Mafia Jerat Warga Jakarta Hingga ke Kuburan

Lahan Pemakaman di DKI Akan Ditambah
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id
- Ada-ada saja ulah oknum yang tak bertanggung jawab. Warga yang kesusahan pun menjadi mangsanya. Hingga akhir hayat, hidup di Jakarta nyatanya tak bebas dari masalah. Lahan pemakaman pun menjadi pundi-pundi uang. Mereka menjadi "mafia kuburan".


Kondisi ini terjadi di Jakarta Timur. Di wilayah ini, tempat pemakaman umum (TPU) sudah semakin sempit. Situasi ini pun dimanfaatkan mafia kuburan untuk mengais rupiah. Untuk mendapatkan lahan seluas 2x1 meter, ahli waris harus membayar jutaan rupiah. Uang itu belum termasuk perpanjangan kontrak makam.


Untuk menindak tegas para mafia kuburan yang semakin meresahkan warga ini, Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman, Nandar Sunandar, berjanji akan meningkatkan pengamanan di TPU. Dia juga mengimbau masyarakat untuk tidak menggunakan jasa calo di sekitar TPU.


"Selain petugas biasanya juga ada penjaga yang sudah lama tinggal di sana yang menyelewengkan wewenang. Kami sudah lakukan penertiban, tapi tiga hari mereka balik lagi. Makanya kami juga akan perkuat pengamanan TPU," ujar Nandar di Balai kota, Rabu, 21 Januari 2015.


Jika tertangkap, mafia kuburan itu akan ditindak tegas. Para mafia kuburan itu dapat diancam sanksi pidana penjara maksimal 2 bulan atau denda paling besar Rp20 juta.


"Mereka bisa kena Pasal 27 Perda Nomor 8 tahun 2007. Kalau pelakunya PNS, bisa langsung distafkan atau dipecat. Tidak ada kompromi," kata Nandar.


Nandar mengimbau, apabila masyarakat menemukan pungutan liar semacam itu, untuk melaporkan segera ke pihak berwenang atau Pemprov DKI Jakarta.


Retribusi lewat online

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, mengatakan, Untuk memberantas para oknum tersebut, dia mengusulkan pembayaran retribusi pemakaman melalui online.


“Kita akan bikin pembayaran online saja biar tidak ada lagi oknum. Saya sudah minta dinas untuk mengupayakan penerapannya. Bulan ini harus sudah diurus,” kata Ahok.


Anggota Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Muhammad Sanusi, bahkan meminta Ahok merevisi Perda untuk menggratiskan biaya retribusi pemakaman. “Ini perda yang mau kami uji revisi,”  kata Sanusi, saat ditemui di Gedung DPRD.


Sanusi juga mengimbau Dinas Pertamanan dan Pemakaman memiliki
pilot project
antipremanisme di kawasan pemakaman. Dalam peraturan daerah yang telah berlaku, orang miskin tidak dikenakan biaya retribusi apa pun. Namun pada kenyataannya orang miskin juga harus bayar.


"Per mayat itu kurang lebih Rp800 ribu,” kata Sanusi.


Menurut dia, pungutan liar ini terjadi karena kurangnya sosialisasi masyarakat tentang tarif retribusi pemakaman. Karenanya dia meminta Gubernur untuk mensosialisasikan hingga ke lurah. "Bila perlu umumkan di televisi bahwa orang Jakarta yang dianggap tidak mampu itu gratis biaya pemakamannya," katanya.


Berdasarkan  Peraturan Daerah (Perda)  nomor 1 tahun 2006 pasal 111 tentang,  tarif retribusi pemakaian lahan di TPU di Jakarta disebutkan bahwa:

Sewa tanah makam untuk jangka waktu 3 tahun.

a. Blok AAI dikenakan biaya sebesar Rp100 ribu
b. Blok AAII dikenakan biaya sebesar Rp80 ribu
c. Blok AI dikenakan biaya sebesar Rp60 ribu
d. Blok AII dikenakan biaya sebesar Rp40 ribu
e. Blok AIII tidak dikenakan biaya

Lahan sempit

Di Taman Pemakaman Umum (TPU) Jeruk Purut, Jakarta Selatan setiap keluarga yang ingin memakamkan keluarganya di TPU ini, harus rela sanak saudaranya dimakamkan dengan cara ditumpuk dengan jenazah lain yang terlebih dahulu telah dimakamkan.


Menurut Kepala TPU Jeruk Purut, Bambang Subiakto, di TPU itu hanya tersedia 10.269 petak lahan makam. Namun, kini jumlah jenazah yang sudah dimakamkan mencapai 10.865.


"Lahan sudah sangat kritis karena terlalu banyak yang dimakamkan di sini sampai-sampai banyak orang yang meninggal dimakamkan secara tumpang," kata Bambang kepada
VIVA.co.id.

Bambang menuturkan, makam yang ditumpang oleh beberapa jenazah biasanya merupakan makam yang masih ada hubungan keluarga.


"Biasanya makam yang sudah berusia lebih dari 3 tahun, baru bisa ditumpang dengan jenazah yang baru," jelas Bambang.


Selain lahan makam yang mulai habis, kini TPU Jeruk Purut juga terancam "tenggelam". Sebab, salah satu kavling yakni di kavling AA2, selalu terendam banjir di musim hujan.


"Banjir rutin terjadi, apalagi kalau air Kali Krukut sudah meluap," papar Bambang.


Tak ada yang bisa dilakukan Bambang untuk mengantisipasi agar makam tak lagi terendam banjir.


"Saya berharap pemerintah bisa membangun turab agar luapan Kali Krukut tidak menggenangi makam," ujarnya.


Siti Indah Lucanti