Banyak Proyek Besar di Irak
- VIVAnews
VIVAnews - Irak. Negara yang kerap dilanda peperangan ini mulai berbenah. Negara pimpinan Presiden Fuad Masum itu pun membuka pintu bisnis bagi pengusaha-pengusaha di luar negaranya. Tak terkecuali Indonesia.
Tak hanya minyak yang menjadi andalan Irak. Menurut Duta Besar RI untuk Republik Irak Safzen Noerdin, sektor lainnya pun menjanjikan untuk digarap, seperti: listrik, jalan, gedung, jembatan, dan lain sebagainya.
Pada masa kampanye pemilihan presiden, Juli lalu, Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan niatnya untuk menjadikan duta besar sebagai garis depan dalam hal perdagangan. Bagaimana pengalaman Safzen dalam menjalankan tugasnya sebagai duta besar, menjadi masukan penting untuk menilai sejauh mana keinginan Jokowi dapat diwujudkan.
Saat ditemui wartawan VIVAnews, Adrianus Mandey dan Santi Dewi, di Hotel Borobudur, medio Oktober lalu, Noerdin menjelaskan salah satu peluang bisnis di sana adalah pembangunan kilang minyak. Meski kaya akan minyak, "Irak tidak punya kilang," kata Noerdin.
Namun, ada saja hambatan bagi pengusaha Indonesia untuk mengeruk keuntungan di sana. Salah satunya adalah regulasi perbankan yang kadang menyulitkan.
Pria kelahiran Kruengsabe, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), 25 Januari 1952 itu mulai bertugas di Baghdad sebagai Dubes pada Maret 2012. Sebelum terjun di bidang diplomasi, dia merupakan Komandan Korps Marinir TNI Angkatan Laut. Pangkat terakhir yang dia emban yakni sebagai letnan jenderal.
Pengalamannya di bidang militer selama 37 tahun membuat Safzen begitu jeli dalam menganalisis dan menilai pergerakan ISIS, kelompok militan Negara Islam yang kini berkembang di Irak dan Suriah.
Namun, tugasnya di Irak tak hanya soal ISIS. Dia bersama perwakilan Indonesia di sana berupaya membuka saluran dan peluang bisnis bagi pengusaha Indonesia. Berikut wawancara VIVAnews dengan Noerdin:
Trade Expo Indonesia 2014 baru diadakan. Bidang apa saja yang bisa dijadikan lahan investasi di Irak, selain minyak?
Di sana proyek-proyek milik pemerintah. Di sana untuk mencari orang kaya seperti sekelas Tommy Winata di sini, tidak ada. Jadi, sebenarnya di sana, ada proyek-proyek listrik.
Buat Indonesia, untuk memperoleh satu proyek ini tidak sulit, karena banyak. Selain itu, mereka juga memfokuskan untuk membangun kilang minyak, karena mereka tidak punya. Minyaknya banyak, tapi tidak memiliki kilang. Jadi, mereka sangat butuh itu.
Kemudian, di sana juga membutuhkan pembangunan jalan, gedung, dan jembatan. Sayang, proyek itu malah diambil Korea Selatan, termasuk listrik tenaga air. Sesungguhnya, banyak proyek-proyek besar di sana.
Saya merasa kecewa, karena ada kasus, salah seorang pengusaha asal Indonesia sudah memenangkan tender, sudah berpeluang.
Jadi, karena dengan melihat kehadiran pengusaha itu dan ada saya selaku dubes, Pemerintah Irak akhirnya mau kasih satu proyek. Tapi sayangnya, pengusaha Indonesia kesulitan untuk mencari uang jaminan dari bank. Tidak ada yang mau. Itu yang sedih.
Tanggapan Anda soal kebijakan Presiden Joko Widodo yang ingin mengoptimalkan fungsi dubes untuk bisa meningkatkan perdagangan luar negeri?
Sebenarnya hal itu sudah dilakukan oleh para dubes. Contoh di tempat saya, ada TEI, saya pergi ke beberapa provinsi untuk mengajak para pengusaha. Tetapi, terkadang tidak imbang dengan kelanjutannya.
Sekarang contoh, saya bilang ke pemerintah di sini, di Irak ada event Baghdad Fair. Saya meminta supaya pengusaha Indonesia untuk ikut. Ada sedikit dana dan akan saya turunkan untuk menyewa hall di sana. Saya minta tolong agar difasilitasi. Namun, malah direspons: belum termasuk prioritas.
