Kompol Novel Baswedan, Cucu Pendiri Republik yang Diburu Polri
- Facebook Novel Baswedan
VIVAnews – Minggu 7 Oktober 2012 pagi. Ribuan orang berpakaian hitam-putih menyemut di Bundaran Hotel Indonesia. Spanduk-spanduk bertebaran, di antaranya bertuliskan “Save KPK”, juga spanduk berisi pertanyaan nyelekit yang diajukan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, “KPK: Ke mana Presiden Kita?”
Massa yang mengatasnamakan diri “Semut Rangrang” menghadap ke sebuah panggung, tempat Slank, Once, dan seniman lain bernyanyi, juga para tokoh dan perwakilan massa berorasi.
Acara tersebut, konser bertajuk “Save KPK”, adalah lanjutan aksi di gedung Komisi Anti Korupsi pada Jumat malam 5 Oktober 2012 hingga Sabtu dini hari. Tujuannya, memprotes keras tindakan puluhan polisi yang hendak menangkap Komisaris Pol. Novel Baswedan, salah satu penyidik terbaik KPK. Selain gerakan #SaveKPK, di Twitter juga muncul gerakan moral menyelamatkan Novel, dengan hashtag #SaveNovel.
Upaya penangkapan Novel jadi sorotan karena itu hanya terjadi beberapa jam setelah Inspektur Jenderal Pol. Djoko Susilo, jenderal bintang dua aktif yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi simulator SIM, beranjak dari Gedung KPK.
Oleh Polda Bengkulu, tempat Novel pernah bertugas, Novel dibidik memakai kasus pidana penembakan tahanan yang terjadi pada tahun 2004 alias delapan tahun lalu. Kenapa baru sekarang, polisi berdalih sekonyong-konyong ada laporan masuk dari korban dan LSM.
Tak pelak, dugaan kriminalisasi KPK oleh Polri pun kembali merebak.
“Ini adalah pemberantasan korupsi melawan koruptor. Yang kita perangi adalah koruptor bukan institusi Polri,” kata Rektor Universitas Paramadina, Prof. Anies Baswedan, yang juga sepupu Komisaris Novel Baswedan, dalam orasinya Minggu siang.
Cucu pendiri Republik
Tak banyak yang tahu, Komisaris Novel Baswedan adalah cucu pendiri Republik ini, Abdurrahman Baswedan. AR Baswedan--demikian ia biasa disapa--adalah jurnalis, pejuang kemerdekaan Indonesia, diplomat dan juga sastrawan Indonesia. Dia pernah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha dan Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), dan Anggota Dewan Konstituante. Tak kalah penting, AR Baswedan adalah salah satu diplomat pertama Indonesia yang turut berperan mendapatkan pengakuan de jure dan de facto pertama bagi eksistensi Republik Indonesia, yaitu dari Mesir.
Novel adalah penyidik yang berperan penting dalam mengungkap kasus dugaan korupsi proyek simulator ujian SIM Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri. Dia juga yang menyidik skandal korupsi yang melibatkan mantan Bendahara Partai Demokrat, M. Nazaruddin, yang kemudian menyeret banyak tokoh penting di Republik.
Juga patut dicatat, pria kelahiran Semarang, Jawa Tengah, itu juga adalah salah satu dari lima penyidik yang memilih bertahan di KPK, saat Polri memutuskan menarik 15 penyidiknya yang diperbantukan di KPK.
Novel, perwira lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1998, pernah bertugas di Polres Bengkulu pada 1999-2005. Pada tahun 2004, terjadi kasus penembakan terhadap enam pencuri sarang burung walet di Bengkulu. Kala itu Novel menjabat Kasatserse Polres Bengkulu. Salah seorang di antara enam tersangka itu akhirnya tewas. Setahun kemudian, Novel ditarik ke Jakarta dan ditugaskan sebagai penyidik KPK dari unsur Polri.
Kasus itulah yang kini dijadikan alasan tim Polri melurug KPK.
