Camat, Lurah, Ketua RT Dikerahkan Ganyang Narkoba, Seberapa Efektif?
Minggu, 30 Juni 2013 - 22:28 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Muhamad Solihin
Vivanews -- Warga Jakarta harap bersiap. Dalam waktu dekat pemerintah provinsi akan melakukan inspeksi mendadak. Seluruh perangkat pemerintah dikerahkan habis-habisan. Para camat, lurah, ketua RW, ketua RT. Mereka akan memantau secara ketat semua warga, yang terindikasi memakai barang laknat itu. Dengan pengawasan ketat seperti ini, diharapkan bisa mempersempit ruang gerak peredaran barang haram itu.
Cara baru memberantas narkoba itu disampaikan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dalam acara Diskusi Panel dengan tajuk 'Peran Jajaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Mendukung Program Rehabilitasi Pecandu Narkoba' bersama BNN di Balai Kota Jakarta, Minggu, 30 Juni 2013.
Semua stuktur pemerintah harus dilibatkan, sebab dalam soal narkoba Jakarta memang sudah gawat darurat. Mei lalu, Gubernur Joko Widodo menyampaikan bahwa berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) penguna barang haram itu mencapai 7 % dari jumlah penduduk. Sekitar 491.000 orang. Jumlah yang tentu saja mencemaskan dan memerlukan cara-cara yang massif dalam pemberantasannya. Salah satunya adalah melibatkan semua perangkat pemerintahan sampai tingkat RT.
Ahok menegaskan bahwa semua Ketua RT diperintahkan untuk langsung melaporkan ke Badan Narkotika Nasional (BNN) apabila ada warganya yang terindikasi narkoba. "Para ketua RT dan RW adalah yang paling tahu bagaimana keadaan warga dan dapat langsung memonitor," kata Ahok. Lebih cepat mengetahuinya lebih cepat pula mereka masuk rehabilitasi.
Dia mengungkapkan bahwa seluruh Puskesmas di DKI sudah memiliki program pendukung rehabilitasi bagi pecandu narkoba. "Jadi yang penting kalau memakai narkoba, lapor puskesmas, RT/RW. Jadi yang kami benci narkobanya, orangnya kami sayang. Itu hal yang harus dibebaskan," ucapnya.
Baca Juga :
Cara baru memberantas narkoba itu disampaikan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dalam acara Diskusi Panel dengan tajuk 'Peran Jajaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Mendukung Program Rehabilitasi Pecandu Narkoba' bersama BNN di Balai Kota Jakarta, Minggu, 30 Juni 2013.
Semua stuktur pemerintah harus dilibatkan, sebab dalam soal narkoba Jakarta memang sudah gawat darurat. Mei lalu, Gubernur Joko Widodo menyampaikan bahwa berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) penguna barang haram itu mencapai 7 % dari jumlah penduduk. Sekitar 491.000 orang. Jumlah yang tentu saja mencemaskan dan memerlukan cara-cara yang massif dalam pemberantasannya. Salah satunya adalah melibatkan semua perangkat pemerintahan sampai tingkat RT.
Ahok menegaskan bahwa semua Ketua RT diperintahkan untuk langsung melaporkan ke Badan Narkotika Nasional (BNN) apabila ada warganya yang terindikasi narkoba. "Para ketua RT dan RW adalah yang paling tahu bagaimana keadaan warga dan dapat langsung memonitor," kata Ahok. Lebih cepat mengetahuinya lebih cepat pula mereka masuk rehabilitasi.
Dia mengungkapkan bahwa seluruh Puskesmas di DKI sudah memiliki program pendukung rehabilitasi bagi pecandu narkoba. "Jadi yang penting kalau memakai narkoba, lapor puskesmas, RT/RW. Jadi yang kami benci narkobanya, orangnya kami sayang. Itu hal yang harus dibebaskan," ucapnya.
Dan untuk program penanggulangan narkoba itu sudah dianggarkan di puskesmas-puskesmas. "Sampai kalau membawa bekas jarum, ditukar jarum yang baru, kami ada programnya, jangan sampai kena HIV. Kami akan lakukan revitalisasi," tegas Ahok.
Camat dan lurah dites urin
Pemerintah DKI tampaknya memang serius memberantas narkoba ini. Sebagai langkah awal, 'sweeping' narkoba dilakukan lebih dulu kepada para pimpinan wilayah. Camat dan lurah. Usai diskusi di Balai Kota itu, Ahok minta seluruh lurah dan camat yang baru terpilih lewat lelang jabatan itu untuk tes urin.
Menurut dia, tes urin bagi para pejabat DKI sangat diperlukan karena mereka merupakan ujung tombak pemerintah dalam memberantas penyalahgunaan dan peredaran narkoba di masyarakat. Ke depannya dia berharap para camat dan lurah lebih peduli terhadap lingkungan dan warganya. "Persoalannya sekarang bapak-bapak dan Ibu-ibu ini tidak peduli. Semoga kesempatan ini bermanfaat, setelah keluar dari sini, Anda semua menjadi peduli pada masalah penyalahgunaan narkoba," ujarnya.
Mantan Bupati Belitung itu mengaku ide tes urin untuk lurah dan camat ini dilakukan secara spontan. Jika ada yang terbukti positif menggunakan narkoba, bukan tidak mungkin akan dicopot dari jabatannya. Pejabat yang terbukti memakai narkoba harus direhabilitasi. "Mungkin jangan jadi lurah atau camat dulu," ujarnya.