Contoh kedua, ada proyek besar di kota Basra, yakni pembangunan tenaga listrik 2.000 megawatt. Padahal, Pemerintah Irak sudah memberikan lampu hijau agar proyek tersebut diambil Indonesia. Sayangnya, belum ada bank di sini yang mau memberikan jaminan.
Alasannya apa?
Alasannya karena mata uang dolar masih dikuasai AS. Saya katakan kepada perwakilan bank di sini, bahwa itu aturan lama. Karena AS juga memiliki kepentingan di Irak.
Beberapa waktu lalu, saya bertemu dengan Dirut Bank Mandiri dan meminta kalau ada rapat dengan para pengusaha, tolong perwakilan bank juga ikut hadir.
Ada juga yang alasannya karena ada pembatasan. Tetapi buktinya negara lain seperti Korsel dan China sudah bisa. Sementara, Pertamina kan juga sempat dapat proyek di sana dan bisa bayar.
Rasanya seperti tidak didukung. Maksud saya, pemerintah di sini, tolong pedulilah.
Saat ini saya sedang menunggu, kapan mungkin ada semacam raker, di mana Presiden Jokowi akan memberikan arahan, maka saya ingin sekali bisa berbicara mengenai peluang bisnis di sana.
Saat ini yang menjadi salah satu kendala, yaitu belum ada penghindaran pajak ganda. Absennya aturan ini menjadi saingan bagi negara lain.
Irak ini punya piutang terhadap Indonesia senilai US$70 juta atau Rp841 miliar. Saya sudah pelan sekali masuk, agar utang itu bisa dibayarkan, dan kini Gubernur Bank Sentral Irak sudah mengiyakan. Namun, kenyataannya satu pun tidak ada yang mau berangkat dari Indonesia.
Saya sampai tidak habis pikir dan bertanya mengapa tidak ada yang menagih ke sana. Mereka mengaku takut untuk datang ke Irak. Tapi, takutnya bukan karena kemunculan kelompok Negara Islam (ISIS). Ketakutan itu sudah muncul tahun 2012 lalu. Saya sudah berkali-kali datang ke mari untuk rapat.
Tempo lalu, saya meminta agar satu tim kecil dikirim lebih dulu ke Irak paling tidak untuk membuka pintu. Dulu, ketika Irak dikenai embargo, Indonesia turut membantu memasok barang-barang dan kini sedang dijumlah.
Saya sudah mengatakan kepada Pemerintah Irak, supaya mereka membayar utang mereka penuh, karena Indonesia bukan termasuk anggota Paris Club. Hal tersebut juga sudah dibahas dalam Sidang Komisi Bersama tahun 2010 dan disetujui.
Saya sudah meminta berkali-kali agar tim dari Indonesia ikut hadir. Nanti, apabila mereka tidak mau membayarkan dalam bentuk uang cash, kita ambil minyaknya juga boleh.
Saya malah berpikir, persoalan terbesar itu ada di Indonesia. Misalnya pameran yang saya sebut tadi. Contoh lainnya, misal fun trip dengan mengajak wartawan Irak untuk datang ke Indonesia. Penduduk Irak kan cukup sering bepergian ke Turki dan beberapa negara Eropa. Mereka itu bangga sekali kalau disebut Indonesia.
Walaupun saya memang tidak bisa menutup mata, ada oknum satu atau dua orang yang nakal dan ingin lari ke Australia. Saya tanya balik memang berapa persen yang ingin menggunakan kesempatan itu? Kenapa karena masalah itu, lalu ingin menutup segalanya?
Saya kadang bermasalah dengan pihak imigrasi. Sebab, mereka sering menghentikan orang Irak yang ingin berkunjung ke Indonesia. Saya kebetulan pernah mengalami sendiri, ketika sedang pulang ke Indonesia, lalu di depan saya ada warga Irak. Lalu, dia dibawa ke ruang gelap oleh petugas imigrasi.
Saya ikuti orang itu dan tanya kepada petugas imigrasi. Saya katakan saya Dubes RI di Irak dan yang berwenang untuk mengeluarkan visa bagi orang ini.
Baru-baru ini ada orang Irak yang ditangkap di Indonesia karena ingin mencari suaka. Saya memang akui, masih ada kelemahan sehingga ada warga Irak yang memanfaatkan visa dan lolos. Di sini kan juga ada sindikat, agar bisa menyeberang ke Australia. Modusnya, dengan membayar sejumlah dana dan masuk ke dalam perlindungan Badan Pengungsi PBB (UNHCR).
Itulah beberapa kendala yang dihadapi. Namun, tidak semua warga Irak begitu. Ada beberapa pengusaha yang serius dan ingin memesan rempah-rempah dari Indonesia.
