyak 13 maskapai penerbangan kini menjadi fokus perhatian Kementerian Perhubungan. Maskapai-maskapai dengan berbagai 'merek' ini mengalami penyusutan modal sepanjang 2014, yang dikhawatirkan bisa mempengaruhi performa mereka.
Kinerja belasan maskapai ini diketahui menyusul aturan Kemenhub yang mewajibkan seluruh maskapai penerbangan yang melintas di langit nusantara menyerahkan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit. Penyerahan laporan paling telat April lalu.
Baca Juga :
Pemerintah mengklaim laporan keuangan akan terkait dengan standar pelayanan hingga keselamatan penerbangan. Dan, Kamis 9 Juli 2015, Kemenhub tanpa tedeng aling-aling merilis 13 maskapai penerbangan yang terbukti memiliki modal negatif.
Ada dua maskapai besar yang masuk dalam rilis tersebut adalah AirAsia Indonesia dan Batik Air. Daftar lengkap maskapai bermodal cekak ini antara lain:
1. AirAsia Indonesia
2. Batik Air
3. Asialink Cargo Airlines
4. Cardig Air
5. Trans Wisata Prima Aviation
6. Survai Udara Penas
7. Eastindo Services
8. Johnlin Air Transport
9. Manunggal Air Service
10. Nusantara Buana air
11. Ersa Eastern Aviation
12. Air Pasifik Utama
13. Tri MG Intra Airlines
Terlihat ironi. Sebab, laporan keuangan negatif belasan maskapai ini terjadi di tengah semakin pesatnya industri penerbangan Tanah Air.
Kementerian Perindustrian menyatakan, industri penerbangan nasional diprediksi berkembang semakin pesat dan padat di masa depan. Asosiasi Pengangkutan Udara Internasional (IATA) memperkirakan Indonesia akan masuk 10 besar pasar penerbangan dunia pada 2020.
Tahun lalu, industri penerbangan nasional memiliki 61 maskapai penerbangan niaga, baik yang beroperasi terjadwal maupun tidak terjadwal.
Populasi pesawat pada tahun 2014 sebanyak 750 pesawat dan diperkirakan melonjak mencapai 1.030 pesawat pada 2017.
Bahkan baru-baru ini PT Garuda Indonesia Tbk juga mencatatkan kesepakatan tunggal terbesar di Paris Air Show. Perusahaan pelat merah ini memesan 60 pesawat Boeing dan 30 pesawat Airbus secara bertahap senilai US$20 miliar, atau sekitar Rp267 triliun.
Selanjutnya... Ultimatum Tambah Modal
Tambah Modal
Berdasarkan UU, Kemenhub kemudian menginstruksikan 13 perusahaan penerbangan tersebut segera menambah modalnya dalam waktu 30 hari ke depan atau akhir Juli.
"Sesuai amanat Undang-undang No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, Kemenhub mewajibkan perusahaan pemegang izin penerbangan komersial untuk menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen kepada Menteri Perhubungan," kata Hadi M Djuraid, Staf Khusus Menteri Perhubungan, dalam keterangannya yang diterima VIVA.co.id, Kamis 9 Juli 2015.
Menurut dia, laporan keuangan tahun 2014 paling lambat harus diserahkan pada 29 Mei 2015. Perusahaan penerbangan yang belum menyerahkan laporan keuangan pada tanggal tersebut diberi kesempatan selama 30 hari hingga 30 Juni 2015, dengan syarat menyerahkan surat pernyataan dari kantor akuntan publik.
Seluruh pemegang izin penerbangan komersial baik berjadwal dan tidak berjadwal telah menyerahkan laporan keuangan tahun 2014 audited pada 30 Juni 2015.
"Kemenhub menilai ekuitas negatif berpotensi menimbulkan permasalahan pada operasi perusahaan, termasuk dalam kaitannya dengan standar pelayanan dan keselamatan penerbangan," ujarnya.
Atas dasar itulah Kementerian Perhubungan menempuh kebijakan sebagai berikut, pertama memberi kesempatan selama 30 hari kepada perusahaan penerbangan beraangkutan untuk melakukan penambahan modal agar ekuitas perusahaan positif.
