Kesempatan dalam Kesempitan Kartu Pra Kerja kala Corona
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
VIVA – Program Kartu Pra Kerja? yang diluncurkan pemerintah ternyata tak seindah disampaikan Presiden Joko Widodo . Program yang dirancang untuk korban pemutusan hubungan kerja, pengangguran, atau para pencari kerja yang terdampak wabah virus corona covid-19 itu belakangan ketahuan coreng-moreng.
Macam-macam masalahnya. Mulai dari urusan teknis laman untuk pendaftaran secara daring (online) yang kerap eror dan sulit diakses. Uang insentif yang tak seberapa, kewajiban mengikuti pelatihan padahal yang dibutuhkan uang tunai untuk menyambung hidup, sampai dugaan kongkalikong staf khusus Presiden yang terlibat sebagai salah satu mitra program itu.
Program itu dinilai hanya cocok dalam kondisi normal karena diorientasikan untuk memberdayakan jutaan pemuda yang terkategori usia produktif. Sekarang situasinya abnormal. Bukan hanya 2,8 juta pekerja formal yang di-PHK atau dirumahkan (data Kementerian Ketenagakerjaan 13 April 2020), tapi juga jutaan pekerja informal lainnya yang mendadak kehilangan mata pencaharian akibat pagebluk covid-19.
Aroma Kongkalikong
Dana yang dialokasikan oleh pemerintah sebesar Rp20 triliun untuk program Kartu Pra Kerja itu terdengar cukup besar. Tetapi, uang sebesar itu sebenarnya dibagi-bagi untuk 5,6 juta peserta se-Indonesia, yang berarti Rp3,55 juta per orang/peserta selama empat bulan: April, Mei, Juni, Juli.
Uang tiga setengah juta rupiah itu juga tidak diberikan dalam bentuk utuh, melainkan dibagi-bagi lagi, dengan rincian: Rp1 juta untuk membeli aneka program pelatihan di platform digital mitra Kartu Pra Kerja, Rp600 ribu per bulan selama empat bulan sebagai insentif, dan biaya survei kebekerjaan Rp50 ribu sebanyak tiga kali.
Bagian pertama insentif itu belakangan disorot karena program pelatihan secara daring harus melalui delapan platform digital yang ditunjuk oleh pemerintah, yakni Skill Academy, Tokopedia, Maubelajarapa, Bukalapak, Pintaria, Sekolahmu, Pijarmahir, dan Sisnaker. Ringkasnya, uang insentif Rp1 juta milik peserta harus dibelanjakan untuk membeli program pelatihan kerja secara online di kedelapan platform itu. Artinya, ada Rp5,6 triliun yang akan mengalir ke perusahaan-perusahaan penyedia jasa pelatihan.
Kalau ada delapan platform yang ditunjuk untuk menyediakan jasa pelatihan itu, seorang politikus Partai Demokrat, Rachland Nashidik, menghitung, berarti masing-masing perusahaan aplikator bakal menerima Rp700 miliar. Masalahnya, tak ada lelang tender atau sayembara untuk menentukan kedelapan aplikator itu sebagai mitra.
Keberadaan platform Skill Academy juga menjadi perkara lain. Produk itu diketahui milik aplikasi Ruangguru, perusahaan startup teknologi asal Indonesia yang berfokus pada pendidikan. Salah satu pendirinya ialah Adamas Belva Syah Devara, sekarang Staf Khusus Presiden Joko Widodo.
Tak pelak lagi fakta itu segera memunculkan spekulasi bahwa ada kongkalikong pejabat negara yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan di tengah kesulitan pandemi Covid-19. Apalagi, dalam waktu hampir bersamaan terkuak fakta seorang staf khusus Presiden yang lain, Andi Taufan Garuda Putra, yang menyurati camat-camat se-Indonesia untuk membantu relawan dari PT Amartha Mikro Fintek dalam program Relawan Lawan Covid-19. Amartha ialah perusahaan yang didirikan dan dipimpin Taufan.
Ruangguru buru-buru mengklarifikasi tudingan-tudingan itu. Skill Academy, menurut Direktur Produk dan Kerja Sama Ruangguru Iman Usman, ditunjuk oleh pemerintah hanya sebagai media untuk menyalurkan subsidi dari negara yang berbentuk insentif Kartu Pra Kerja?. Dia menyebut program itu mirip program Kartu Jakarta Pintar atau Kartu Indonesia Pintar yang pemiliknya bebas menggunakan kartunya untuk membeli, katakanlah, buku di toko A atau toko B, atau toko Z.
Penggunaan Kartu Pra Kerja? juga begitu. Pemiliknya tak harus membeli program pelatihan digital Skill Academy, tetapi boleh di platform-platform lain di antara tujuh platform yang ditunjuk oleh pemerintah. Jumlah platform yang menjadi mitra Kartu Pra Kerja? akan ditambah, namun untuk tahap awal baru delapan. "Jadi, Skill Academy bukan lahir karena program Kartu Pra Kerja?,” Iman Usman menegaskan dalam akun Twtiter-nya, “apalagi untuk memanfaatkan situasi Covid-19 ini.”
Bukan Bantuan Bersyarat
Berdasarkan skema insentif Kartu Prakerja, uang utuh tunjangan negara yang diterima tiap peserta sebesar 72 persen atau Rp2,55 juta (selama total empat bulan) karena Rp1 juta di antaranya untuk biaya pelatihan. Artinya, sebanyak 28 persen di antaranya justru mengalir untuk perusahaan-perusahaan mitra Kartu Pra Kerja?, bukan dinikmati langsung oleh peserta yang lebih membutuhkan di tengah situasi sulit seperti sekarang dan beberapa bulan mendatang.
Menurut sosiolog pada Universitas Indonesia, Rissalwan Habdy Lubis, kelesuan ekonomi dan gelombang PHK akan berlangsung hingga beberapa bulan mendatang, paling cepat setelah Indonesia melewati puncak pandemi Covid-19 yang diperkirakan pada Agustus. Artinya, katanya, “Masyarakat lebih membutuhkan bantuan sosial murni daripada bantuan sosial bersyarat pelatihan.”
Jika memang bantuan sosial itu ditujukan untuk usia produktif, Rissalwan berpendapat, tenaga kesehatan di dusun-dusun dan pedalaman yang melakukan sosialisasi dan bantuan darurat pertama berbagai masalah yang berkaitan dengan wabah Covid-19 lebih layak menerimanya. “Tetapi mungkin hal ini sulit terjadi karena platform digital yang dipilih seolah-olah hanya menyasar kaum muda milenial di perkotaan.”