Irak memiliki potensi paling besar untuk dijadikan lahan investasi di bidang minyak. Sementara Indonesia butuh minyak. Itulah sebabnya saya merasa sedih, karena apa yang telah diupayakan sejak lama, kandas begitu saja, karena di Indonesia tidak sambut positif.
Ada berapa ladang minyak yang bisa dijadikan lahan untuk kerja sama?
Bukan ladang minyak yang dikerjasamakan, karena pengusaha Indonesia nanti tidak kuat. Di Irak, 100 ribu hingga 200 ribu barel minyak per hari dianggap kecil dan tidak perlu dilelang.
Yang dilelang itu yang kapasitas 1 juta barrel per hari. Pengusaha Indonesia tidak ada yang kuat. Pertamina saja hanya mengambil 10 persen sahamnya PT Exxon Mobil di kota Al-Qurnah.
Sementara, kenyataan yang ada, Irak butuh kilang. Daripada Indonesia malah terus mengimpor minyak dari luar, bangun dong kilang minyak milik kita sendiri. Terakhir, kilang minyak yang dimiliki berasal dari Balongan.
Irak juga memberikan dukungan untuk penggunaan minyak mentahnya, entah selama 20 atau 30 tahun. Irak sendiri sudah berniat untuk ikut bantu berinvestasi. Tetapi, sepertinya ada pihak di Tanah Air yang menilai hal itu tidak menarik. Buat oknum itu lebih menarik jika membeli minyak dari luar Irak.
Di Irak, saya sampai disebut dubes yang getol dan sudah tidak memiliki rasa malu. Tujuannya supaya bisa memperoleh proyek itu demi membantu Indonesia.
Namun, proyek yang dipegang Pertamina itu sudah tidak lagi. Sisanya tinggal kepemilikan saham bersama di PT Exxon Mobil.
Tapi hasil acara TEI yang lalu, apakah ada kesepakatan tertentu?
Saya tidak dengar seluruhnya. Tetapi memang ada beberapa, antara lain dengan PT Indorama untuk proyek polyester. Mereka juga sedang membicarakan mengenai proyek kabel dengan PT Voksel Electric Tbk, arang untuk sisha. Arang Indonesia sangat dikenal bagus.
Seberapa terkenal Indonesia di Irak?
Indonesia dikenal sebagai negara Muslim yang terbesar. Oleh sebab itu, mereka berharap sekali Indonesia bisa ikut berinvestasi. Wakil presidennya sampai mengatakan, mengapa dolar mereka hanya dikonsumsi oleh orang barat terus dan bukan dari kaum Muslim?
Kedua, mereka mengaku banyak kecewa dengan produk China, sementara produk buatan Indonesia diakui kualitasnya lebih baik. Produk-produk Indonesia yang masuk ke Irak, antara lain mebel. House of Java di sana kan menjual mebel buatan Jepara.
Saya kagum karena ada sebuah meja makan yang tebuat dari kayu jati dan laris diburu orang. Padahal, harganya mencapai US$12 ribu atau setara Rp144 juta.
Berapa produksi minyak Irak per hari?
Angkanya mencapai 3 juta barel per hari. Nantinya, akan mencapai 7 juta per hari pada tahun 2015. Irak sudah sangat ingin membantu orang-orang yang pakai minyak Irak.
Saya terus meminta agar minyak tidak hanya diklaim oleh Pertamina saja, tetapi juga oleh perusahaan swasta. Maksud saya, dengan Indonesia berinvestasi minyak di Irak dan harganya bersaing, bukankah jauh lebih menghemat? Itu harapan kami.
Irak juga menganggap seharusnya kerja sama yang dijalin dengan Indonesia bisa lebih erat. Sementara Malaysia yang tidak memiliki Kedutaan di Irak, malah bisa menempatkan investasi dari Petronas.
Berapa banyak minyak mentah yang diambil Indonesia dari Irak?
Belum ada. Baru Pertamina kemarin saja yang berhasil tahun 2013. Hanya 35 ribu barel per hari. Namun, saya tidak tahu lagi pelaksanaannya, karena setelah itu saya tidak diinformasikan kembali.
Apa harapan Anda terhadap pemerintahan baru?
Saya rasa apa yang dikatakan Presiden Jokowi sudah tepat, yakni dengan berkonsentrasi bagaimana memajukan perdagangan Indonesia. Adanya kami di luar negeri kan fungsinya untuk itu. Namun, kami berharap, respons di dalam negeri juga seirama. Jadi, apa yang kami perjuangkan di sana, turut didukung oleh pemerintah di dalam negeri. (aba)