Eks ISIS Pulang Kampung

Buku tulis bersampul pemimpin ISIS.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Syaefullah

VIVA – Publik tengah heboh atas munculnya wacana pemulangan warga negara Indonesia eks pengikut organisasi radikal Islamic State Irak dan Suriah alias ISIS. Muncul kabar bahwa itu baru sebatas wacana yang digulirkan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). Namun, BNPT meluruskan kabar itu. Bahkan, bagi BNPT, pemulangan WNI eks ISIS dari Suriah bukanlah perkara mudah dan belum ada rencana ke arah sana.

"Saya perlu sampaikan kepada teman-teman sekalian, enggak gampang. Ini saja, kita bagaimana menjaga supaya bisa kondusif, paham-paham itu tidak berkembang sudah luar biasa beratnya kita," kata Kepala BNPT, Komjen Pol Suhardi Alius.

Ia juga mengungkapkan bahwa sejauh ini Pemerintah Indonesia belum berencana memulangkan WNI eks pengikut ISIS dari Suriah ke Tanah Air. Karena, hal ini tengah mengundang pro dan kontra di berbagai kalangan.

Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius.

Pengembangan paham radikal yang ada, menjadi pertimbangan khusus. Suhardi Alius menceritakan, bagaimana ketika 2017, Pemerintah Indonesia mengembalikan WNI dari Suriah. Dan, mereka sudah tinggal selama 18 bulan di daerah Raqqa, Suriah, namun tidak mudah dilakukan. Karena, harus meluruskan pemahaman radikal mereka.

Bahkan, proses hukum langsung diterapkan bagi WNI laki-laki, yang dipulangkan ke Tanah Air. Hampir keseluruhan dari mereka, masih menjalani hukum pidananya. Beberapa lainnya masih harus menjalani program deradikalisasi, termasuk salah satunya seorang anak yang hanya mengikuti tahap pelatihan saja.

"Itu butuh waktu tiga tahun, 2017 – 2020, itu baru beradaptasi. Padahal, yang bersangkutan hanya ikut latihan yang langsung bakar paspor. Bayangkan susahnya, tingkat kesulitannya untuk mereduksi, menghilangkan traumatis itu," katanya.

Informasi yang yang didapat BNPT, dari beberapa komunitas internasional, termasuk saluran intelijen atau badan-badan internasional, sekian puluh ribu Foreign Terrorist Fighters (FTF), dan keluarga mereka saat ini ada di beberapa kamp pengungsi di Suriah. 

"Di antaranya, ada kurang lebih 600-an pengakuannya WNI. Itu pun masih belum diverifikasi. Itu yang kami laporkan kepada bapak Menko Polhukam. Kami rapat, 'Pak ada informasi seperti ini,'" kata Suhardi.

Suhardi pun memberikan penjelasan kepada pihak kementerian terkait, jumlah WNI yang berada di kamp-kamp pengungsi di Suriah. Mereka pun berkepentingan memberi masukan. 

"Bagaimana aspek, contohnya, dari Kementerian Hukum dan HAM. Bagaimana dengan status kewarganegaraan mereka, karena dalam Undang-undang dikatakan sebagian kalau orang sudah berperang di negara lain, itu sudah kehilangan warga negara. Nah itu," kata mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri itu.

Polemik Kepulangan WNI eks ISIS

Sebanyak 600 warga negara Indonesia yang sempat bergabung dengan kelompok teroris ISIS, akan dipulangkan ke Tanah Air dari Timur Tengah. Proses pemulangan mereka disebut-sebut akan terwujud dalam waktu segera.

Presiden Joko Widodo.

Polemik atas rencana tersebut segera mengemuka, setelah Presiden Joko Widodo menyatakan tidak setuju. Ketidaksetujuan Jokowi itu disampaikan, usai melantik kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang baru dan kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) di Istana Negara.

"Kalau bertanya pada saya, ini belum ratas (rapat kabinet terbatas) lho ya, kalau bertanya pada saya, saya akan bilang tidak," ujar Jokowi di Istana Negara

Meski tidak setuju dengan opsi pemulangan, namun Jokowi mengatakan keputusan tetap akan diambil. Setelah mendengarkan berbagai masukan dari kementerian dan lembaga terkait.

"Sampai saat ini, masih dalam proses pembahasan, dan nanti sebentar lagi kami akan putuskan kalau sudah dirataskan. Semuanya masih dalam proses, plus dan minusnya," katanya.

Terpisah, anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Fadli Zon mengatakan, negara memang sudah semestinya memulangkan warganya yang terkait dengan ISIS, karena negara memiliki kewajiban untuk melindungi warga negaranya.

Menurut Fadli, bisa saja mereka yang ikut ISIS adalah korban dari doktrin sesat ataupun propaganda ISIS. "Ini harus dikembalikan ke jalan yang benar," kata Fadli.

Senada, anggota Komisi III DPR, Adies Kadir juga meminta pemerintah lebih berhati-hati lagi dalam mengambil keputusan soal wacana pemulangan WNI eks ISIS. Sebab, menurutnya, jumlahnya itu tidak sedikit, lebih dari 600 orang, sehingga jangan dianggap enteng.