Camat Menteng Bondan Dyah Ekowati, mengatakan selama ini hanya ada tes kesehatan saja bagi pejabat DKI. "Tes narkoba belum ada. Ini bagus untuk memeriksa bahwa si aparat itu bersih atau tidak dari narkoba, karena sebagai aparat harus mencontohkan yang baik kepada warganya," ujar Dyah.
Di Kecamatan Menteng, kata Dyah, ada beberapa kawasan merah yang disinyalir sebagai daerah rawan narkoba. Antara lain, Menteng Jaya, Menteng Tenggulun, Anyer, Tambak, dan Kali Pasir. Dyah mendukung upaya penyembuhan melalui rehabilitasi bagi para pecandu narkoba. Selama ini ia mengaku kerap memperhatikan kinerja Puskesmas Menteng dalam menangani pasien penyalahgunaan narkoba.
Sementara, Lurah Manggarai, Nugaraharyadi, terkejut saat langsung dites urin hari ini juga. "Pas baru masuk langsung dibilang tes urin. Saya sebelum masuk tadi buang air kecil dulu. Jadi tadi menunggu dulu satu jam sebelum tes urin. Karena minum dulu," katanya.
Menurutnya, saat ini masyarakat pengguna narkoba di Manggarai sudah mulai berkurang. "Saya baru Sabtu kemarin bertemu seluruh RT/RW di Manggarai. Saya dengar kabar, ada beberapa tapi sudah jauh berkurang untuk bahaya narkoba," kata dia.
Empat juta orang gunakan narkoba
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Anang Iskandar, menegaskan bahwa pengguna narkoba harus diselamatkan melalui upaya rehabilitasi. Jika ada yang tertangkap, harus dianalisa terlebih dalu apakah hanya pengguna atau sekaligus sebagai pengedar. "Jika dia pengedar, ya memang harus di penjara, tetapi jika hanya pengguna harus direhabilitasi," kata Anang.
Peredaran dan penyalahgunaan narkoba di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. BNN mencatat ada sekitar 4 juta orang Indonesia sudah menggunakan narkoba dengan berbagai jenis dan cara. Pada tahun ini, Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) DKI Jakarta memprediksi jumlah pengguna yang ketergantungan narkoba meningkat 0,15 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Berdasarkan data BNNP, jumlah pengguna dan orang yang ketergantungan narkoba di wilayah DKI Jakarta pada tahun 2012 mencapai 300 ribu jiwa, tersebar di semua wilayah Jakarta ditambah Kabupaten Kepulauan Seribu.
Artinya, dengan prediksi kenaikan sekitar 0,15 persen, akan ada tambahan sekitar 75-100 orang pengguna baru yang tergantung dengan barang haram itu. Adapun pengguna terbesar barang haram ini adalah kalangan pelajar lalu diikuti pekerja usia muda dengan rentang usia dari 15-30 tahun.
Peredaran dan penggunaan narkoba paling tinggi di wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat. Hal itu dikarenakan jumlah tempat hiburan serta hotel yang bisanya dijadikan tempat transit di dua wilayah ini cukup banyak dibandingkan wilayah lainnya. Selain itu, Jakarta Barat merupakan jalur yang paling dekat dari bandara menuju pusat Jakarta.
Di Jakarta, jumlah korban narkoba yang sedang menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan (lapas) atau rumah tahanan (rutan) juga tidak sedikit. Data per April 2013, yang berstatus bandar atau pengedar sebanyak 6.688 orang. Sedangkan yang menjadi pengguna narkoba sebanyak 3.746 orang. Totalnya 10.434 orang.
Berdasarkan penelitian BNN dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia, tahun 2011 terjadi kenaikan jumlah penyalahgunaan narkoba di ibukota. Tercatat pada tahun 2008 hanya sebanyak 4,1 persen dari jumlah penduduk, menjadi 7 persen atau sekitar 491 ribu orang di tahun 2011. Jumlah tersebut urutan pertama dari 33 provinsi di Indonesia.
Sebesar 63 persen dari total penyalahgunaan narkoba di Jakarta adalah pemakai ganja, 20 persen sabu-sabu, dan 13 persen adalah pemakai ekstasi. "Ancaman penyalahgunaan narkoba dapat terjadi di berbagai lapisan masyarakat tanpa membedakan strata sosial, ekonomi, usia, maupun tingkat pendidikan," kata Anang menambahkan.
Karena itu BNN mendorong setiap pemerintah daerah memiliki tempat rebahilitasi masing-masing. Sehingga pengguna bisa direhabilitasi di lokasi yang berdekatan dengan tempat tinggal. Di Jakarta sendiri baru ada di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Duren Sawit. "Kami ingin rumah sakit di Indonesia ini ada tempat rehabilitasi, sehingga masyarakat di wlayah tersebut dengan mudah rehab," ucapnya.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Dien Emmawati, mengaku selain di RSUD Duren Sawit, sebanyak 11 puskesmas di Jakarta juga telah membuka pelayanan metadon. Pelayanan tersebut bisa membantu terapi penyembuhan dari penggunaan narkoba. Ke sebelas puskesmas tersebut yakni di puskesmas Gambir, Kemayoran, Joharbaru, Koja, Tambora, Tebet, Jatinegara, Tanjungpriok, Tamansari, Cengkareng, dan Kalideres.
Ke depan, lanjut Dien, instansinya akan menambah puskesmas yang melayani pengobatan metadon, yakni di Puskesmas Kebayoranlama, Jagakarsa, Pesanggrahan, dan Cempakaputih. "Dalam sehari ada 150 pengguna yang dilayani. Kami akan tambah lagi, tahun ini selesai. Tinggal melakukan pelatihan terhadap dokter," ujarnya.