Kedua, apabila sampai tanggal 31 Juli 2015 penambahan modal tidak bisa dilakukan, sehingga ekuitas tetap negatif, Kemenhub akan menempuh langkah sebagai berikut, melakukan review dan mencermati secara khusus pengajuan izin rute baru oleh ke-13 perusahaan.
Kemudian, meminta ke-13 perusahaan mempresentasikan business plan untuk memastikan perusahaan penerbangan bersangkutan memiliki rencana yang jelas dalam menyehatkan ekuitas perusahaan.
"Pada intinya Kemenhub akan membantu dan mendukung ke-13 perusahaan penerbangan untuk menyehatkan permodalannya sehingga bisa beroperasi secara sehat, dalam rangka menjaga standar pelayanan dan keselamatan sesuai ketentuan yang berlaku," kata Hadi.
AirAsia Membantah
Masuk dalam daftar maskapai kekurangan modal, AirAsia Indonesia segera membantah. Perusahaan yang menggawangi tarif murah ini menegaskan, tidak pernah mengalami kesulitan finansial sejak awal berdiri pada tahun 2004.
AirAsia Indonesia mendapatkan pendanaan penuh dari pemegang saham melalui komposisi ekuitas yang beragam, uang muka dari pemegang saham, dan didukung laporan neraca keuangan AirAsia Berhad yang kuat.
"Pemegang saham kami selalu dan akan senantiasa memberikan komitmen penuh terhadap operasional perusahaan. Dan kami hendak menekankan bahwa kegiatan operasional AirAsia Indonesia tetap berjalan dengan normal dan adanya spekulasi bahwa izin operasional akan dibekukan tidaklah akurat," kata Presiden Direktur AirAsia Indonesia, Sunu Widyatmoko, dalam keterangan resminya yang diterima VIVA.co.id, Kamis 9 Juli 2015.
Menurut dia, tingkat ekuitas tidak pernah menjadi sebuah isu, mengingat perusahaan mendapatkan pendanaan penuh dari berbagai sumber.
Hal ini tidak pernah menjadi suatu kompromi akan komitmen penuh AirAsia terhadap standar keselamatan penerbangan global dan praktik terbaik dalam kegiatan operasional perusahaan.
AirAsia Indonesia akan terus melakukan komunikasi aktif dengan Kemenhub, untuk memastikan arahan kebijakan terpenuhi.
"Kami memiliki fundamental bisnis yang kuat didukung dengan arus kas yang positif pada kuartal I 2015," ujarnya.
Secara terpisah, AirAsia Berhad sebagai pemegang saham telah mengumumkan rencana untuk meningkatkan modal saham AirAsia Indonesia, antara lain dengan melakukan penjualan saham perdana (IPO) AirAsia Indonesia dalam rangka memenuhi rencana pertumbuhan di Indonesia.
"Dalam setiap waktu AirAsia Indonesia terus beroperasi dalam koridor hukum Indonesia," kata Sunu.
Di sisi lain, AirAsia Indonesia menyambut baik klarifikasi yang diberikan oleh Kemenhub terkait dukungan terhadap 13 maskapai dalam meningkatkan ekuitas.
“Kami hendak mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Perhubungan atas klarifikasi yang telah diberikan terkait langkah-langkah yang akan dilakukan oleh kementerian dalam membina seluruh maskapai yang sebelumnya masuk ke dalam daftar perusahaan dengan nilai ekuitas negatif," kata Sunu.
Menurut Sunu, AirAsia Indonesia saat ini tengah menyusun rencana bisnis dalam meningkatkan nilai ekuitas dan akan mempresentasikan ke Kementerian sebelum akhir bulan ini.
Sunu memastikan AirAsia Indonesia tidak pernah berkompromi dengan keselamatan penerbangan dan kualitas layanan kepada pelanggan.
"Kami akan terus menjaga kualitas layanan terbaik dan memenuhi standar keselamatan penerbangan dunia. AirAsia berkomitmen untuk bekerja sama dengan regulator dalam meningkatkan kualitas industri penerbangan di Indonesia dan sektor-sektor berkaitan lainnya,” ujar dia. (umi)