Sementara itu, menurut Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid menyatakan, belum ada keputusan final mengenai rencana pemulangan itu. "Yang pasti, dari pemerintah sendiri belum ada kata final untuk menentukan kata final, apakah yang terlibat di ISIS itu dipulangkan apa tidak," kata dia di kantor Wakil Presiden.

Zainut menjelaskan, Kemenag sendiri lebih berfokus pada kontra-radikalisasi. Yakni, bagaimana pihaknya menyiapkan program-program untuk kontra radikalisasi dari hulunya.

"Melalui program pendidikan, kemudian penanaman nilai-nilai kebangsaan, keindonesiaan dan moderasi beragama, itu fokus kami," kata dia.

Polri sendiri telah menyiapkan langkah-langkah, jika 600 WNI eks ISIS akan dipulangkan ke Indonesia. Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Komisaris Besar Polisi Asep Adi Saputra menyampaikan, setidaknya ada tiga poin terkait langkah yang akan dilakukan oleh Polri. 

"Pertama, kita masih koordinasi dengan pemerintah, di mana WNI eks ISIS ini berasal, maksudnya yang masih di negara Suria, Turki, dan Irak, kita masih koordinasi," kata Asep di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin 3 Februari 2020.

Kemudian kedua, kata Asep, Polri melakukan verifikasi dan mem-profiling terhadap WNI eks simpatisan ISIS. Hal ini dilakukan, untuk memastikan yang bersangkutan benar WNI. 

Lalu, langkah ketiga, Polri bersama kementerian dan lembaga seperti Kemenlu, Kemenag, Kemensos, BIN, dan BNPT, tengah melakukan kajian strategis. Kajian strategis itu, jelas Asep, termasuk mem-profiling secara menyeluruh tingkat terpaparnya paham radikal ISIS. 

"Gimana tingkat pemahaman ISIS ada pada dirinya, bagian itu jadi secara bertahap," kata Asep.

Kondisi WNI eks ISIS di Pengungsian

Tewasnya perempuan Indonesia eks kombatan ISIS belum lama ini di kamp Al-Hol, dilaporkan oleh media asing dan kantor berita Kurdi, Al Hasaka. Perempuan tersebut dilaporkan bernama Sodermini (Sudarmini) yang tengah dalam kondisi hamil. Dia diduga tewas dibunuh. Ditemukan bekas lebam dan tanda-tanda kekerasan di tubuhnya.

Namun Kementerian Luar Negeri RI menyatakan, masih harus melakukan verifikasi terhadap WNI yang disebutkan tewas akibat terbunuh tersebut. Plt Juru Bicara Kemlu, Teuku Faizasyah sekitar dua pekan lalu mengatakan, kondisi politik dan keamanan yang belum stabil di Suriah, akan membuat proses verifikasi tak bisa dilakukan dengan cepat.
 
"Lokasi tempat kejadian berada di bawah pengawasan kelompok yang berseberangan dengan Pemerintah Suriah," kata Faizasyah.

Diketahui, di kamp-kamp yang ada di Suriah, saat ini, tak hanya eks kombatan ISIS asal Indonesia yang berdiam. Ada ribuan orang dari negara-negara lain yang sempat mau bergabung dengan kekhalifahan. Namun, sejak kantong-kantong ISIS seperti Mosul (Irak) dan Raqqa (Suriah) berhasil digulung pada 2017, kombatan dan simpatisan ISIS  terlunta-lunta.

Kementerian Hukum dan HAM merespons soal warga Indonesia eks kombatan ISIS, yang kini berada di kamp-kamp Suriah. Memang dari sudut pandang imigrasi, selama masih menyandang status warga negara, maka WNI bisa kembali ke Indonesia. Namun, warga negara harus bisa membuktikan dengan dokumen yang masih mereka pegang.

"Jadi, selama dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan bahwa yang bersangkutan adalah warga negara Indonesia, maka Ditjen Imigrasi berdasarkan UU Keimigrasian tidak bisa menolak masuknya WNI ke Indonesia," kata Kasubag Humas Kementerian Hukum dan HAM, Sam Fernando kepada VIVAnews.

Hal itu tertera dalam Pasal 14 ayat (1) Undang Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang berbunyi, "Setiap warga negara Indonesia tidak dapat ditolak masuk wilayah Indonesia".

Menurutnya, anak-anak yang lahir dari orangtua WNI anggota ISIS di Suriah, juga bisa kembali ke Indonesia. Hal itu bisa dilakukan dengan bantuan KBRI, dengan dibuatkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP).
 
Namun, Kemenkumham mengingatkan bahwa persoalan eks kombatan ISIS bukan sekadar masalah administrasi. Ada pelanggaran dan dugaan kejahatan luar biasa terorisme lintas batas negara.

Jumlah WNI yang berada di Suriah sendiri masih belum jelas. Juru Bicara BIN, Wawan Purwanto kepada VIVAnews mengatakan bahwa pihaknya tak punya data sahih jumlah WNI eks kombatan ISIS di Suriah. Diperkirakan, ada 800 orang namun angka itu diyakini masih bisa berubah.

"Karena sudah ada yang pada meninggal, datanya data gelap, karena mereka datang ke sana enggak pamit. Angkanya, angka gelap berkisar angka 800 orang-an, tetapi angka sangat fluktuatif," ujar Wawan. (asp)