Menanggapi tindakan Polri itu, keluarga Novel mengungkapkan kekecewaan mereka. Mereka bahkan menduga Polri tengah berupaya mengkriminalisasi cucu pahlawan nasional ini. Apalagi, sebelum upaya jemput paksa terjadi, sejumlah teror dan ancaman kerap dialamatkan pada Novel.
“Dari awal, secara terang-terangan dia diteror dan diancam, baik saat melaksanakan tugas maupun di rumahnya,” kata Hafidz Baswedan, adik kandung Novel, dalam keterangan tertulis yang diterima VIVAnews, 6 Oktober 2012.
Salah satunya, Novel diperintahkan agar menghadap Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, Irjen Pol. Sutarman, melalui seorang suruhan. "Ancamannya, dia akan dikriminalisasi jika tidak menghadap pada hari Sabtu, 29 September 2012. Ancaman itu terwujud Jumat malam," ucap Hafidz.
Sebelumnya, kakak Novel, Taufik Baswedan, juga mengatakan ada berbagai ancaman terhadap Novel dari orang-orang tak dikenal. “Novel mendapat ancaman dari sekitar dua sampai tiga orang. Tidak tahu dari mana. Mereka datang dan membawa foto-foto,” ujar Taufik.
Oleh karena itulah di rumah Novel di kawasan Kelapa Gading kini dipasang banyak kamera CCTV.
Indikasi adanya upaya kriminalisasi terhaddap Novel juga diungkapkan sebelumnya oleh Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Dia menyatakan Novel bukanlah pelaku penganiayaan tahanan di Polres Bengkulu pada 2004 itu. Anak buah Novel lah yang melakukan kesalahan hingga menyebabkan nyawa tahanan itu meninggal dunia.
Tapi, sebagai atasan, Novel mempertanggungjawabkannya. “Kasus ini sudah melalui proses pengadilan kode etik Polri dan sudah dinyatakan selesai pada 2004,” kata Bambang kepada wartawan dalam konferensi pers di kantor KPK di Jl. HR Rasuna Said, Sabtu dini hari, 6 Oktober 2012.
“Ini bagian dari salah satu upaya kriminalisasi KPK,” dia menegaskan.
Namun, Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Pol. Sutarman membantah tudingan itu. “Kriminalisasi itu artinya membuat suatu perbuatan yang tadinya bukan kriminal menjadi kriminal. Tapi kalau orang melakukan tindakan pelanggaran, hukum harus kita tegakkan,” kata mantan Kapolda Metro Jaya ini.
Sutarman mengakui sidang disiplin terhadap Novel memang sudah dilakukan. Tetapi, katanya berkilah, itu tidak menggugurkan pidana yang bersangkutan sebagai anggota Polri.
Tapi, tanda tanya malah jadi makin membesar. Jika benar demikian, lantas kenapa Novel yang diduga melakukan tindakan pidana itu lolos selama delapan tahun, bahkan lalu ditugaskan Polri ke KPK?
“Kadang-kadang kami tidak bisa merekam seperti itu. Personel kami ada 400 ribu lebih. Catatan-catatan seperti ini mungkin ada yang tertinggal, “ kata Sutarman, berkelit.
Yang jelas, katanya mengancam, Polri akan menangkap Novel jika KPK tak menyerahkannya. “Itu ada aturan lain. Kalau (KPK) nggak memberikan ya ditangkap, karena melanggar hukum. Itu bukan persoalan.”
Terkait perseteruan dua institusi penegak hukum itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang kembali dipertanyakan ketegasan sikapnya, direncanakan menyampaikan pernyataan resmi Senin malam ini, 8 Oktober 2012. Demikian disampaikan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi didampingi Sekretaris Kabinet Dipo Alam dan Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha
"Berhubung perkembangan situasi sudah semakin tidak baik, banyak yang memanipulasi, maka Presiden akan segera mengambil alih dan memberikan penjelasan kepada masyarakat. Besok, hari Senin, 8 Oktober atau paling lambat Selasa siang 9 Oktober," kata Sudi di Kantor Presiden, Minggu. (kd)